Share

Empat

Kiana berjalan perlahan, ke arah ruang belajar sang kakak. Jantungnya kian berdegup seiring dengan langkahnya.

"Kak Dean ...," ucap Kiana dengan suara manja.

Dendra dan kedua temannya, ketiganya mengalihkan pandangannya ke arah sumber suara.

"Kiana!" sahut Deandra kaget.

"Kak, Kian bosan," rengek Kiana.

"Eh, ada pangeran tampan," ujar Kiana seraya menatap Gino. Gino hanya melihat sekilas ke arah Kiana, setelah itu ia kembali fokus pada tugasnya.

Deandra dan Andre, keduanya menyeritkan alisnya bingung, ketika mendengar nama julukan Gino dari Kiana.

"Kalian berdua saling kenal?" tanya Andre, ia menatap Gino dan Kiana bergantian.

"Iya, kenal."

"Enggak, kenal."

Kiana dan Gino sama-sama memberikan jawaban, tetapi jawaban keduanya sangatlah berbeda.

Lagi-lagi Deandra dan Andre dibuat bingung melihat tingkah keduanya.

"Kenal, kok. Dia saja yang bohong," ucap Kiana seraya menunjuk Gino.

"Yang benar lo, Gin!" desak Andre.

"Coba aja tanya dia, siapa nama gue," sahut Gino seraya tersenyum miring ke arah Kiana. Kiana yang mendengar hal itu, ia spontan langsung mengigit bibir bawahnya.

"I--iya, iya, Kiana cuman bercanda kok, Kak Andre," sahut Kiana, tanpa mengalihkan pandangannya dari Gino. Deandra dan Andre hanya menggelengkan kepalanya.

"Kak, masih lama, ya?" tanya Kiana seraya terduduk di pangkuan sang kakak.

"Hem," sahut Deandra yang kini kembali fokus ke layar laptopnya.

"Kak, ih! Kiana lagi ngomong nih," ucap Kiana seraya menarik dagu sang kakak, agar berpaling ke arahnya.

'Manja,' batin Gino saat melihat hal itu.

"Apa, Kiana!" sahut Deandra kesal, tetapi setelahnya ia menatap bingung sang adik dengan alis berkerut.

"Kamu mau ke mana Kian, malam-malam begini?" tanya Deandra seraya menyeritkan alisnya.

"Ha? Memangnya, Kiana mau ke mana, Kak?" ucap Kiana dengan raut wajah bingung.

Pletak!

"Aw ...! Sakit tau, Kak!" ucap Kiana kesal, seraya mengelus keningnya yang sakit akibat sentilan sang kakak.

"Habisnya, kamu ditanya bukannya jawab ... malah balik tanya," sahut Deandra.

"Ya, Kiana enggak ke mana-mana kok, Kak," sahut Kiana.

"Terus kenapa kamu make up? Lihat bibir kamu, sudah mirip tante-tante," ujar Deandra seraya menarik bibir sang adik.

Blush!

'Kak Dean bikin malu aja, ih!' Kiana merutuki sang kakak dalam hati. Dengan wajah merona, Kiana melihat ke arah Gino yang kini tengah fokus dengan laptopnya.

"Hei ... malah melamun," ujar Dean.

"Apa, sih, Kak!" sahut Kiana kesal.

"Mau ke mana, kamu? Bukannya tadi kamu pakai pi--" Ucapan Deandra terhenti oleh telapak tangan Kiana yang membekapnya.

"Kakak jangan bawel, Kiana mau tidur," ucap Kiana, ia menyimpan wajahnya di leher sang kakak.

"Ya, sudah," sahut Deandra, sebelum kembali fokus menatap layar laptopnya, Deandra menyempatkan mengecup pucuk rambut sang adik.

"Lo sayang, ya? Sama adik lo?" pertanyaan bodoh itu terlontar dari mulut Andre.

Bugh!

"Sakit, GINO ...!" ucap Andre kesal.

"Gila lo! Jelas sayanglah, 'kan adiknya ogeb," sahut Gino yang juga terikut kesal.

