Suara langkah kaki yang tergesa-gesa dan bisikan-bisikan dingin memecah keheningan dini hari di luar apartemen Arjuna Wiratama. Naya Kirana, dengan indra duyungnya yang tajam, merasakan gelombang niat jahat mendekat. Ia bangkit dari sofa, matanya memancarkan ketakutan.
Arjuna, yang terbiasa dengan ancaman, segera menyadari ada yang tidak beres. Ia melirik monitor keamanannya. Kamera menunjukkan beberapa pria berbadan tegap, mengenakan jas hitam, bergerak diam-diam menuju unitnya. Di antara mereka, ada seorang pria dengan mata tajam yang memindai setiap sudut. Mereka adalah "pembersih" Jagad Buana.
"Sial! Mereka sudah menemukan kita!" bisik Arjuna, segera meraih tangan Naya Kirana. "Kita harus pergi! Sekarang!"
Naya Kirana, meskipun tidak mengerti sepenuhnya apa yang terjadi, merasakan urgensi dalam suara Arjuna. Ia mengikuti nalurinya dan membiarkan Arjuna menariknya.
Arjuna memimpin Naya Kirana menuju pintu belakang apartemen, menghindari lift utama yang mungkin sudah dijaga. Ia membuka pintu darurat dan mereka bergegas menuruni tangga. Suara langkah kaki mereka berpacu dengan detak jantung Naya Kirana yang berdebar kencang.
"Siapa mereka?" bisik Naya Kirana secara telepati, tanpa sadar mengirimkan pikirannya ke benak Arjuna.
Arjuna tersentak. Ia mendengar suara Naya Kirana di kepalanya, jelas dan tanpa kata. Ia hampir terpeleset di anak tangga. "Kau... kau bisa bicara?" Ia bertanya, bukan dengan mulutnya, melainkan dengan pikirannya sendiri.
Naya Kirana mengangguk. Aku... bisa. Lalu ia mengirimkan gambar-gambar Patih Durjana dari kilasannya. Dia... mengejarku. Mengejar gelang ini.
Arjuna melihat gambar Patih Durjana dan menyadari koneksi. Ia menatap Naya Kirana dengan tatapan tidak percaya. "Kau... kau bukan manusia biasa." Ia ingat keanehan Naya Kirana, bagaimana ia tidak mengerti hal dasar, dan bagaimana ia tidak boleh terkena air. Ini semua mulai masuk akal, dengan cara yang paling tidak masuk akal.
Mereka mencapai lantai dasar. Di luar, hujan mulai turun rintik-rintik, perlahan berubah menjadi hujan deras yang khas Jakarta.
"Sial!" umpat Arjuna. Ia tahu Naya Kirana tidak boleh terkena air hujan. Mereka terperangkap di antara hujan dan para pengejar.
"Mereka mendekat!" suara Naya Kirana bergema di kepala Arjuna.
Arjuna melihat sebuah gang sempit di samping gedung. "Kita ke sana!" Ia menarik Naya Kirana ke dalam gang, mencari tempat berlindung.
Para "pembersih" Jagad Buana sudah berada di lobi, memindai area itu. Seorang dari mereka, yang memiliki alat deteksi aura, menunjuk ke arah gang. "Mereka ke sana! Aku merasakan energinya!"
Hujan semakin deras, mengguyur jalanan Jakarta. Naya Kirana meringkuk di bawah penutup minim, berusaha melindungi kulitnya dari air hujan yang dingin. Setiap tetes yang menyentuh kulitnya membuat kakinya terasa nyeri.
Arjuna melihat Naya Kirana kesakitan. Ia harus bertindak cepat. Ia melihat sebuah payung bekas yang tergeletak di sudut gang. Tanpa ragu, ia mengambilnya, membuka paksa, dan menutupi Naya Kirana.
"Jangan sampai terkena air!" kata Arjuna, suaranya tegang. Ia menarik Naya Kirana lebih dalam ke gang, yang berakhir di sebuah jalan raya yang ramai.
Kilasan Ingatan — Era Majapahit
Adipati Damarjati dan Dewi Tirta melarikan diri dari pengejaran Patih Durjana di tengah hutan yang lebat. Dewi Tirta, yang kini dalam wujud manusia, kesulitan bergerak cepat di medan yang tidak rata. Kakinya terkilir beberapa kali.
