แชร์

7. Asta vs Andeas

ผู้เขียน: Yuli F. Riyadi
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2021-08-26 22:41:52
Begini, aku tahu nama manajer advertising itu Andeas Pratama. Tapi aku enggak pernah menyangka kalau Andeas manajerku sama dengan Andeas sepupunya Lula yang beberapa waktu lalu sempat berkenalan denganku di restoran ibunya Lula. Aku baru percaya kalau kota Jakarta sesempit ini.

Senyum Andeas masih sama manis seperti saat pertama kali aku melihatnya. Matanya penuh binar ketika melihatku di depannya.

"Ternyata staf baru itu kamu?" tanya pria itu. Lalu dia mempersilakan aku duduk di kursi tamu.

"Selamat datang di kantor divisi marketing. Semoga kamu betah di sini. Kalau kamu menemukan kesulitan, kamu bisa bertanya sama rekan kamu atau saya juga bisa," sambut Andeas ramah.

Sebenarnya aku agak khawatir bertemu pria itu di sini. Apa dia tahu statusku yang sudah menikah dengan Asta? Kira-kira Lula memberitahu tentang statusku enggak ya?

"Terima kasih, Pak. Mohon bimbingannya."

Andeas kembali tersenyum manis. "Nanti saya suruh Debi buat ajarin kamu beberapa hal. Sambil jalan aja kamu pel
อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป
บทที่ถูกล็อก

บทล่าสุด

  • Tergoda Cinta Teman Satu Kantor   23. Perhatian Kecil

    Aku terjebak di salah satu mal bersama Andeas. Ini tidak sesuai ekspektasi. Ingin menghindari lelaki itu malah jalan berdua tanpa tujuan begini. Sekarang aku bingung mau mencari apa di mal sebesar ini. Karena sebenernya memang aku tidak memerlukan apa pun. Sudah setengah jam kami keluar masuk toko, tapi nggak ada satu barang pun yang aku beli. "Jadi, kamu mau beli apa? Kok kelihatannya bingung banget," tanya Andeas saat kami keluar dari toko ke enam yang aku datangi. Wajah bingung dan cengiran yang aku tunjukkan pasti membuat lelaki itu heran. "Kalau kita makan dulu aja gimana? Capek juga ya keliling mal." Dia terkekeh pelan. Lah, siapa suruh mau ngantar aku? Tiba-tiba saja Andeas menggandeng tanganku lalu melangkah menuju salah satu restoran yang berada di ujung lantai ini. Jujur, aku terkejut. Mataku tidak lepas dari tangannya yang terus menggenggam tanganku tanpa risih. Sementara jantung di dalam rusukku sedang jumpalitan karena kelakuan Andeas. "Deas? Wah, tumben sekali ini

  • Tergoda Cinta Teman Satu Kantor   22. Rencana Outing

    Tidak ada siapa pun saat aku bangun tidur. Semalam aku menunggu Asta sampai larut dan memutuskan tidur dengan harapan keesokan lagi menemukan lelaki itu di sampingku. Namun, ternyata nihil. Sosoknya belum ada. Apa Asta nggak pulang? Aku mengusap wajah dan bergerak menyingkap selimut. Agak sedikit kesal karena ... Astaga, bagiku ini sepele kenapa sih dia harus nggak pulang? Langkahku yang hendak menuju kamar mandi tertahan ketika kepalaku memikirkan sesuatu. "Kalau semalaman nggak pulang, dia nginep di mana dong?" Mendadak aku gusar. Pikiran-pikiran negatif mulai hinggap. Aku memutar langkah dan bergerak meraih ponsel dari atas nakas. Mencoba menghubungi Asta. Terhubung, dan dahiku kontan mengernyit ketika mendengar bunyi nada dering ponsel milik Asta. Sontak kepalaku menoleh ke arah pintu, dan bergegas keluar kamar. Saat pintu terbuka, mataku langsung menubruk sosok Asta yang tengah tidur di sofa. Ada napas lega yang berembus begitu menemukan lelaki itu. "Aku pikir dia nggak pu

  • Tergoda Cinta Teman Satu Kantor   21. Kesal

    Aku menyipitkan mata. Melihat Asta bermuram durja setelah pulang dari membuat cola membuatku heran. Apa ban mobil bocor membuatnya sesedih itu? Aku menghampirinya dan mengambil alih es batu yang dia keluarkan dari freezer. "Kamu melamun?" tanyaku menatapnya sebentar, lalu beralih ke rak atas dapur mengambil tiga buah gelas panjang. "Kok tiga?" tanya Asta saat aku meletakkan gelas-gelas itu ke atas meja dapur. "Iya, Ralin katanya mau ke sini?" "Ralin? Dia mau ke sini? Tumben."Aku mengangguk lalu mulai memasukkan kotak-kotak es batu ke dalam gelas. "Katanya dia habis ke rumah tantenya. Nggak tau tante yang mana." Aku juga baru dengar Ralin punya tante di kawasan ini. "Kamu masih berteman sama dia?" Pertanyaan Asta membuatku terkekeh. "Ya masihlah. Pertanyaanmu aneh." Aku menggeleng lalu memutar badan menghampiri microwave, mengambil pizza yang sudah aku hangatkan. "Meski ini menu nggak sehat, tapi kalau dimakan rame-rame asyik. By the way, kita udah berapa lama nggak makan baren

