Sehari setelah mendatangi pesta pernikahan Vera dan Adit, Ressa sudah mulai bekerja di kantor ayahnya. Kali ini, ia langsung mendapatkan tugas untuk meeting bersama Erik. Entah ini suatu kebetulan, atau tuan Sanjaya sengaja untuk mendekatkan mereka berdua. Atau bahkan ini merupakan tanda bahwa keduanya berjodoh? “Kamu mau langsung pulang?” tanya Erik setelah seluruh staff meninggalkan tempat meeting dan menyisakan dirinya serta Ressa yang sedang mengemasi berkas-berkasnya. Ressa mengangguk, “iya Rik.” “Setelah ini ada acara lagi nggak?” tanya Erik yang terlihat sangat antusias. Ressa menggelengkan kepalanya beberapa kali, “tidak ada sih, memangnya kenapa?” Pandangannya beralih dari berkas-berkasnya ke wajah laki-laki yang tanpa henti mengejarnya meski Ressa tidak pernah mengatakan kata iya pada ungkapan cinta Erik. “Ikut aku!” “Kemana?” “Sudah, ikut saja, yuk!” Erik menggandeng tangan Ressa keluar dari ruang meeting yang kebetulan berada di kantornya sendiri. Ressa berusaha me
“Gimana? Sudah siap?” tanya Erik pada Ressa yang melangkah keluar rumah.“Sudah sih, tapi ….” Ressa terlihat ragu-ragu untuk melanjutkan kalimatnya.Seolah tahu apa yang dirasakan Ressa, Erik mencobaa meyakinkan Ressa, “jangan ragu, aku akan selalu ada di smapingmu. Lagi pula ini pesta ulang tahun kecil yang diadakan di rumah sendiri, jadi aku pikir kamu tidak perlu merasa khawatir yang berlebihan.”Erik langsung menggandeng tangan Ressa dan masuk ke mobil. Masih ada waktu lima belas menit dari dimulainya pesta. Ressa nurut saja ikut ke mobil, pikirnya, ini hanya pesta ulang tahun orang tua. Tapi kemudian pikirannya kembali berontak.“Pasti di sana banyak juga ibu-ibu yang seumuran dan keluarga besarnya. Jika mereka tahu dirinya datang bersama Erik, apa yang akan ada di pikiran mereka semua?” pikirnya.“Ress, kamu mikirin apa? Kok bengong?” tanya Erik sembari tetap terus menyetir.“Rik, kenapa kamu bawa aku sejauh ini, sih? Kamu tahu kan aku bahkan belum pernah menerima cintamu?” tany
Sepulang bekerja dan beberapa kali bertemu dengan klien yang berbeda-beda sikapnya, Ressa merasa sangat lelah dan letih. Berhubungan dengan banyak orang itu sungguh melelahkan. Tidak seperti yang dibayangkan sebelumnya tentang bekerja kantoran.“Akhirnya bisa masuk kamarku. Pegel banget rasanya,” gumam Ressa.Seluruh tubuhnya terasa pegal. Begitu juga dengan kakinya yang seharian menggunakan high hills terasa sangat letih.“Mana minyak urutnya ya?” tanyanya pada diri sendiri, “oh, iya itu dia.”Diliriknya minyak urut yang berdiri tegak di samping lampu tidur. di dalam benaknya, tubuhnya jelas akan terasa hangat jika mengaplikasikan minyak itu ke tubuh yang otot-ototnya mengencang. Ressa berjalan menuju nakas di samping ranjangnya. Tapi tiba-tiba langkahnya berhenti. Ia pikir akan sia-sia karena beberapa menit lagi akan mandi. Akhirnya ia urungkan niat itu.“Nanti saja lah setelah mandi,” gumamnya.Matanya menangkap ranjangnya. Ia merasa ranjang miliknya terlihat sangat adem. Sejurus k
Erik.Ternyata laki-laki yang baru saja mengaburkan pandangan Ressa tentang laki-laki manis yang dengan tiba-tiba mengajaknya menikah kini menelepon dirinya. Deg.“Haruskah diangkat?” Gumam Ressa memutar ponselnya dengan jari-jari lentiknya sembari menimbang-nimbang keputusannya.Jika boleh jujur, sebenarnya Ressa merasa malas jika harus memencet tombol terima di teleponnya. Tetapi jika teleponnya tidak diangkat, pasti dikira cemburu karena kejadian siang tadi yang sangat mencengangkan dan di luar dugaannya. Karena alasan itulah Ressa akhirnya mengangkatnya.“Halo,” sapa Ressa mendahului.“Halo Ress, aku sudah ada di depan. Bisakah kamu turun ke bawah menemuiku?”Mendengar Erik sudah berada di depan rumahnya, Ressa langsung terbangun dari posisi telentangnya.“Hah? Serius?”“Iya, Ressa.”“Oke, tunggu sebentar.”Ressa berpikir mungkin saja Erik mau menjelaskan soal tadi. Jika ia menghindar, bukankah Erik akan semakin yakin jika Ressa benar-benar telah jatuh cinta padanya dan memiliki s