"Bisa diam, 'kan?" tanya Dean seraya menatap kedua temannya tanpa ekspresi. Andre meringis melihat tatapan Dean saat itu, berbeda dengan Gino yang nampak biasa saja, karena sikap mereka hampirlah sama.

Setelah beberapa jam berlalu, Andre dan Gino keduanya berpamitan untuk pulang. Kiana yang telah terlelap, tiba-tiba saja terbangun. Entah bagaimanapun itu, yang jelas dalam tidurnya ia sangat jelas mendengar suara Gino.

"Eh! Kamu sudah bangun, syukurlah. Jadi, Kakak enggak perlu repot-repot gendong kamu," tutur Deandra seraya merapihkan tugas-tugasnya.

"Ih, Kak Dean ngeselin! Kak pangeran tampannya kema---" Ucapan Kiana terhenti, kala melihat tatapan tajam sang kakak mengarah ke arahanya.

"Hehehe ... maksud Kian, teman Kakak tadi kemana?" tanya Kiana seraya menggaruk tengkuknya yang tak gatal.

"Pulang," sahut Deandra cuek.

"Apa! Sudah lama?" tanya Kiana panik. Deandra menyeritkan alisnya ketika melihat kepanikan di wajah sang adik.

"Baru dua menit, kena---" kini giliran Deandra yang menghentikan ucapannya, ketika sang adik tiba-tiba saja pergi dari sana.

Kiana kini tengah berlari menuruni setiap anak tangga, ia hendak menemui Gino.

"Kak Gino, tunggu!" teriak Kiana seraya berlari. Gino menarik nafas dalam, melihat hal itu.

"Apa?" tanya Gino dengan nada datar.

"Akh--aku, min--minta ... nomor ponsel," ucap Kiana denga nafas tersengal-sengal akibat berlari.

"Gak," sahut Gino cuek, ia hendak memasang helm fullfacenya. Namun, semua itu dihentikan oleh Kiana.

"Kak ... kasih Kiana, ya," mohon Kiana dengan memasang wajah pupeyes andalannya. Gino hanya diam seraya menatap Kiana di sampingnya.

"Kak, Kakak siapa, sih?" tanya Kiana. Kali ini nafsanya sudah kembali normal.

"Orang," sahut Gino enteng.

"Ih ... maksud Kiana, namanya Kakak!" sahut Kiana kesal.

"Males kasih tau," sahut Gino lagi.

"Em ... tadi, kayanya Kak Andre panggil Kakak, Gin ... ya, Gin!" ucap Kiana seraya berpikir, dengan jari telunjuk mengetuk-ngetuk dagunya.

"Nama Kakak, Gina ya?" tanya Kiana dengan tatapan menyelidik.

"Ha?" Gino terbelalak mendengar nama Gina, ya kali cowo cool kaya dia bernama Gina.

"GINO, ingat! GINO," jelas Gino dengan wajah kesal.

"Hehehe ... iya pangeran, Kiana pasti ingat kok," sahut Kiana.

"Ya, sudah. Sekarang gue mau balik," ucap Gino hendak memakai helmnya, tetapi kembali dihentikan oleh Kiana.

"Eits, jangan dulu. Nomornya mana, Kak?" tanya Kiana seraya menadahkan telapak tangannya.

"Nih," sahut Gino seraya memberikan uang sepuluh ribu ditangan Kiana.

"Ih, Kak Gino ...! Kiana serius tau," sahut Kiana dengan wajah cemberut.

"Siniin ponsel lo," ucap Gino.

"Aduh, ponsel Kian ada di kamar, Kak," sahut Kiana seraya menepuk jidatnya.

"Aku ambil dulu ya, Kak," pamit Kiana hendak melangkah dari sana. Namun, bahunya dicekal oleh Gino.

"Kelamaan, gue mau balik," ucap Gino.

"Terus bagaimana dong," ucap Kiana memelas. Gino hanya mengangkat bahunya acuh.

"Bagaimana, kalau Kakak saja yang simpan nomor ponsel Kian?" tawar Kiana, seraya menatap lekat wajah tampan Gino.

"Enggak!" sahut Gino cepat.