  • Tergoda Cinta Teman Satu Kantor   20. Debat

    "Kasih aku waktu kamu sepenuhnya buat aku, baru aku akan jauhi Andeas."Itu cuma gertakan sambal. Sumpah, aku nggak ada hubungan apa pun dengan lelaki itu. Minat pun enggak. Tapi melihat Asta kebakaran jenggot seperti ini terasa menyenangkan. "Kamu kan tau kalau aku kerja. Kamu paham enggak sih makin tinggi jabatan seseorang itu akan makin besar pula tanggung jawabnya. Aku bukan makin leyeh-leyeh. Kamu pikir aku ngapain coba?" Aku mengeretakkan gigi di dalam mulut. Apa dia pikir aku tidak tahu. Tapi ya ampun, kesibukannya itu ngalahin presiden? Bahkan weekend pun kadang dia berangkat di saat para stafnya libur. Apa menjadi direktur se-hectic itu? "Kalian mah enak, job desk monoton dan bisa fokus. Kalau aku tetap harus mikir bagaimana cara agar omset terus naik tiap bulannya. Kalau penjualan kurang target siapa yang akan disalahkan? Aku, Ra. Sebagai pemimpinnya. Jadi, jangan kamu pikir pekerjaanku main-main." Asta terus mengomel. Padahal aku cuma minta waktunya. Buat apa dia jungki

  • Tergoda Cinta Teman Satu Kantor   19. Semanis Gula

    Aku lumayan syok saat Andeas ternyata mengajakku ke Bakery & Cafe Lula. Reaksi Lula melihat kami berdua masuk ke kafenya sudah bisa aku duga. Dia menyambut kami dengan senyum lebar, tapi matanya tidak berhenti menatapku dengan pandangan bertanya. "Ada yang mau traktir gue makan es krim katanya," ujar Andeas, tidak peduli dengan tatapan curiga Lula. Dia bergerak mencari meja mendahuluiku. Aku yang nggak ingin Lula bertanya macam-macam pun segera beranjak menyusul lelaki yang berprofesi sebagai manajer merketing itu. Namun, aku ternyata kalah cepat dengan tangan Lula yang tahu-tahu sudah menyambar lenganku. "Kok lo ke sini sama Deas nggak sama laki lo?" tanya Lula dengan suara pelan, kedua alisnya bahkan saling tertaut. "Kan lo yang jorogin gue kemarin pulang bareng dia," Aku mendelik sebal. Lula mengangkat kedua alisnya. "Berlanjut?" "Gue nggak tanggung jawab kalau sepupu lo naksir gue."Kini mata Lula melebar. "Serius lo? ada tanda-tanda?" "Gue ada di sini sama dia apa nggak te

  • Tergoda Cinta Teman Satu Kantor   18. Es Krim

    Aku nggak suka melihat wajahnya yang pura-pura polos itu. Dia spontan mengusap lehernya sendiri. Dengan raut bingung, entah itu hanya dibuat-buat atau bingung beneran. Tapi, justru makin membuatku kesal. "Tanda apa sih, Ra?" tanya dia mengerutkan dahi. Kenapa sih dia mesti pura-pura? Aku nggak bodoh! "Tanya aja sama selingkuhan kamu!" Asta menyipitkan mata. "Selingkuhan apa? Kamu jangan ngadi-ngadi ya, Ra." "Kamu tau pas aku mual pagi-pagi? itu karena aku jijik melihat tanda merah di leher kamu." "Tanda merah apa sih, Ra?" Ternyata Asta menyangkal. Padahal jelas-jelas aku melihat buktinya. Entah itu tanda yang dibuat sadar atau enggak, yang pasti itu tampak dengan jelas di mataku. Dan aku nggak bodoh buat mengsalah-artikan tanda apa itu. Aku menggeram dan tidak ingin membuang waktu berdebat dengan Asta soal pribadi di kantor. Segera aku mengayunkan kaki menuju pintu keluar. "Ra... Raya..." Aku terus melangkah, mengabaikan panggilannya. Kubanting pintu ruangan Asta dengan ke

บทอื่นๆ
สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status