"Turunkan aku!" Carla memberontak. Jujur saja dia merasa sangat asing dengan tempat yang di maksud Cruz sebagai rumahnya itu. Lagipula sejak kapan rumah sebagus dan semewah itu menjadi rumahnya? Carla rasa itu semua tidak masuk akal sama sekali.
"Kalau kau terus memberontak, kau bisa jatuh."
"Kalau begitu cepat turunkan aku!" ujarnya lagi. Cruz menghela napas dalam. Ia tidak mendengarkan ucapannya dan terus membawa Carla hingga akhirnya mereka tiba di depan sebuah pintu yang kemudian dia dorong dengan tubuhnya lalu membawa Carla masuk. Wanita itu kian panik saat sadar ruangan yang mereka masuki ternyata adalah sebuah kamar berukuran super besar dengan ranjang yang juga tidak kalah besarnya.
"Kenapa kau membawaku kemari?!" teriaknya. Cruz hanya diam tanpa menjawab. Ia membawa Carla menuju sofa dan mendudukkannya di sana. Begitu berhasil bebas dari Cruz, Carla segera bangkit dan menjauh dari Cruz dengan raut wajah kesal, namun Cruz punya refleks yang lebih cepat. Dalam satu gerkan, lelaki itu menahan tubuhnya untuk bangkit. "Siapa kau sebenarnya? Kenapa kau membawaku ke sini?"
"Kenapa kau bersikap seolah kau tidak mengenaliku? Aku ini tunanganmu, ingat? Dan kau memang tinggal di sini. Ini kamarmu!"
"A-apa?" Carla speechless. Ia membelalakkan mata mendengar pengakuan Cruz barusan. "K-kau siapa?"
"Aku tunanganmu! Berhenti bermain-main."
"B-bagaimana mungkin? Kita baru saja bertemu dan kau langsung mengaku sebagai tunanganku? Ini benar-benar tidak masuk akal!"
"Apa maksudmu? Sejak tadi kau bicara seolah-olah kau tidak ingat apapun. Katakan padaku apa yang telah dilakukan oleh si berengsek itu sampai membuatmu tidak ingat apapun begini?" Cruz mencengkram kedua bahunya. Menatap Carla dengan begitu lekat. Carla mendadak diam. Otaknya masih berusaha memproses setiap kalimat yang baru saja terlontar dari mulut Cruz.
Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa aku tidak bisa ingat apa-apa? Dan sebenarnya keadaan macam apa ini? Carla memegangi kepalanya dengan kedua tangan. Memikirkan semua itu benar-benar membuatnya kebingungan, terlebih tak ada jawaban apapun dari otaknya yang bisa menjawab semua pertanyaan yang muncul dalam benaknya. Lalu saat berusaha mencerna semua itu, tiba-tiba atensi Carla beralih pada cermin yang tidak sengaja dia sadari. Cermin itu posisinya berada tidak jauh dari tempatnya berada. Begitu menoleh ke arah cermin, tidak butuh waktu lama untuk Carla sadar. Perempuan itu langsung menjerit histeris begitu sadar tubuhnya tidak nampak di cermin. "KYAAA!"
Cruz ikut terkejut saat Carla tiba-tiba menjerit dengan begitu keras. Ia spontan menoleh ke arah cermin yang sama yang dilihatnya. Tapi dia tidak bisa menemukan apapun selain cermin dengan pantulan mereka di dalamnya. "I-itu..." Carla menunjuk ke arah cermin dengan wajah syok.
"Ada apa? Kenapa kau berteriak? Kau baik-baik saja?" tanya Cruz kebingungan bercampur resah. Carla hanya diam. Dia bergerak, dan baru sadar kalau apa yang dilihatnya adalah benar-benar cermin, dan wanita yang dilihatnya adalah dirinya sendiri. Bahkan setiap gerakannya sungguh mirip dengan gerakan yang juga dilakukan oleh wanita itu di cermin. Cermin? Kalau itu benar-benar cermin, wanita itu mengikuti setiap gerakanku? Aku tidak ada di sana, dan aku hanya bisa melihat lelaki itu dengannya. Tapi kalau wanita itu mengikuti setiap gerakanku, berarti...
