Home / Romansa / Tentang Restu / Saran dari Vera

Share

Saran dari Vera

Author: Kaneishia
last update Huling Na-update: 2022-03-22 17:41:13

Sesampainya Ressa di rumah Vera, ia mengetuk pintu rumah sahabatnya itu. Sekali, dua kali, tak ada tanda-tanda orang membukakan pintu. Ia duduk di kursi teras depan sambil memainkan ponselnya. Ia biasa menunggu sang empunya rumah pulang. Lagi pula, Vera sudah membalas pesannya dan bersedia menampungnya sampai sore hari. 

Benar saja, beberapa menit kemudian terlihat Ressa yang mengendarai motor memasuki halaman rumahnya dan memarkirkan motornya di garasi. Ia menenteng map plastik yang berisi kertas-kertas entah apa, mungkin saja kertas skripsi. Ya, Vera masuk kuliah satu tahun di bawah Ressa, sehingga saat ini Vera sedang disibukkan menyelesaikan tugas akhir tersebut. 

“Sudah lama Res? Maaf ya membuatmu menunggu,” ucap Vera sambil melepas helmnya. Ia merasa tak enak hati membiarkan temannya duduk menunggu. 

“Iya, kamu lama banget sih, pasti sama doi kan,” jawab Ressa sambil menekuk muka. 

Vera yang paham malah tertawa dengan jawaban Ressa. “Hahaha... Iya sorry, nanggung tadi ngabisin es kelapa dulu di pinggir jalan.”

Tiba-tiba raut muka Ressa menjadi sedih, “enak ya kamu, bisa menjalani hubungan dengan Adit apa adanya.”

“Eh, ada apa nih, yuk masuk dulu, cerita sama aku, ayo cerita!” ajak Vera sambil membuka kunci rumahnya. Ressa membuntuti masuk ke dalam rumah. Vera mempersilakan sahabatnya itu untuk duduk di ruang tamu kemudian mengambil sebotol es jeruk dengan dua gelas yang diletakkan di nampan. 

Ressa melihat sekitar nampak sepi, biasanya ibunya Vera akan menyambut hangat Ressa. Beliau sangat welcome terhadap semua teman Vera. Ini yang membuatnya iri dengan keluarga Vera. 

“Ve, rumah kamu sepi?” tanya Ressa ketika melihat Vera datang dengan nampan yang berisi minuman. Harusnya tidak perlu ditanya, sebab tadi waktu masuk ke rumah pun Vera membuka kunci sendiri, itu berarti memang Vera orang pertama yang masuk ke rumah. Ini pertanyaan retoris. Atau Ressa hanya butuh sebuah validasi. 

“Iya nih, sepi. Aku sendirian. Semua lagi pada liburan ke rumah nenek, aku gak bisa ikut karena udah janjian sama dosbingku, nasib emang,” jawab Vera sambil memanyunkan bibirnya. 

Ressa tertawa mendengarnya, tapi beberapa saat kemudian raut mukanya berubah serius. 

“Semangat ya Ve, mudah-mudahan cepet selesai skripsinya.”

Vera mengatupkan kedua tangannya kemudian mengusapkan ke mukanya, “Amin, thanks Ress, oh iya minum dulu gih, haus pasti dari tadi nunggu di teras.” 

Ressa mengambil es jeruk yang disuguhkan Vera padanya dan segera meminumnya, “seger banget nih minumannya, lumayan ikut nyegerin otak.”

“Hahaha, bisa saja kamu Res, eh, by the way tadi katanya mau cerita, ada masalah apa?” tanya Vera pada Ressa penasaran. Ia mengubah posisi duduknya menghadap ke Ressa. Kedua kakinya dinaikkan ke kursi dan disilangkan. Mirip duduknya bapak-bapak yang sedang mengaji. 

“Ve, ayahku tiba-tiba menyuruhku untuk memutuskan hubungan dengan Arya,” jawab Ressa sedih. 

“Hah?” Vera kaget mendengar jawaban Ressa. Sampai-sampai es yang sudah terlanjur masuk ke mulutnya hampir muncrat tapi tidak jadi karena ia buru-buru menelannya. “Serius? Lah, alasannya apa? Bukankah selama ini Arya main ke rumahmu juga tidak ada penolakan?” selidik Vera. 

