Share

Tiga

Pagi ini seperti rutinitas biasanya, kedua kakak beradik tersebut berada dalam mobil yang sama.

"Kalau sudah pulang lebih dulu, jangan lupa kabarin Kakak," jelas Deandra.

"Kemarin tuh, Kiana kepanasan Kak! Makanya Kiana palang cowo di jal---" Kiana menghentikan ucapannya, ketika sadar apa yang tengah diucapkannya.

"Jadi? Kamu pulang sama laki-laki, Kian?" tanya Deandra dengan nada datar.

'Aduh ...! Pake keceplosan segala lagi,' ucap Kiana dalam hati.

"Jawab, Kiana!" titah Deandra.

"I--iya, Kak Dean. Tapi janji deh, Kiana enggak akan gitu lagi," ucap Kiana seraya mengangkat jarinya membentuk huruf v.

"Oke, Kakak pegang janji kamu," sahut Deandra. Kiana hanya mengangguk menanggapinya.

"Kamu pulang jam berapa nanti?" tanya Deandra yang kini tengah fokus menyetir.

"Kayanya lebih cepat dari biasanya, Kak," sahut Kiana.

"Kakak ada rapat BEM nanti, pulangnya sama Kak Andre saja, ya?" tanya Deandra.

"Iya, Kak," sahut Kiana.

* * *

Deandra kini tengah berjalan menuju gedung rektorat kampus, banyak pasang mata melihat ke arahnya tanpa berani menegurnya. Sikap cuek yang Deandra miliki, membuatnya sangat disegani. Terkecuali Karina, seorang gadis bergaya glamor itu sangat berani terhadapnya.

"Deandra!" panggil Andre yang saat itu tengah berdiri bersama Gino.

Deandra yang tengah fokus berjalan, mengalihkan pandangannya saat merasa namanya dipanggil. Setelah itu ia memutuskan melangkah menghampiri Andre dan Gino.

"Tumben telat?" tanya Gino.

"Nganterin adek gue dulu," sahut Deandra.

"Lo kaya enggak tahu saja, Dean ini tifical cowo yang sayang banget sama adeknya," sahut Andre. Gino hanya mengangguk menanggapinya.

"Eh, nanti malam ngumpul di rumah lo, sekalian ngerjain laporan, gimana?" ucap Andre kepada Dean.

"Boleh banget tuh, lagian gue juga ogah, kalau mesti ikut si Andre ke klub," sahut Gino.

"Halah ...! Gue sumpahin lo Gin, dapat istri dari klub!" ucap Andre secara melirik sinis Gino.

"Semabarang lo, ya," sahut Gino.

Keduanya terus berdebat dan tak memberikan kesempatan pemilik rumah menjawab. Namun belum sempat Deandra berbicara, sosok Karina tiba-tiba saja muncul di sana, dan kini tengah berjalan ke arah mereka.

"Gue cabut!" ucap Deandra seraya melangkah pergi.

Andre dan Gino, keduanya sama-sama menggelengkan kepala, melihat tingkah kedua orang yang entah kapan akan bersatu.

Karin yang melihat Deandra pergi, ia mempercepat langkahnya dan hendak mengejar Deandra, tetapi ditahan oleh Andre dan Gino.

"Eits, mau kemana lo?" tanya Andre dan Gino bersamaan.

"Lepasin! Gue mau kejar Deandra," ucap Karina memberontak.

"Jangan ganggu dia Kar, dia mau rapat nanti," ucap Gino.

"Jangan buat pikirannya terganggu," ucap Andre ikut menimpali.

"Oke, sekarang lepasin," titah Karina seraya menarik tangannya.

"Awas bohong lo, ya!" peringat Andre seraya menatap tajam Karina. Karina hanya mengangguk sebagai jawaban.

Andre dan Gino mulai melepaskn cekalan tanganya pada lengan Karina.

