Halo, terima kasih sudah membaca sampai sini. Aku harap, kamu suka dengan apa yang aku tuliskan. Untuk berinteraksi lebih lanjut, silakan kunjungi ig ku di @navvyda ya (●'◡'●)(●'◡'●)
[Pak Mada : Jenar, di mana kamu?][Pak Mada : Kenapa pergi begitu saja dari griya tawang?][Pak Mada : Angkat teleponmu atau balas pesanku, Jenar.]Jenar menatap gaun pengantin yang harusnya dia kenakan dengan tatapan nelangsa.Gaun berwarna putih itu terlipat dengan rapi di atas ranjangnya seakan-akan menunggu Jenar untuk memakainya.Suatu kemustahilan karena dia sendiri yang mengambil keputusan untuk membatalkan pernikahan dengan sang mantan.[Pak Mada : Apakah semalam aku melakukan kesalahan? Ayolah, jika itu benar, mari kita bicarakan dengan baik-baik. Aku tunggu di kafe yang berada di seberang apartemen. Atau, aku yang akan menyesuaikan tempat denganmu.]Dia melirik ke arah ponsel yang berkedip beberapa kali dan menampilkan nama Mada yang tertera di sana sebelum mendesah pelan lalu menunduk.Setelah sejak semalam terus memikirkan Mada yang mengigau dengan menyebut nama Bianca, Jenar merasa dia tidak bisa bertahan lebih lama lagi di griya tawang.Kendati sampai detik ini dirinya in
"Bagaimana rasanya datang ke acara lelang bersama Mada, Jenar?" tembak Oscar sambil mengaduk minuman yang berada di dalam cangkir.Keluar dari kandang macan, masuk ke dalam kandang harimau.Ini seperti mengantarkan nyawa begitu saja."B—bukan saya, Pak Oscar," jawabnya setelah tertegun untuk beberapa detik kemudian tersenyum canggung.Dia tidak ingin mengakui yang sebenarnya karena Mada menyuruhnya yang demikian."Saya tidak tahu tentang acara charity. Semalam saya tidur di rumah. Saya tidak tahu apa-apa yang terjadi," balasnya disertai gelengan kepala hingga Oscar menipiskan bibir lalu mengembuskan napas panjang."Gaun merah dengan topeng yang warnanya senada itu harus aku katakan cocok denganmu.""Tapi saya—""Tidak apa-apa jika tidak ingin mengaku," potongnya cepat.Oscar mendentingkan sendok kecil dipinggir cangkir kemudian melirik ke arah Jenar sambil menyunggingkan senyum kecil."Mari berpura-pura bahwa saya tidak menghapal tabiat Mada," kekeh Oscar kepada Jenar yang bersemu mera
"Mada?" Mada terlalu sibuk untuk menatap pria yang menjemput Rula, rasanya tidak terlalu asing. "Aku ada urusan genting, jangan matikan teleponnya dan dengarkan saja secara saksama," perintahnya. "Iya tapi ada apa? Hei, aku hanya membahas mengenai Tash sejak awal. Tidak perlu untuk bersikap seperti ini. Kamu tahu, ini seperti kamu sedang memata-matai seseorang." Sejurus dengan jawaban yang diberi, Mada kemudian benar-benar mengabaikan panggilan yang masuk tersebut. Mada terus memicingkan mata dan perlahan bergerak menjauh dari pintu utama kafe untuk mendekat ke arah Rula.Rula sendiri nampak terbahak ketika mendengar si pria yang sepertinya habis menyampaikan kelakar padanya. Keduanya berdiri bersisian, nampak tidak peduli dengan kehadiran Mada.Padahal, Mada sedang serius memantau mereka dari jarak dekat seperti ini. "Kamu tahu, saat aku bertemu dengan Jenar, dia memberiku gaun pernikahannya begitu saja," tukas Rula dengan nada malas."Apakah dia selalu lemah seperti itu?" cibi
"Mada," lirihnya setelah Mada pergi. Jenar berusaha memutar tubuhnya, dia sibuk celingak celinguk mencari keberadaan Mada hingga membuat Oscar menaruh perhatian penuh kepadanya. "Jenar, ada apa?" "Apakah Pak Mada memang seperti itu, Pak Oscar?" bisik Jenar dengan menggeser pelan bokongnya lalu menatap ke arah Oscar yang menganggukan kepala. "Seperti apa?" "Bertanya mengenai suatu hal kemudian pergi begitu saja," katanya disertai sengatan rasa tidak suka setelah ditinggalkan. "Singkatnya, kamu bertanya mengapa Mada menggila karena perempuan yang dia sukai?" Tanpa merasa bersalah sudah melontarkan kata-kata yang bermakna ganda, Oscar justru kembali dengan menyuruput minuman hangat miliknya sedangkan Jenar tercengang sejadi-jadinya. "Bukan seperti itu maksud saya, Pak Oscar," cicitnya merendah setelah tersadar sambil menepiskan rambut dari sudut bibir. "Wajahmu lebih merah dari buah strawberry. Kamu menyadari itu?" goda Oscar. "Pak Mada tidak mungkin menyukai saya dan rasanya it