Sambil terisak Ressa menceritakan semua pada sahabatnya, “Ayah bilang kami berbeda jauh, ya status sosial, ekonomi, pendidikan. Aku ga habis pikir dengan Ayah, kenapa tiba-tiba ngomongin soal ini, selama ini kalau Arya main memang jarang ditemui ayah, selalu sama ibu, ayah hanya diam, tidak ada respon apapun. Menurutmu aku harus bagaimana?”

Vera menepuk-nepuk punggung Ressa mencoba memberikan dukungan padanya.

“Kalau soal restu orang tua, aku ga bisa berkata apa-apa Res, aku berdoa semoga kamu bisa melewati semua ini.”

“Aku sangat mencintai Arya Ve, kamu kan tau, sudah dua tahun kami bersama, dia laki-laki yang baik, pekerja keras, dan penyayang. Di lain sisi, aku juga menghormati ayah, aku benar-benar dilema,”

Vera hanya diam, ia membiarkan sahabatnya itu menangis untuk beberapa saat. Setelah puas menangis, Ressa mengusap air matanya, dan mendongak melihat Vera. 

“Ve, apa aku harus ceritakan ini ke Arya?” tanya Ressa. 

“Menurut aku ya lebih baik memang cerita ke Arya Ve, bagaimanapun dalam suatu hubungan harus ada keterbukaan, jangan memendam masalah sendiri. Biar bisa dicari solusinya bersama,”

“Oh, gitu yah, baiklah aku akan cerita ke Arya. Kebetulan nanti sore aku ada janji jalan bareng doi, aku suruh dia jemput di sini, boleh ya Ve,” pinta Ressa

“It's ok, Res,” jawab Vera tanda mengizinkan, “kamu mau istirahat dulu?” 

“Pasti kamu kan yang mau tidur?” tebak Ressa yang tahu banget kalau sahabatnya ini sangat suka tidur. 

“Tau aja kamu Res, kamu memang sahabat baikku,” jawab Vera sambil merangkul Ressa beberapa detik. Ressa tertawa mendengar pujian Vera. Sukses sudah mengubah tangis sahabatnya menjadi tawa. 

“Ya siapa yang gak kenal Vera si putri tidur,” ujar Ressa yang membuat gelak tawa Vera. 

“Ya abis gimana, emangnya mau ngapain lagi kalo gak molor, hahaha.” 

Dret dret dret

Ponsel Vera berdering dan getarannya semakin keras karena diletakkan di meja kaca. 

“Ve, hape kamu tuh bunyi,” Ressa memberi tahu Vera yang tidak fokus pada ponselnya. Vera spontan melihat ponselnya. Di sana terlihat nama Adit dan emotikon hati warna merah. 

“Kyaaa, Adit telepon, Res, aku telepon di kamar aja ya, ikut gak?” ajak Vera pada Ressa. 

“Nanti deh,” tolak Ressa karena tidak ingin mengganggu sahabatnya.

“Baiklah, kau santai aja di sini ya, mau ke dapur oke, tidur di kamar oke, ke toilet oke, tiduran di depan TV juga oke, anggap saja rumah sendiri, lagi pula bapak ibukku pulangnya besok, jadi sepi deh,” pesan Vera pada Ressa yang masih betah duduk di kursi depan televisi. 

“Hahaha... Oke sip” jawab Ressa sambil mengacungkan jempolnya.

Vera ketiduran setelah telepon dengan Adit di kamar, sedangkan Ressa ia tidak bisa memejamkan matanya. Pikiran Ressa seperti berlari ke sana kemari, bahkan televisi yang menyala pun tidak ia tonton, hanya dijadikan sumber suara agar tidak terlalu sunyi suasananya.  

Ressa berpikir, setelah ia lulus kuliah dan mendapatkan pekerjaan, ia bisa langsung menikah dengan lelaki pujaannya. Namun kenyataannya terlalu pahit, belum juga membicarakan hal ini ke orang tuanya, sudah ada penolakan dari ayahnya. Mau di bawa ke mana hubungannya? Dia benar-benar merasa bingung. 

Pikirannya terus melayang hingga tak terasa matahari terus berjalan ke arah barat. Tiba-tiba sudah hampir sore, sebentar lagi Arya datang menjemputnya. Ressa masih malas untuk bangun dari kursinya. 