"Cepat, Dewi!" bisik Adipati Damarjati, menarik tangan Dewi Tirta. Ia merasakan bahaya yang mendekat. Patih Durjana mengirimkan para prajuritnya yang sudah dikuasai sihir gelap, dan mereka dapat melacak aura Dewi Tirta.
Hujan deras tiba-tiba mengguyur hutan, mengubah tanah menjadi lumpur. Adipati Damarjati segera mencari tempat berlindung. Ia menemukan sebuah gua kecil.
"Masuklah ke sini, Dewi!" perintah Adipati Damarjati. Ia melepaskan jubahnya dan membentangkannya di atas kepala Dewi Tirta, melindunginya dari hujan.
Dewi Tirta merasakan rasa dingin yang menusuk setiap kali air hujan menyentuh kulitnya. Ia menatap Adipati Damarjati, yang kini basah kuyup namun masih melindunginya. Kau... melindungiku.
Patih Durjana dan pasukannya mendekat. Salah satu prajuritnya, yang memiliki indra sihir, menunjuk ke arah gua. "Mereka di sini, Yang Mulia! Aku merasakan aura putri duyung itu!"
"Serbu!" teriak Patih Durjana, tertawa sinis. "Mereka tidak akan bisa lari dari takdir mereka!"
Adipati Damarjati mengacungkan pedangnya, bersiap menghadapi mereka. Ia tahu ia tidak bisa membiarkan Dewi Tirta tertangkap. Ia melihat Dewi Tirta, yang kini lebih pucat karena kedinginan dan ketakutan.
"Dewi, kau harus pergi dari sini!" bisik Adipati Damarjati.
Dewi Tirta menggeleng. Ia tidak akan meninggalkannya. Ia memejamkan mata, fokus pada gelang mutiara hitamnya. Ia mencoba menggunakan kekuatannya untuk membuat dinding air yang lebih besar, tetapi ia terlalu lemah.
Kilasan itu berakhir dengan Naya Kirana merasakan keputusasaan dan rasa dingin dari hujan, namun juga kehangatan dari perlindungan Adipati Damarjati.
Kembali ke Masa Kini
Naya Kirana terengah-engah, merasakan kedinginan dan kelelahan yang sama seperti di kilasannya. Ia melihat Arjuna yang kini basah kuyup karena melindunginya.
"Kita harus ke tempat yang lebih aman," pikir Arjuna, lalu ia memikirkan sebuah rencana. "Aku tahu tempat."
Mereka bergegas keluar dari gang, menyeberangi jalan raya yang ramai, mencari taksi. Arjuna dengan cepat menemukan sebuah taksi kosong dan menarik Naya Kirana masuk.
"Jalan! Cepat!" perintah Arjuna kepada sopir taksi.
Para "pembersih" Jagad Buana melihat taksi itu dan mulai mengejar. Mereka menggunakan mobil-mobil mewah hitam, berusaha memotong jalur taksi.
"Siapa mereka, Bos?" tanya sopir taksi, panik melihat mobil-mobil itu mengejar mereka.
"Orang-orang jahat!" jawab Arjuna singkat. Ia melihat ke belakang. Mobil-mobil itu semakin dekat.
"Naya Kirana, kau bisa merasakan mereka?" tanya Arjuna dalam hati.
Mereka... kuat. Dan mereka... mencari gelang ini. Dia ingin mengambil kekuatanku, pikir Naya Kirana, suaranya di kepala Arjuna penuh kekhawatiran.
"Sopir, putar balik di depan!" perintah Arjuna. Sopir taksi yang kebingungan menurut.
Mobil-mobil pengejar melesat melewati mereka, kehilangan jejak. Arjuna tersenyum tipis. Keahliannya sebagai penipu memang sangat berguna dalam situasi seperti ini.
Mereka tiba di sebuah kondominium tua yang tersembunyi di pinggir kota. Ini adalah salah satu tempat persembunyian Arjuna, sebuah unit yang jarang ia gunakan.
"Di sini aman untuk sementara," kata Arjuna, membimbing Naya Kirana masuk.
Naya Kirana segera mencari kamar mandi. Ia merindukan air. Ia ingin merasakan air membasahi kulitnya, membuatnya merasa kembali ke rumah. Namun, ia ingat larangan Arjuna dan kilasan masa lalunya tentang bagaimana ia berubah wujud di air.