Carla melihat wanita yang memiliki penampilan seratus delapan puluh derajat berbeda darinya itu. Ia miliki tubuh yang ramping, mata yang indah dengan kulit putih yang begitu mulus, dan wajah yang benar-benar cantik. Carla memegangi wajahnya sendiri, dan terus memperhatikan cermin. Setiap pergerakannya benar-benar sama persis dengan wanita yang dilihatnya. Ini sangat sullit di percaya. Apakah wanita itu sungguh benar-benar aku?
"Carla?" Cruz mulai cemas. Terlebih Carla menampakkan gelagat aneh. Pria itu segera mendekat, menghampiri wanita yang menjadi tunangannya itu. "Katakan padaku apa yang dilakukan oleh si brengsek itu padamu sampai-sampai kau terkejut begitu melihat cermin?" Cruz berdiri tepat di dekatnya, dan Carla bisa dengan jelas melihat amarah yang tertahan di wajahnya.
***
Waktu berlalu. Sejak pertemuannya dengan pria misterius yang memberikannya sebuah ramalan itu, Carla sama sekali tidak pernah bisa berhenti memikirkannya. Terkadang ada momen dimana Carla terus dibuat kepikirkan dengan setiap kalimat yang terlontar dari bibir lelaki itu, terlebih ramalannya mengenai musuh yang selama ini mengintai.Carla terus bertanya-tanya, siapa yang sebenarnya dimaksud oleh pria itu, dan apakah benar dirinya memiliki musuh. Semua pertanyaan itu bermunculan, dan setiap kali dia merasa kepikiran dengan semua itu, Carla malah jadi semakin bingung, terlebih di tubuhnya saat ini, sama sekali tidak ada ingatan sedikitpun yang berhubungan dengan musuh keluarganya.Hari berganti, dan bulan pun berlalu. Sudah banyak waktu yang Carla lalui, dan semakin lama, kandungannya semakin membesar hingga membuat Carla tidak bisa bergerak dengan bebas. Dia harus ekstra hati-hati dalam melakukan segala kegiatannya karena tidak ingin sampai membuat kandungannya mengalami hal yang tidak
Carla melangkah dengan langkah yang cepat. Berjalan menyusuri jalan kecil di desa. Saat ini dirinya sedang jalan-jalan sembari menghirup udara segar di desa yang tenang, menikmati langit senja yang memerah dan angin sepoi-sepoi yang menyejukkan. Langit senja memberikan sentuhan keemasan pada pemandangan sekitarnya. Dia menikmati kesunyian dan ketenangan, terbuai oleh keindahan alam. Di belakangnya, Hélie dan Susan tampak sangat kesulitan untuk menyamai langkahnya karena Carla berjalan terlalu cepat. Bahkan kini Hélie dan Susan tampak tertinggal jauh di belakang.“Memang tidak ada yang lebih baik dibandingkan berjalan-jalan sambil menikmati sore,” gumam Carla dengan suara pelan. Ketika wanita itu berniat untuk berbelok di jalan di hadapannya, Carla secara tidak sengaja menabrak seorang pria tua hingga membuatnya hampir saja jatuh.“Astaga, maafkan aku,” ucap Carla dengan cemas. “Aku sungguh tidak sengaja. Apakah kau baik-baik saja, tuan?”"Tidak apa-apa, nona. Aku baik-baik saja.” Pria
Dua bulan berlalu sejak mereka berdua mendapatkan kabar kehadiran buah hati mereka, dam setelah Carla mulai terbiasa dengan kondisinya, Cruz lantas menggelar pesta seperti apa yang mereka inginkan. Malam pesta pun tiba, acara malam itu dihiasi dengan lentera-lentera gemerlap dan bunga-bunga yang melimpah. Rumah Carla dan Cruz berubah menjadi tempat magis yang penuh kebahagiaan. Tamu-tamu yang datang sudah mulai berkumpul, dan suasana pesta terasa semakin meriah.Carla, mengenakan gaun yang memperlihatkan kebahagiaan dan kesejahteraannya, memandang sekeliling dengan mata penuh sukacita. Cruz berdiri di sisinya, menatapnya dengan bangga. Mereka berdua berencana untuk membuat pesta ini tak terlupakan."Kau terlihat begitu cantik malam ini," ucap Cruz sambil mencium pipi Carla."Terima kasih, Cruz. Aku tidak sabar untuk mengumumkan kabar baik kita pada semuanya," ujar Carla dengan senyuman bahagia.Pintu rumah terbuka, menyambut kedatangan tamu-tamu yang datang dengan penuh antusiasme. Me
