Share

Perintah untuk Putus

Sejak mengantar Ressa berangkat ke kontrakannya, Arya tidak pernah ke sana lagi. Dia masih sibuk bekerja di gudang milik ayahnya Ressa, dan mengelola bisnis warung kopi yang kini sudah memiliki bangunan tersendiri. Mereka hanya berkomunikasi lewat pesan tulisan, pesan suara maupun panggilan video. 

Ressa pun tak merengek minta dijenguk atau diajak jalan-jalan seperti anak kecil yang minta dibelikan es krim. Ia fokus pada kariernya, fokus pada pekerjaannya. 

Hingga dua bulan berlalu, tiba saatnya libur Natal dan tahun baru. Hari ini Ressa akan pulang. Arya yang dikabari merasa sangat senang. Mereka berdua memendam rindu yang terlalu dalam. 

Sudah ada banyak adegan yang tertulis dalam angan. Pulang, liburan, jalan bersama Arya, dilamar, dan tentu saja menetapkan tanggal pernikahan. Sempurna. 

Bukankah itu sangat membahagiakan? 

--

Malam ini Ressa telah sampai di rumahnya. Saat makan malam, ia berniat bicara pada ayahnya perihal Arya yang akan melamarnya meski penat di tubuhnya belum kunjung hilang. 

“Ayah, ayah sudah tahu bukan kalau aku berpacaran sama Arya?” tanya Ressa pada ayahnya, “kami ada rencana....” 

Belum selesai Ressa mengutarakan niat baik Arya untuk melamarnya, tuan Sanjaya memotong kalimatnya. 

“Segera putuskan hubunganmu dengan Arya!” Seru ayah Ressa di hadapan istri dan anak bungsunya itu. 

“Tapi kenapa, Yah?” tanya Ressa yang terkejut mendengar perintah ayahnya. 

“Nurut saja kata Ayah, Arya tidak baik untukmu,” jawab Tuan Sanjaya tanpa menjelaskan secara detail. 

Ressa Adha Ayuningtyas, gadis 22 tahun yang baru saja merayakan kelulusan sarjananya dan memulai bekerja di sebuah perusahaan ternama di kotanya, harus menelan pil pahitnya kehidupan. Hubungan percintaan dengan kekasihnya, Arya Permana, yang sudah dilalui dua tahun belakangan harus melewati ujian besar. Yakni penolakan dari seseorang yang nantinya akan menjadi wali pernikahan mereka, ialah tuan Sanjaya, ayah dari Ressa. 

Ressa yang sangat mencintai kekasihnya merasa tidak puas dengan penjelasan ayahnya. Ia mencolek ibunya, memberi kode minta bantuan agar membantunya bicara di depan ayahnya. Nyonya Mira pun paham maksud kode anak bungsunya itu.

“Ayah, kenapa tiba-tiba menyuruh Ressa buat memutuskan hubungan Ressa dan Arya? Bukankah Ayah belum mengenal secara jelas siapa Arya? Dia anak yang baik loh Yah, Ibu sudah beberapa kali bertemu dan ngobrol dengannya,” ujar Nyonya Mira membela Ressa. 

Ressa menatap Nyonya Mira. Sedikit senyum tanda terima kasih pada ibunya tersungging di bibir Ressa. Beberapa saat kemudian pandangan Ressa beralih pada ayahnya. Wajahnya berubah. Ia menurunkan sudut bibirnya dan menundukkan kepalanya. Ressa tak berani berkata. 

“Ayah lebih tau dari pada yang kalian duga. Kalian benar-benar ingin tahu alasannya?” tanya Tuan Sanjaya pada Nyonya Mira dan Ressa. Keduanya seakan diam membisu. Merasa takut jika bersuara. Watak Pak Sanjaya yang keras membuat keluarga ini tidak bisa menerapkan prinsip-prinsip demokrasi. Banyak hal harus sesuai keinginan Pak Sanjaya. Hanya Pak Sanjaya lah yang boleh memutuskan segala sesuatunya. Benar-benar otoriter. 

“Dengar baik-baik! Pertama, dia tidak selevel dengan kita. Dia dan orang tuanya hanya buruh rendahan, sedangkan ayah ini tokoh masyarakat dan pemilik perusahaan tekstil terbesar. Kedua, kau ini lulusan sarjana terbaik di universitas terbaik pula, sedangkan dia SMP saja mungkin tidak lulus. Di mana otakmu?” jelas Tuan Sanjaya dengan nada meremehkan yang menguras emosi. Tuan Sanjaya sama sekali tidak mengetahui bisnis warung kopi Arya. Meski tahu pun, sepertinya sulit bagi tuan Sanjaya menerima Arya. Entah kenapa. 