Vera yang sudah merasa kenyang tidurnya, bangun dan menghampiri Ressa yang tiduran di kursi depan tv, “kamu gak tidur Res?” tanya Vera. 

Ressa segera bangun dan mengambil posisi duduk. Vera spontan langsung duduk di sebelah Ressa dan mengambil sestoples keripik singkong dan dipeluknya. 

“Bagaimana bisa aku tidur, pikirannya lagi gak karuan,” alibi Ressa. 

“I feel you, Ress. Aku tau kamu lebih sabar dan lebih semangat dari sekedar kata-kataku,” ucap Vera. 

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Tentang Restu   Penjelasan Erik

    Erik.Ternyata laki-laki yang baru saja mengaburkan pandangan Ressa tentang laki-laki manis yang dengan tiba-tiba mengajaknya menikah kini menelepon dirinya. Deg.“Haruskah diangkat?” Gumam Ressa memutar ponselnya dengan jari-jari lentiknya sembari menimbang-nimbang keputusannya.Jika boleh jujur, sebenarnya Ressa merasa malas jika harus memencet tombol terima di teleponnya. Tetapi jika teleponnya tidak diangkat, pasti dikira cemburu karena kejadian siang tadi yang sangat mencengangkan dan di luar dugaannya. Karena alasan itulah Ressa akhirnya mengangkatnya.“Halo,” sapa Ressa mendahului.“Halo Ress, aku sudah ada di depan. Bisakah kamu turun ke bawah menemuiku?”Mendengar Erik sudah berada di depan rumahnya, Ressa langsung terbangun dari posisi telentangnya.“Hah? Serius?”“Iya, Ressa.”“Oke, tunggu sebentar.”Ressa berpikir mungkin saja Erik mau menjelaskan soal tadi. Jika ia menghindar, bukankah Erik akan semakin yakin jika Ressa benar-benar telah jatuh cinta padanya dan memiliki s

  • Tentang Restu   Rahasia Erik dengan Heni

    Sepulang bekerja dan beberapa kali bertemu dengan klien yang berbeda-beda sikapnya, Ressa merasa sangat lelah dan letih. Berhubungan dengan banyak orang itu sungguh melelahkan. Tidak seperti yang dibayangkan sebelumnya tentang bekerja kantoran.“Akhirnya bisa masuk kamarku. Pegel banget rasanya,” gumam Ressa.Seluruh tubuhnya terasa pegal. Begitu juga dengan kakinya yang seharian menggunakan high hills terasa sangat letih.“Mana minyak urutnya ya?” tanyanya pada diri sendiri, “oh, iya itu dia.”Diliriknya minyak urut yang berdiri tegak di samping lampu tidur. di dalam benaknya, tubuhnya jelas akan terasa hangat jika mengaplikasikan minyak itu ke tubuh yang otot-ototnya mengencang. Ressa berjalan menuju nakas di samping ranjangnya. Tapi tiba-tiba langkahnya berhenti. Ia pikir akan sia-sia karena beberapa menit lagi akan mandi. Akhirnya ia urungkan niat itu.“Nanti saja lah setelah mandi,” gumamnya.Matanya menangkap ranjangnya. Ia merasa ranjang miliknya terlihat sangat adem. Sejurus k

  • Tentang Restu   Pesta Ulang Tahun Tante Rita

    “Gimana? Sudah siap?” tanya Erik pada Ressa yang melangkah keluar rumah.“Sudah sih, tapi ….” Ressa terlihat ragu-ragu untuk melanjutkan kalimatnya.Seolah tahu apa yang dirasakan Ressa, Erik mencobaa meyakinkan Ressa, “jangan ragu, aku akan selalu ada di smapingmu. Lagi pula ini pesta ulang tahun kecil yang diadakan di rumah sendiri, jadi aku pikir kamu tidak perlu merasa khawatir yang berlebihan.”Erik langsung menggandeng tangan Ressa dan masuk ke mobil. Masih ada waktu lima belas menit dari dimulainya pesta. Ressa nurut saja ikut ke mobil, pikirnya, ini hanya pesta ulang tahun orang tua. Tapi kemudian pikirannya kembali berontak.“Pasti di sana banyak juga ibu-ibu yang seumuran dan keluarga besarnya. Jika mereka tahu dirinya datang bersama Erik, apa yang akan ada di pikiran mereka semua?” pikirnya.“Ress, kamu mikirin apa? Kok bengong?” tanya Erik sembari tetap terus menyetir.“Rik, kenapa kamu bawa aku sejauh ini, sih? Kamu tahu kan aku bahkan belum pernah menerima cintamu?” tany