Suasana senja menyelimuti rumah Carla dan Cruz dengan kehangatan. Cruz, yang baru saja mengetahui bahwa Carla mengandung anaknya, begitu bersemangat untuk memberikan kejutan yang tak terlupakan. Dengan senyum cerah di wajahnya, Cruz mengajak Carla ke ruang makan yang dihiasi dengan lilin-lilin beraroma wangi dan bunga-bunga segar."Aku ingin membuat malam ini istimewa untuk kita berdua," ucap Cruz sambil menarik kursi untuk Carla begitu mereka tiba di sana."Apa yang ada di pikiranmu?" Cruz senyuman misterius. Mereka duduk di meja yang indah dengan cahaya lilin yang lembut memancar. Cruz memandang Carla dengan penuh cinta, "Sebenarnya, aku sangat senang mengetahui kita akan menjadi orangtua.""Aku juga, Cruz. Ini berita yang luar biasa.""Ketika aku tahu tentang kehamilanmu, aku ingin memberikan yang terbaik untukmu. Jadi, malam ini adalah permulaan dari serangkaian momen romantis yang akan kita alami bersama."Makan malam mereka disajikan dengan hidangan favorit Carla dan Cruz. Setia
Sesampainya di rumah setelah bulan madu yang penuh kebahagiaan, Carla dan Cruz kembali ke rutinitas keseharian mereka. Cruz mulai sibuk dengan pekerjaannya yang memakan banyak waktu dan energi. Namun, di sela-sela kesibukannya, ia selalu menyempatkan diri untuk mencurahkan perhatian kepada Carla.Sementara itu, Carla dengan sabar senantiasa menanti kepulangannya di rumah. Setelah menikah, dia kini jadi memiliki tujuan lain dengan menanti kepulangan Cruz setiap saat.Malam tiba, suasana rumah mereka berdua diisi dengan cahaya lilin lembut. Carla duduk di sofa, membaca buku sambil menunggu kepulangan Cruz. Setelah sepanjang hari berkejaran dengan tugas dan pertemuan, Cruz akhirnya tiba di rumah dengan senyuman lelah namun penuh cinta."Kau merindukan aku?" tanya Cruz begitu tiba di rumah. Pria itu berjalan menghampiri Carla dengan senyuman di wajahnya. Tiba di dekatnya, Cruz memeluk Carla seraya mencium keningnya. Carla mengangguk dengan wajahnya yang langsung berseri-seri begitu meliha
Pulau kecil yang belum tersentuh oleh keramaian, sebuah surga tersembunyi di tengah lautan, menjadi destinasi liburan romantis bagi Carla dan Cruz. Cruz dengan senyuman misteriusnya memandu Carla keluar dari dermaga, mengungkapkan pemandangan keindahan pulau tersebut.Pulau yang mereka kunjungi terletak di semenanjung barat kerajaan yang memang sudah sering menjadi tujuan wisata untuk para bangsawan dari berbagai kerajaan. Tempatnya yang nyaman di tambah dengan pemandangan yang indah selalu bisa membuat setiap mata terpikat melihatnya."Selamat datang di pulau impian kita," ucap Cruz dengan mata yang berbinar melihat kekaguman di wajah Carla. Wanita itu tampak begitu takjub begitu menyaksikan pemandangan pulau yang tampak begitu indah. Dia bahkan baru sampai, dan Carla sudah bisa melihat keindahan pulau itu.Begitu turun dari kapal, Carla dan Cruz lantas berjalan sebentar. Mereka berdua melewati jalan setapak yang dikelilingi oleh bunga-bunga warna-warni, sampai akhirnya mereka tiba d