Badan Ressa bergetar, matanya berembun, menahan tangis. Memang fakta yang di katakan Tuan Sanjaya. Tetapi apakah harus diperjelas dengan nada meremehkan begitu? Apakah salah mencintai orang yang berbeda status dengan kita? Apakah semua harus diukur dengan kesetaraan status termasuk cinta?

“Ayah, tapi Ressa mencintainya Yah. Yang ayah katakan memang benar, tetapi cinta tidak memandang status sosial, ekonomi, apalagi pendidikan, cinta itu tentang ketulusan dan kasih sayang, dan dia mempunyai itu, Yah,” ujar Ressa memberanikan diri membantah dengan halus ucapan ayahnya. 

“Kamu! Ayah sekolahkan tinggi-tinggi sampai sarjana tapi otakmu tetap gak dipakai. Kamu sudah dibutakan oleh cinta. Kamu mau makan cinta?” ucap Tuan Sanjaya dengan nada tinggi merasa pendapatnya paling benar. 

“Yah, Ressa mohon restui Ressa dan Arya,” ucap Ressa memohon pada ayahnya. 

“Tidak! Sekali Ayah bilang tidak ya tidak, titik!” Seru Ayah Ressa di hadapan istri dan anak bungsunya. 

Ressa menundukkan kepalanya, sirna sudah harapannya untuk bisa hidup bersama lelaki pilihannya, Arya. Ibunya pun tidak kuasa membujuk ayahnya. Tuan Sanjaya terlalu keras kepala. 

Apakah Dewi Cinta telah salah memanah jantung hati Ressa dan Arya? 

--

Hari ini, setelah dua bulan tidak bertemu, Arya berniat mengajak Ressa untuk melihat sunset bersama. Hingga detik ini, Arya belum mengetahui perihal penolakan tuan Sanjaya terhadap dirinya. Ketika sedang mengangkat gulungan kain, matanya menangkap sosok gadis tinggi semampai berambut lurus dengan sedikit bergelombang di bagian bawahnya. Gadis itu menghampirinya yang sedang sibuk bekerja. Arya spontan menaruh gulungan kain ke bawah. 

“Ressa? Kamu kok enggak ngabarin kalau mau ke gudang? Apa kabar kamu?” tanya Arya pada anak gadis pemilik gudang tempat ia bekerja. Tangannya meraih jemari Ressa. 

“Kabar baik, aku kesini untuk menemuimu, Mas,” jawab Ressa dengan senyum khasnya yang manis.

“Oh ya? Dua bulan waktu yang lama untuk menahan rindu bukan? Hari ini sepulang kerja aku mau mengajak kamu pergi ke pantai sekalian liat sunset, mau?” ajak Arya pada Ressa. Arya pikir, mumpung Ressa sedang libur, ia harus menghabiskan banyak waktu sebelum gadisnya kembali sibuk. 

“Mau dong sayang, kebetulan sekali aku juga ingin mengajakmu keluar,” jawab Ressa dengan sumringah. 

“Hah? Serius? Ada apa nih?” selidik Arya. 

“Melepas rindu,” jawab Ressa sambil mengedipkan sebelah mata, “sepulang kerja aku tunggu kamu di rumah Vera ya, Mas,” ucap Ressa dengan setengah berbisik, khawatir yang lain akan mendengar dan mengadukan pada ayahnya. 

Arya merasa heran mengapa tidak dijemput di rumah saja? Bukankah lelaki yang baik jika mengajak keluar anak gadis orang harus permisi dahulu? 

“Gak mau dijemput dari rumah?” tanya Arya penasaran. Ressa menggeleng. 

“Kebetulan setelah ini aku ada urusan dengan Vera jadi sekalian saja nanti,” jelas Ressa berbohong. Sebenarnya ia tidak ingin terlihat oleh ayahnya jika ia masih berhubungan dengan Arya. Bagaimanapun juga ia dan Arya saling mencintai, tetapi ia juga harus tetap menghormati ayahnya. 

“Oh begitu, baiklah nanti aku jemput di rumah Vera ya,” ujar Arya. 

Ressa mengacungkan jempolnya, “oke.”

Arya tiba-tiba mengubah mimik wajahnya dan menatap Ressa, “eh, tapi gak apa-apa pake motor bututku?” 

“Apaan sih, Yang, jangan mulai deh,” ujar Ressa sambil memukul ringan lengan Arya. Kekasihnya itu hanya terkekeh. 

“Ya, sekarang aku pergi dulu, Mas, sampai jumpa nanti sore, bye,” pamit Ressa. 

“Oke, hati-hati Ressa-ku sayang,” ucap Arya sambil melambaikan tangannya. 

Ressa bergegas pergi, ia tidak ingin terlalu lama berada di gudang, khawatir tiba-tiba ada inspeksi mendadak dari ayahnya, tuan Sanjaya. Arya kembali melanjutkan pekerjaannya setelah punggung Ressa tak kelihatan lagi. 

--

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status