"Ya, sudah. Jadi, Kak Gino enggak akan pulang, di sini aja biar nanti ditangkap warga, terus kita nikah deh," jelas Kiana seraya tersenyum manis. Gino menggidikkan bahunya ngeri, ketika membayangkan semua itu menjadi kenyataan.

"Eh?" Gino kaget, ketika hendak menyalakan mogenya, kuncinya sudah tak ada di sana.

"Balikin kuncinya?" pinta Gino seraya menatap tajam Kiana.

"Siniin dulu HP-nya, baru Kiana balikin kuncinya," ucap Kiana. Gino menarik nafasnya dalam, lalu tangannya merogoh saku jiketnya.

"Ini, buruan!" titah Gino. Kiana mengembangkan senyum manisnya seraya mengetikkan nomor ponselnya di sana.

"Makasih, Kak Gino. Jangan lupa hubungi Kiana ya, hati-hati di jalan, dah ...!" ucap Kiana seraya menatap punggung Gino yang mulai menjauh.

* * *

Berbeda halnya dengan Deandra, ia telah menyelesaikan tugasnya, dan hendak segera tidur. Namun, pergerakannya terhenti, ketika mendengar notif dari benda pipih miliknya di atas meja.

@Tanpa nama

[Malam, Dean. Besok jemput gue mau? Soalnya mobil Karina di bengkel.]

Pesan dari nomor ponsel yang tak dikenali itu, ada pesan dari Karina.

Deandra menarik nafasnya kasar, ia tau semua itu hanya akal-akalan Karina saja. Namun, ia sangat heran terhadap Karina, apakah stok kesabarannya tak pernah habis. Pasalnya setelah banyak perlakukan tak baik dari dirinya, Karina masih saja bertahan untuk mendekatinya.

Sebelum membalas, Deandra menyempatkan menyimpan kontak Karina.

@Deandra

[Ok.]

Deandra mencoba menuruti keinginan Karina kali ini. Ia akan mencoba untuk membuka hatinya seperti saran Andre dan Gino sahabatnya.

@Karina

[Makasih, Deannya Karin.]

Deandra hanya melihat balasan Karina tanpa berniat membalasnya lagi, setelah itu ia langsung terlelap ke alam mimpi.

Kiana berjalan perlahan, ke arah ruang belajar sang kakak. Jantungnya kian berdegup seiring dengan langkahnya.

"Kak Dean ...," ucap Kiana dengan suara manja.

Dendra dan kedua temannya, ketiganya mengalihkan pandangannya ke arah sumber suara.

"Kiana!" sahut Deandra kaget.

"Kak, Kian bosan," rengek Kiana.

"Eh, ada pangeran tampan," ujar Kiana seraya menatap Gino. Gino hanya melihat sekilas ke arah Kiana, setelah itu ia kembali fokus pada tugasnya.

Deandra dan Andre, keduanya menyeritkan alisnya bingung, ketika mendengar nama julukan Gino dari Kiana.

"Kalian berdua saling kenal?" tanya Andre, ia menatap Gino dan Kiana bergantian.

"Iya, kenal."

"Enggak, kenal."

Kiana dan Gino sama-sama memberikan jawaban, tetapi jawaban keduanya sangatlah berbeda.

Lagi-lagi Deandra dan Andre dibuat bingung melihat tingkah keduanya.

"Kenal, kok. Dia saja yang bohong," ucap Kiana seraya menunjuk Gino.

"Yang benar lo, Gin!" desak Andre.

"Coba aja tanya dia, siapa nama gue," sahut Gino seraya tersenyum miring ke arah Kiana. Kiana yang mendengar hal itu, ia spontan langsung mengigit bibir bawahnya.

"I--iya, iya, Kiana cuman bercanda kok, Kak Andre," sahut Kiana, tanpa mengalihkan pandangannya dari Gino. Deandra dan Andre hanya menggelengkan kepalanya.

"Kak, masih lama, ya?" tanya Kiana seraya terduduk di pangkuan sang kakak.

"Hem," sahut Deandra yang kini kembali fokus ke layar laptopnya.

"Kak, ih! Kiana lagi ngomong nih," ucap Kiana seraya menarik dagu sang kakak, agar berpaling ke arahnya.

'Manja,' batin Gino saat melihat hal itu.