Arjuna melihat Naya Kirana menatap bak mandi. "Tidak. Kau tidak boleh masuk ke air."
Naya Kirana menatapnya dengan mata sedih. Aku merindukan air. Itu rumahku.
Arjuna melihat kesedihan di mata Naya Kirana. Ia tidak mengerti sepenuhnya, tapi ia tahu ada sesuatu yang tersembunyi.
Ia melihat gelang mutiara hitam di pergelangan tangan Naya Kirana. Gelang itu berkedip samar. Ada sesuatu yang menarik dan menakutkan tentang wanita ini. Ia harus mencari tahu lebih banyak. Ia perlu menghubungi timnya.
Di saat yang sama, di markas besarnya, Jagad Buana mengamuk. "Mereka lolos lagi! Dan dia! Dia menyentuh putri duyung itu! Dia pasti sudah melihat gelang itu!"
Ia melihat rekaman CCTV dari apartemen Arjuna. Ia melihat Arjuna yang memegang Naya Kirana, melindunginya dari hujan. Matanya menyala. "Tidak! Gelang itu adalah milikku! Dan putri duyung itu! Dia tidak boleh jatuh ke tangan orang lain!"
Ia memerintahkan anak buahnya untuk melacak setiap jejak Arjuna. Ia tidak akan berhenti sampai ia mendapatkan Naya Kirana dan gelang mutiara hitam itu. Obsesinya semakin kuat.
Kembalinya Naya Kirana bukanlah sebuah rahasia yang bisa disimpan selamanya. Setelah pertemuan pertamanya dengan Putri Anggraini, Bagas Prasetya, dan Kianjaya, berita tentang manifestasinya mulai menyebar di kalangan terbatas di dalam Yayasan Pelestarian Lautan. Tidak ada laporan resmi ke media, tetapi di antara mereka yang berdedikasi pada pelestarian laut, gema "melodi lautan" dan "penjaga baru" mulai menjadi bisikan penuh harapan.Naya Kirana kini tidak lagi terbatas pada keberadaan spiritual. Ia dapat bermanifestasi dalam wujud manusia di daratan, meskipun ia masih mempertahankan aura cahaya dan koneksi mendalamnya dengan air. Ia tidak bisa hidup layaknya manusia biasa, tidak membutuhkan makanan atau tidur, namun ia bisa berinteraksi, berbicara, dan yang paling penting, membimbing.Peran Naya Kirana bagi Yayasan Pelestarian Lautan menjadi tak ternilai. Dengan koneksinya yang langsung dengan lautan, ia bisa merasakan kesehatan ekosistem secara global, mendeteksi ancaman polusi, ata
Cahaya biru yang memancar dari dalam teluk terus membesar, memukau Putri Anggraini. Pusaran air yang lembut itu kini berdenyut dengan ritme yang memukau, memancarkan melodi yang hanya bisa ia dengar di dalam hatinya. Aroma asin laut bercampur dengan wangi bunga-bunga tropis yang tiba-tiba bermekaran di sekitar bibir pantai, seolah alam turut merayakan.Dari pusat pusaran cahaya itu, sosok itu perlahan-lahan mengambil bentuk. Bukan lagi siluet transparan, tetapi sebuah wujud yang nyata, meskipun masih diselimuti aura bercahaya. Rambut panjang sebiru samudra, mata yang memancarkan kebijaksanaan dan kerinduan berabad-abad, dan senyum yang lembut namun penuh kekuatan. Itu adalah Naya Kirana, kembali.Putri Anggraini terkesiap. Ia tidak pernah melihat sesuatu seperti ini. Rasa takutnya lenyap, digantikan oleh kekaguman murni dan rasa koneksi yang mendalam, seolah ia telah menunggu momen ini sepanjang hidupnya. Air matanya menetes, bukan karena kesedihan, tetapi karena keindahan yang luar b