"Aw ...! Si*lan lo, Kar!" teriak Andre dan Gino kesakitan.

Sebelum pergi, Karina sengaja menginjak kaki kedua lelaki tersebut menggunakan sepatu haknya, tentu saja rasanya akan sangat sakit.

Karina berjalan menyusuri lorong-lorong kampus, ia mencari keberadaan Deandra. Sehari saja tak berbicara dengan Deandra, rasanya sangat tersiksa bagi Karina. Lama berkeliling, dan bertanya keberadaan Deandra. Akhinya Karina menjumpai sosok Deandra yang kini tengah berada di aula kampus.

Degh!

Tiba-tiba saja nyalinya ciut, ketika melihat Deandra bersama seorang gadis bernama Anggun tersebut. Deandra tengah fokus menjelaskan materi di buku, sedangkan Anggun, ia tengah memperhatikan wajah Deandra dengan sangat lekat.

Namun Karina buru-buru menepis rasa cemburunya, ia berjalan menghampiri keduanya.

"Eh ... lo kok, bukannya perhatikan pelajaran, sih, malah perhatikan Deandra!" bentak Karina. Deandra yang mendengar penuturan Karina. Ia mengangkat kepalanya lalu menatap keduanya secara bergantian. Terlihat wajah Anggun memerah bak udang rebus saat itu.

"Lo itu enggak tau malu, ya! Lo di sini buat belajar, bukan caper sama Deandra," ucap Karina lagi, hatinya benar-benar memanas, saat ada wanita lain selain dirinya yang bisa dekat dengan Deandra.

Anggun tak menjawab, ia hanya diam seraya menunduk, dan seperti biasa Deandra juga akan terdiam mengamati keadaan.

"Lo ganjen bangat jadi cewe!" bentak Karina seraya mendorong pundak Anggun.

"KARINA STOP!" ucap Deandra seraya beranjak dari posisinya.

Deandra malah dibuat tertegun kala itu, Karin telah menutup kedua wajahnya seperti tengah melindungi wajahnya. Apa mungkin Karina takut, dirinya menamparnya lagi.

"Lo lanjutin belajarnya, gue pergi dulu," ucap Deandra kepada Anggun. Deandra pergi, seraya menarik lengan Karina.

"Dean lo mau bawa gue ke mana, lepasin Dean!" ucap Karina memberontak, Deandra membawanya ke lorong belakang perpustakaan, di sana sangat sepi. Karina mulai ketakutan dibuatnya.

"Kenapa? Bukannya lo sering ngikutin gue?" tanya Deandra seraya menghempaskan lengan Karina. Ia tersenyum menyeringai, melihat seorang Karina gadis yang sangat belagu dan sombong dengan kekayaannya, kini terlihat pucat pasi di hadapannya.

"De--Dean, lo mau apa?" tanya Karina terbata ketika melihat sosok Deandra berjalan mendekatinya.

"Harusnya gue yang tanya sama lo, KARINA!" ucap Deandra, dengan meneriaki nama Karina.

"Gu--gue cuma mau lo, Dean," sahut Karina.

Dean tak habis pikir dengan jalan pikiran gadis di hadapannya ini, dalam situasi seperti ini pun, ia masih berani berkata seperti itu. Namun tak dapat dipungkiri, Deandra juga kagum pada gadis di hadapannya saat ini. Meskipun Karina berpenampilan dan bersikap layaknya perempuan tak benar, tetapi Karina bukan tifical gadis yang rela memberikan tubuhnya untuk dijajah lelaki yang ia inginkan.

"De--Dean, maaf ... gue janji, enggak akan gangguin lo sama Anggun lagi," ucap Karina seraya menunduk, bagaimanapun hatinya terasa sangat sakit mengatakan semua itu.

Lagi-lagi Deandra dibuat tertegun, ketika bulir bening itu menetes dari kedua pelupuk mata Karina. Nyatanya gadis seperti Karina, bisa juga menangis hanya karena seorang Deandra Aditya.