"Apa, Kiana!" sahut Deandra kesal, tetapi setelahnya ia menatap bingung sang adik dengan alis berkerut.

"Kamu mau ke mana Kian, malam-malam begini?" tanya Deandra seraya menyeritkan alisnya.

"Ha? Memangnya, Kiana mau ke mana, Kak?" ucap Kiana dengan raut wajah bingung.

Pletak!

"Aw ...! Sakit tau, Kak!" ucap Kiana kesal, seraya mengelus keningnya yang sakit akibat sentilan sang kakak.

"Habisnya, kamu ditanya bukannya jawab ... malah balik tanya," sahut Deandra.

"Ya, Kiana enggak ke mana-mana kok, Kak," sahut Kiana.

"Terus kenapa kamu make up? Lihat bibir kamu, sudah mirip tante-tante," ujar Deandra seraya menarik bibir sang adik.

Blush!

'Kak Dean bikin malu aja, ih!' Kiana merutuki sang kakak dalam hati. Dengan wajah merona, Kiana melihat ke arah Gino yang kini tengah fokus dengan laptopnya.

"Hei ... malah melamun," ujar Dean.

"Apa, sih, Kak!" sahut Kiana kesal.

"Mau ke mana, kamu? Bukannya tadi kamu pakai pi--" Ucapan Deandra terhenti oleh telapak tangan Kiana yang membekapnya.

"Kakak jangan bawel, Kiana mau tidur," ucap Kiana, ia menyimpan wajahnya di leher sang kakak.

"Ya, sudah," sahut Deandra, sebelum kembali fokus menatap layar laptopnya, Deandra menyempatkan mengecup pucuk rambut sang adik.

"Lo sayang, ya? Sama adik lo?" pertanyaan bodoh itu terlontar dari mulut Andre.

Bugh!

"Sakit, GINO ...!" ucap Andre kesal.

"Gila lo! Jelas sayanglah, 'kan adiknya ogeb," sahut Gino yang juga terikut kesal.

"Bisa diam, 'kan?" tanya Dean seraya menatap kedua temannya tanpa ekspresi. Andre meringis melihat tatapan Dean saat itu, berbeda dengan Gino yang nampak biasa saja, karena sikap mereka hampirlah sama.

Setelah beberapa jam berlalu, Andre dan Gino keduanya berpamitan untuk pulang. Kiana yang telah terlelap, tiba-tiba saja terbangun. Entah bagaimanapun itu, yang jelas dalam tidurnya ia sangat jelas mendengar suara Gino.

"Eh! Kamu sudah bangun, syukurlah. Jadi, Kakak enggak perlu repot-repot gendong kamu," tutur Deandra seraya merapihkan tugas-tugasnya.

"Ih, Kak Dean ngeselin! Kak pangeran tampannya kema---" Ucapan Kiana terhenti, kala melihat tatapan tajam sang kakak mengarah ke arahanya.

"Hehehe ... maksud Kian, teman Kakak tadi kemana?" tanya Kiana seraya menggaruk tengkuknya yang tak gatal.

"Pulang," sahut Deandra cuek.

"Apa! Sudah lama?" tanya Kiana panik. Deandra menyeritkan alisnya ketika melihat kepanikan di wajah sang adik.

"Baru dua menit, kena---" kini giliran Deandra yang menghentikan ucapannya, ketika sang adik tiba-tiba saja pergi dari sana.

Kiana kini tengah berlari menuruni setiap anak tangga, ia hendak menemui Gino.

"Kak Gino, tunggu!" teriak Kiana seraya berlari. Gino menarik nafas dalam, melihat hal itu.

"Apa?" tanya Gino dengan nada datar.

"Akh--aku, min--minta ... nomor ponsel," ucap Kiana denga nafas tersengal-sengal akibat berlari.

"Gak," sahut Gino cuek, ia hendak memasang helm fullfacenya. Namun, semua itu dihentikan oleh Kiana.

"Kak ... kasih Kiana, ya," mohon Kiana dengan memasang wajah pupeyes andalannya. Gino hanya diam seraya menatap Kiana di sampingnya.

"Kak, Kakak siapa, sih?" tanya Kiana. Kali ini nafsanya sudah kembali normal.