Puluhan tahun telah berlalu sejak kepergian Arjuna Wiratama. Warisannya hidup subur melalui Yayasan Pelestarian Lautan, yang kini dipimpin oleh Bagas Prasetya, dengan Kianjaya sebagai kepala penelitian global. Giok Penjaga Takdir yang pernah menjadi jimat pribadi Arjuna, kini tersimpan di sebuah museum maritim yang didirikan untuk menghormati dedikasinya. Giok itu diletakkan di dalam vitrin kaca khusus, memancarkan cahaya biru samar yang hampir tak terlihat, namun selalu menarik perhatian para pengunjung yang paling peka.Dunia telah banyak berubah. Teknologi semakin maju, namun ancaman terhadap lautan juga semakin kompleks. Meski begitu, berkat fondasi yang diletakkan Arjuna, kesadaran global akan pentingnya menjaga ekosistem laut telah meningkat pesat. Namun, di tengah hiruk pikuk kehidupan modern, lautan mulai menunjukkan fenomena yang tidak dapat dijelaskan secara ilmiah.Di berbagai belahan dunia, para pelaut melaporkan mendengar melodi aneh dari kedalaman laut, sebuah lagu yang
Kembalinya Naya Kirana bukanlah sebuah rahasia yang bisa disimpan selamanya. Setelah pertemuan pertamanya dengan Putri Anggraini, Bagas Prasetya, dan Kianjaya, berita tentang manifestasinya mulai menyebar di kalangan terbatas di dalam Yayasan Pelestarian Lautan. Tidak ada laporan resmi ke media, tetapi di antara mereka yang berdedikasi pada pelestarian laut, gema "melodi lautan" dan "penjaga baru" mulai menjadi bisikan penuh harapan.Naya Kirana kini tidak lagi terbatas pada keberadaan spiritual. Ia dapat bermanifestasi dalam wujud manusia di daratan, meskipun ia masih mempertahankan aura cahaya dan koneksi mendalamnya dengan air. Ia tidak bisa hidup layaknya manusia biasa, tidak membutuhkan makanan atau tidur, namun ia bisa berinteraksi, berbicara, dan yang paling penting, membimbing.Peran Naya Kirana bagi Yayasan Pelestarian Lautan menjadi tak ternilai. Dengan koneksinya yang langsung dengan lautan, ia bisa merasakan kesehatan ekosistem secara global, mendeteksi ancaman polusi, ata
Cahaya biru yang memancar dari dalam teluk terus membesar, memukau Putri Anggraini. Pusaran air yang lembut itu kini berdenyut dengan ritme yang memukau, memancarkan melodi yang hanya bisa ia dengar di dalam hatinya. Aroma asin laut bercampur dengan wangi bunga-bunga tropis yang tiba-tiba bermekaran di sekitar bibir pantai, seolah alam turut merayakan.Dari pusat pusaran cahaya itu, sosok itu perlahan-lahan mengambil bentuk. Bukan lagi siluet transparan, tetapi sebuah wujud yang nyata, meskipun masih diselimuti aura bercahaya. Rambut panjang sebiru samudra, mata yang memancarkan kebijaksanaan dan kerinduan berabad-abad, dan senyum yang lembut namun penuh kekuatan. Itu adalah Naya Kirana, kembali.Putri Anggraini terkesiap. Ia tidak pernah melihat sesuatu seperti ini. Rasa takutnya lenyap, digantikan oleh kekaguman murni dan rasa koneksi yang mendalam, seolah ia telah menunggu momen ini sepanjang hidupnya. Air matanya menetes, bukan karena kesedihan, tetapi karena keindahan yang luar b
Puluhan tahun telah berlalu sejak kepergian Arjuna Wiratama. Warisannya hidup subur melalui Yayasan Pelestarian Lautan, yang kini dipimpin oleh Bagas Prasetya, dengan Kianjaya sebagai kepala penelitian global. Giok Penjaga Takdir yang pernah menjadi jimat pribadi Arjuna, kini tersimpan di sebuah museum maritim yang didirikan untuk menghormati dedikasinya. Giok itu diletakkan di dalam vitrin kaca khusus, memancarkan cahaya biru samar yang hampir tak terlihat, namun selalu menarik perhatian para pengunjung yang paling peka.Dunia telah banyak berubah. Teknologi semakin maju, namun ancaman terhadap lautan juga semakin kompleks. Meski begitu, berkat fondasi yang diletakkan Arjuna, kesadaran global akan pentingnya menjaga ekosistem laut telah meningkat pesat. Namun, di tengah hiruk pikuk kehidupan modern, lautan mulai menunjukkan fenomena yang tidak dapat dijelaskan secara ilmiah.Di berbagai belahan dunia, para pelaut melaporkan mendengar melodi aneh dari kedalaman laut, sebuah lagu yang