"Tapi tolong lepasin gue, Dean," ucap Karina memohon, kali ini ia mendongkak menatap lekat wajah Deandra.

Deandra tak menjawabnya, ia menarik lengan Karina lagi, dan membawanya pergi dari sana.

"Duduk!" titah Deandra, saat keduanya sudah sampai di kantin.

Deandra memesan dua gelas minuman, lalu ia kembali ke mejanya yang juga di tempati oleh Karina saat itu.

"Kenapa lo bisa terus ngejar gue, Kar? Padahal gue sedikit pun gak pernah ngasih lo respon," jelas Deandra.

"Gue juga enggak tau, tapi rasanya ... semua rasa sakit yang lo kasih ke gue, cepat banget ilanganya," sahut Karina seraya tersenyum manis. Tak dapat dipungkiri Karina sangat bahagia, karena ini pertama kalinya dirinya berbicara berdua bersama Deandra seperti ini.

"Lo mandang apa dari gue?" tanya Deandra lagi, setelah itu ia menyesap tandas minumannya.

"Enggak, gue cuman ikutin kata hati gue, yang nyuruh gue buat terus kejar lo," sahut Karina lagi. Deandra hanya mengangguk menanggapinya.

Deandra tak bisa mencela apa yang diucapkan oleh Karina, karena dari segi ekonomi Karina juga orang berada, begitu juga dengan fisik. Karina sangat cantik, ia bahkan bisa mendapatkan yang lebih dari dirinya.

Apa ia harus mencoba membuka hati untuk gadis di hadapanya saat ini, lagi pula Karina tak seburuk apa yang ia pikirkan. Hanya dengan sedikit kelembutan saja, Karina akan melepaskan kebisaan buruk, yang tak ia sukai. Pikir Deandra.

"Oke, gue cabut dulu," pamit Deandra meninggalkan Karina.

* * *

Malam hari di kediaman Deandra, kedua sahabatnya Andre dan Gino sudah berada di sana.

Mereka tengah fokus mengejakan tugas laporan ketiganya, sambil sesekali menyantap hidangan makanan. Ketiganya kini berada di ruang belajar milik Deandra.

Berbeda dengan Kiana sang adik, yang saat itu tengah gundah di kamarnya. Ia tak bisa terlelap, akibat wajah pria yang mengantarnya tempo hari, selalu terngiang-ngiang di pikirannya.

"Lama-lama gue bosan di kamar, apa ... ke Kak Dean aja, ya? Kata mamah ada teman-teman Kak Dean, siapa tau ada yang wajahnya ngalahin pangeran tampan," ucapnya seraya beranjak dari tempat tidur.

Saat hendak masuk ke ruang belajar sang Kakak, langkah Kiana terhenti, tubuhnya mematung seketika di tempat. Berulang kali ia mengerjapkan kedua matanya, seakan tak percaya dengan sosok Gino yang kini tengah berada di hadapannya, sosok yang beberapa hari ini membuat tidurnya tak nyenyak.

'Pucuk dicinta ulam pun tiba,' ucap Kiana dalam hati, buru-buru ia melangkah pergi dari sana dan hendak kembali ke kamarnya. Ia harus mengganti piyama tidurnya, yang kini melekat di tubuhnya, dan akan memoles sedikit wajahnya, agar terlihat cantik di mata pangerannya tersebut.

Kiana saat ini sangat bersemangat di kamarnya, dengan sesekali ia bersenandung riang di hadapan cermin rias miliknya. Rasanya seperti mimpi di malam hari, oh tidak, maksudnya mimpi di saat keadaan sadar. Pokonya itulah, intinya ia sangat bahagia, bukan hanya namanya, tetapi nomor ponsel, umur dan alamatnya ia harus dapatkan hari ini juga, ia akan mencatat di ingatannya, agar tak lupa lagi untuk bertanya nanti.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status