  • Tentang Restu   Ressa, Calon Istri Erik

    Sehari setelah mendatangi pesta pernikahan Vera dan Adit, Ressa sudah mulai bekerja di kantor ayahnya. Kali ini, ia langsung mendapatkan tugas untuk meeting bersama Erik. Entah ini suatu kebetulan, atau tuan Sanjaya sengaja untuk mendekatkan mereka berdua. Atau bahkan ini merupakan tanda bahwa keduanya berjodoh? “Kamu mau langsung pulang?” tanya Erik setelah seluruh staff meninggalkan tempat meeting dan menyisakan dirinya serta Ressa yang sedang mengemasi berkas-berkasnya. Ressa mengangguk, “iya Rik.” “Setelah ini ada acara lagi nggak?” tanya Erik yang terlihat sangat antusias. Ressa menggelengkan kepalanya beberapa kali, “tidak ada sih, memangnya kenapa?” Pandangannya beralih dari berkas-berkasnya ke wajah laki-laki yang tanpa henti mengejarnya meski Ressa tidak pernah mengatakan kata iya pada ungkapan cinta Erik. “Ikut aku!” “Kemana?” “Sudah, ikut saja, yuk!” Erik menggandeng tangan Ressa keluar dari ruang meeting yang kebetulan berada di kantornya sendiri. Ressa berusaha me

  • Tentang Restu   Pertemuan Setelah Tiga Tahun

    Tiga Tahun Kemudian“Hei, Ar, kamu kesini sama siapa?” tanya Dika yang menggandeng wanita cantik disampingnya.Arya terlihat seorang diri berdiri sembari menatap pelaminan megah yang di sana berdiri sahabatnya, Adit, dan seorang wanita yang baru saja pagi tadi sah menjadi istrinya, Vera. Ya, hari ini adalah hari pernikahan Vera dan Adit.Otaknya tiba-tiba saja berjalan-jalan. Khayalan demi khayalan melintas bolak-balik di dalam kepalanya. Seandainya dan seandainya, terus saja mengisi otak Arya hingga rasanya hampir meledak. Untung saja ia sanggup mengendalikannya.“Eh, kamu Dik, aku sama satu keluarga. Ternyata diundang semua. Jadi deh rame-rame,” jawab Arya cengengesan.“Kamu nggak makan dulu?” tanya Dika pada Arya sembari menunjuk meja prasmanan dan stand-stand makanan tradisional yang berjejer rapi siap melayani para tamu undangan, “atau jajan gitu?”“Eh, nanti saja. Masih lama juga pestanya. Kamu kalau duluan nggak apa-apa. Kasian itu Winda,” jawabnya santia bergurau.Sejak pertik

  • Tentang Restu   Sadarnya Winda

    “Gilang, stop!” teraik Bu Nani.Bagaimanapun juga, ia tidak ingin putranya melakukan kesalahan terus menerus. Ia tidak ingin Gilang mengucapkan kata cerai dalam keadaan marah.“Berhenti mengatakan apapun. Tolong ini permintaan ibumu,” lirik bu Nani.“Satu kata cerai yang keluar dari bibirmu, adalah dihitung talak satu. Seharusnya kamu tahu itu Gilang,” jelas Pak Budiman.“Pikirkanlah anak kalian. Kalian bisa memperbaiki semuanya. Gilang, perlakuakn Siska dengan baik. Kamu sendiri yang telah memilih Siska. Jadikan dia istrimu yang kamu cintai seperti kamu mencintainya dulu. Perceraian adalah hal yang sangat dibenci Tuhan,” ujar Bu Nani mencoba menyadarkan anaknya.Gilang masih diam bergeming. Ia memikirkan perkataan ibunya.“Aku udah nggak tahan dengan sikap Mas Gilang yang acuh tak acuh denganku dan anaknya sendiri, Bu. Aku yang menyerah,” aku Siska dengan deraian air mata.“Siska, ibu mengerti bagaimana sakitnya kamu. Tapi, pikirkanlah tentang anak kalian.”Bu Nani masih saja mencoba

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status