Hari ini adalah hari kelulusan sarjana gadis cantik bernama Ressa Adha Ayuningtyas. Dia memilih make up artist kenamaan di kotanya. Ia ingin memberikan reward untuk dirinya sendiri dengan menjadi cantik nan elegan di hari wisudanya.“Selamat wisuda Ressa sayang,” ucap ayah dan ibu Ressa pada putri bungsunya yang kini telah menyelesaikan studi dan mendapatkan gelar sarjana dengan predikat cumlaude.“Terima kasih, Yah. Tanpa Ayah, dan Ibu, Ressa tidak bisa sejauh ini melangkah,” jawab Ressa dengan perasaan yang bahagia.Seikat bunga diberikan tuan Sanjaya pada putrinya. Dipeluknya Ressa oleh kedua orang tuanya, tuan Sanjaya dan nyonya Mira. Ressa membalas rangkulan mereka. Suasana haru dan bahagia menyelimuti gedung mewah yang jadi tempat perayaan wisuda.Tidak hanya ayah dan ibunya saja yang datang di hari kelulusan Ressa. Di sana juga terlihat kakak Ressa, kak Nawa dan suaminya, bang Ali. Turut hadir pula ka
“Arya, Tania! sudah cukup, jangan bertengkar, ini rumah sakit!” ucap ibu Kalimah dengan nada yang lemah.“Maaf, Bu,” ujar Arya.Kak Tania terlihat bodo amat. Ia berpindah duduknya di karpet dekat jendela. Dengan sandaran tembok rumah sakit ia memainkan ponselnya. Sama sekali tidak terlihat peduli dengan ibunya.“Kak Tania, Arya ada urusan sebentar, tolong jagain ibu,” ujar Arya pada kakaknya.“Ya, ya,” jawab kak Tania ketus, “kamu pasti mau pacaran sama Ressa kan? Ibu sakit bukannya ngerawat malah sibuk pacaran,” tebak kak Tania.“Kakak! bisa enggak sih berhenti berpikir negatif ke aku dan Ressa?” tanya Arya yang mulai kesal dengan kakaknya yang selalu menyinggung Ressa.“Kamu tuh yang cinta buta sama Ressa, mau maunya kamu disuruh ini itu, jadi budaknya, kamu pasti bakal dipermalukan di sana, Ressa tuh anak tuan tanah, juga pemilik pe
“Mas Arya ada di dalam mbak, sedang menata barang yang baru saja masuk,” jelas wanita itu, “mau saya panggilkan atau mbak mau masuk sendiri?” tanyanya.Tanpa berpikir panjang Ressa memintanya untuk memanggilkan Arya, “minta tolong panggilkan dia ke sini saja ya mbak, saya tunggu di sini.”“Baik mbak, saya panggilkan dulu,” ujar wanita itu.Setelah wanita itu melangkah masuk, Ressa menarik tangan Vera agar ikut duduk di kursi tunggu, “duduk di sini saja Ve!”“Ramah banget ya karyawan ayahmu,” ujar Vera yang sedari tadi hanya diam mematung memperhatikan percakapan Ressa.Beberapa saat kemudian, Arya mendekati Ressa. Keringat di tubuh lelaki si hadapan Ressa membasahi kaos hitamnya. Ia tak bisa menyembunyikan rasa lelahnya. Wajah tampannya tak luput dari peluh tanda kerja kerasnya.Arya diam mematung di samping kursi tempat gadisnya duduk. Ia masih agak se
Ibu Kalimah mencoba mencegah kak Tania agar tak berkata lebih lagi. Kak Tania yang ditegur segera beringsut ke pojokan sambil terus bermain ponsel.“Ibu sudah agak mendingan Nak,” jawab ibu Kalimah, “kamu sendiri, bagaimana kabarnya?”“Ressa baik, Bu,” jawab Ressa, “ini ada sedikit buah buat ibu, dimakan ya, Bu.”“Enggak usah repot-repot gini Nak, makasih ya,” ucap bu Kalimah.Ressa tersenyum manis, “Ressa sama sekali enggak repot kok Bu.”“Kamu sudah ketemu Arya? Dia kelihatan sedih karena enggak bisa datang ke acara wisudamu, maafin ibu ya Nak,” ujar bu Kalimah.“Ibu tidak perlu minta maaf, ibu tidak salah. Ressa sudah ketemu mas Arya Bu tadi, buat nanya ibu dirawat di mana,” jawab Ressa lembut, “Ressa do’ain semoga ibu cepat sembuh ya, Bu,” lanjutnya.“Amin, makasih Nak Ressa,” ujar bu Kali