"Orang," sahut Gino enteng.

"Ih ... maksud Kiana, namanya Kakak!" sahut Kiana kesal.

"Males kasih tau," sahut Gino lagi.

"Em ... tadi, kayanya Kak Andre panggil Kakak, Gin ... ya, Gin!" ucap Kiana seraya berpikir, dengan jari telunjuk mengetuk-ngetuk dagunya.

"Nama Kakak, Gina ya?" tanya Kiana dengan tatapan menyelidik.

"Ha?" Gino terbelalak mendengar nama Gina, ya kali cowo cool kaya dia bernama Gina.

"GINO, ingat! GINO," jelas Gino dengan wajah kesal.

"Hehehe ... iya pangeran, Kiana pasti ingat kok," sahut Kiana.

"Ya, sudah. Sekarang gue mau balik," ucap Gino hendak memakai helmnya, tetapi kembali dihentikan oleh Kiana.

"Eits, jangan dulu. Nomornya mana, Kak?" tanya Kiana seraya menadahkan telapak tangannya.

"Nih," sahut Gino seraya memberikan uang sepuluh ribu ditangan Kiana.

"Ih, Kak Gino ...! Kiana serius tau," sahut Kiana dengan wajah cemberut.

"Siniin ponsel lo," ucap Gino.

"Aduh, ponsel Kian ada di kamar, Kak," sahut Kiana seraya menepuk jidatnya.

"Aku ambil dulu ya, Kak," pamit Kiana hendak melangkah dari sana. Namun, bahunya dicekal oleh Gino.

"Kelamaan, gue mau balik," ucap Gino.

"Terus bagaimana dong," ucap Kiana memelas. Gino hanya mengangkat bahunya acuh.

"Bagaimana, kalau Kakak saja yang simpan nomor ponsel Kian?" tawar Kiana, seraya menatap lekat wajah tampan Gino.

"Enggak!" sahut Gino cepat.

"Ya, sudah. Jadi, Kak Gino enggak akan pulang, di sini aja biar nanti ditangkap warga, terus kita nikah deh," jelas Kiana seraya tersenyum manis. Gino menggidikkan bahunya ngeri, ketika membayangkan semua itu menjadi kenyataan.

"Eh?" Gino kaget, ketika hendak menyalakan mogenya, kuncinya sudah tak ada di sana.

"Balikin kuncinya?" pinta Gino seraya menatap tajam Kiana.

"Siniin dulu HP-nya, baru Kiana balikin kuncinya," ucap Kiana. Gino menarik nafasnya dalam, lalu tangannya merogoh saku jiketnya.

"Ini, buruan!" titah Gino. Kiana mengembangkan senyum manisnya seraya mengetikkan nomor ponselnya di sana.

"Makasih, Kak Gino. Jangan lupa hubungi Kiana ya, hati-hati di jalan, dah ...!" ucap Kiana seraya menatap punggung Gino yang mulai menjauh.

* * *

Berbeda halnya dengan Deandra, ia telah menyelesaikan tugasnya, dan hendak segera tidur. Namun, pergerakannya terhenti, ketika mendengar notif dari benda pipih miliknya di atas meja.

@Tanpa nama

[Malam, Dean. Besok jemput gue mau? Soalnya mobil Karina di bengkel.]

Pesan dari nomor ponsel yang tak dikenali itu, ada pesan dari Karina.

Deandra menarik nafasnya kasar, ia tau semua itu hanya akal-akalan Karina saja. Namun, ia sangat heran terhadap Karina, apakah stok kesabarannya tak pernah habis. Pasalnya setelah banyak perlakukan tak baik dari dirinya, Karina masih saja bertahan untuk mendekatinya.

Sebelum membalas, Deandra menyempatkan menyimpan kontak Karina.

@Deandra

[Ok.]

Deandra mencoba menuruti keinginan Karina kali ini. Ia akan mencoba untuk membuka hatinya seperti saran Andre dan Gino sahabatnya.

@Karina

[Makasih, Deannya Karin.]

Deandra hanya melihat balasan Karina tanpa berniat membalasnya lagi, setelah itu ia langsung terlelap ke alam mimpi.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status