“Rula?” Mada yang sejak tadi berada di dalam kendaraannya dan menyimak percakapan Rula serta kekasihnya yang dia minta kepada Josh untuk menyadapnya kini hanya mengernyitkan alis. Dia memukul kemudi seraya menekan benda kecil yang menempel pada daun telinganya, berusaha makin dengan perbincangan yang terjalin. “Tidak masuk akal. Tidak mungkin di dunia ini ada sahabat yang sejahat itu,” bisiknya lagi sambil menimbang-nimbang sesuatu di tangan seraya membasahi bibir. Mada ingin mendengarkannya lebih lama lagi, menikmati satu demi satu kata yang diucapkan oleh Rula sampai dirinya tidak sadar bahwa Oscar sudah keluar dari kafe tersebut dengan dipapah oleh Jenar. Ketika suara pintu mobil diketuk dari arah luar, Mada yang berada dibelakang kemudi segera menekan tombol off lalu menjulurkan tangan untuk membuka pintu. “Pap,” panggilnya dengan menunduk kepada Oscar yang dibantu oleh Jenar untuk duduk di kursi penumpang bagian depan. “Apa yang kamu lakukan di sini, Mada?” balas Oscar deng
"Laki-laki macam apa yang membiarkan perempuan pulang seorang diri sementara kamu duduk tenang dibelakang kemudi seperti ini, Mada?" goda Oscar dengan bersiul pelan lalu menepuk perutnya yang membuncit setelah kenyang menyantap hidangan tadi. "Jika papa seusiamu, Jenar pasti sudah akan papa gendong agar duduk tenang pada bagian belakang." "Apa maksud papa?" balas Mada dengan melirik tajam pada Oscar. Oscar terkekeh kecil, dia mendecak-decakan lidah lalu bersiul untuk menatap Mada dengan sorot yang jenaka. "Papa sudah lama tidak berbicara dengan perempuan diluar konteks pekerjaan dan Jenar sepertinya menyenangkan untuk diajak berbicara." "Tidak ada hubungannya denganku, Papa," ketus Mada dengan mengelus kemudi. Mulutnya terbuka kemudian mengatup tertutup. "Papa, tunggu. Dengan apa Jenar pulang?" "Mungkin dengan lelaki lain," seloroh Oscar yang mengguncang Mada.Sejurus kemudian, Mada menoleh ke arah Oscar lalu berdecak. "Berdua dengan lelaki lain?!" Dengan tajam, Oscar melirik
“Apa yang kamu bicarakan?” “Pak Mada, saya—” “Kamu mengatakannya seakan-akan kamu pernah merasakan apa yang terjadi di masa lalu,” ketusnya mendadak tanpa membiarkan Jenar untuk menjelaskan lebih dulu. Sikapnya menjadi kelewat defensif sehingga Jenar terhenyak dan mencoba memundurkan tubuh sebelum terhuyung karena tidak sengaja menabrak orang lain. “Seolah-olah kamu mengetahuinya dengan pasti." Mada berhenti sejenak untuk menarik napas panjang lalu melanjutkannya lagi. "Padahal hanya mendengar selentingan dari orang yang sudah lanjut usia,” terang Mada dengan berdeguk sambil mengepalkan tangan pada kedua sisi tubuh berusaha agar tidak terpancing oleh emosi. “Aku berada di luar negeri selama ini untuk berlibur, bukan untuk bersedih seperti apa yang kamu katakan tadi. Jangan percaya tentang semua yang dikatakan oleh papa, Jenar,” jelasnya dengan susah payah. “Tap—” “Untuk apa aku bersedih?” tanyanya tepat sasaran. Mada berharap bahwa Jenar akan langsung meminta maaf karena sudah
“Apa yang sebetulnya Pak Mada lakukan?”“Membantu.”“Membantu?” ulang Jenar dengan tidak percaya atas apa yang dikatakan oleh Mada.Jemarinya menunjuk liar ke arah mobil serta Josh yang baru saja kembali dengan membuka empat buah cup minuman dingin dan sedikit membungkuk untuk memberikannya pada Oscar yang ada di dalam mobil.“Apakah benar yang dikatakan oleh Pak Oscar tentang Josh mengambil tentengan yang semula aku berikan kepada Rula?” tanya Jenar dengan berbisik ketika Mada menggeret dirinya ke area yang lebih sepi."Benar," aku Mada seada-adanya.“Tentang apa yang aku berikan kepada Rula tadi Itu bukan urusan bapak, apalagi Josh. Tidak ada hubungannya sama sekali,” geramnya.“Jelas ada, Jenar.”“Oh ya?” balas Jenar dengan menyemburkan tawa lalu membasahi bibir sebelum mengubah tumpuan kaki.Keduanya berbicara dengan nada yang terdengar berbisik, berupaya menjaga agar tidak ada yang mendengar celoteh keduanya yang terdengar saling tarik urat.“Tadi aku bertanya kepadamu, apakah be