Sandi yang telah sepenuhnya pulih dari luka yang dideritanya, telah kembali ke rumah. Lebih tepatnya, rumah yang disediakan oleh Lestari. Ia begitu menjaga keamanan mantan sahabatnya itu, dari orang-orang yang bisa saja kembali akan melukainya."Bagaimana, sudah kau urus semuanya?"Joni mengangguk mengiyakan.Lestari mendesah lega, karena semua rencana yang telah ia rancang sudah mulai menemui titik terang."Baguslah, kalau begitu tugasmu kali ini adalah mengantarkan anak menantuku ke Rumah Sakit-""Anda serius?"potong Joni. Pria itu nampak menatap wajah majikannya itu begitu serius."Maaf, apabila tindakan saya tidak sopan. tapi, terlalu berisiko jika harus kembali mempertemukan Rangga dengan mantan kekasihnya itu. saya hanya kasihan pada Suci." Lanjutnya tanpa berani memandang wajah Lestari.wanita itu sempat ingin memprotes, namun hal itu urung ia ucapkan karena paham bahwa Joni sudah mengetahui seluk beluk tentang keluarganya.Joni bukan sekedar anak buah Lestari. Namun, pria itu
"Sepertinya, kita salah kamar."Rangga dan Joni saling tatap, lalu mengalihkan pandangannya pada Suci."Apa maksudmu, sayang?" tanya Rangga."Wanita itu, dia tidak mungkin Siska. wajahnya...sama sekali, tidak mirip dengan Siska. aku yak-""Maaf, tapi itulah Siska. wanita yang wajahnya rusak dan bertubuh kurus itu Siska." Potong Joni. Saat Suci akan mematahkan perkataan Joni, seorang dokter dan perawat datang menghampiri mereka."Siapa diantara kalian, yang bernama Rangga?" tanya dokter itu sambil tersenyum."Saya, dok. " Rangga maju selangkah, agar bisa lebih dekat dengan sang dokter bertubuh gempal itu."Saya harap, kedatangan anda bisa sedikit membantu kesembuhan Siska," Mendengar nama Siska disebut, Suci kembali menolehkan kepalanya pada kaca jendela ruangan itu.Suci kembali mendekatkan wajahnya pada kaca jendela ruangan itu. Berkali-kali ia menggelengkan kepalanya, air matanya menetes begitu saja tanpa dapat ia cegah. Siska yang dulu terlihat begitu cantik dengan wajah yang semp
"Siapa kau?" dengan sedikit kesadaran yang masih tersisa, Rangga mencoba untuk memahami situasi ini dan bertanya. Ia menyipitkan matanya, mencoba untuk memandang wajah wanita yang terlihat bergerak gelisah. Rangga menggelengkan kepalanya berulang kali, berusaha untuk tetap sadar walaupun sebenarnya tubuhnya semakin terasa panas dan butuh sesuatu untuk menetralkan rasa panas dalam tubuhnya.Saat dirinya ingin menggendong tubuh gadis yang berada di hadapannya ini, kulitnya terasa terbakar saat bersentuhan dengan kulit gadis itu.Rangga menelan ludahnya berulang kali, mencoba menghilangkan rasa ngilu di bagian kepala dan tubuh bagian bawahnya."Ada yang salah!" ucap Rangga saat menggendong tubuh gadis yang Rangga rasakan begitu ringan.Saat menidurkan gadis itu ke atas kasur, Rangga berusaha untuk melangkahkan kakinya menuju ke kamar mandi. Mungkin dengan berendam dengan air dingin, tubuhnya akan kembali seperti semula.Namun saat akan melangkah, tangannya ditarik sehingga tubuhnya ambr
"Kenapa hanya diam?" Kedua netra hitam dan coklat itu bertemu, dan Rangga dapat melihat raut wajah ketakutan dalam diri wanita yang saat ini berada di hadapannya."Keluar sekarang juga!" Ucap Rangga saat mendapati Suci hanya menggeleng tak mampu menjawab pertanyaan yang diberikan oleh Rangga.Suci berbalik dan membuka pintu, lalu segera keluar dari ruangan Rangga. Rangga kembali duduk di kursi sambil terus mengusap wajahnya dengan kasar. Kalaupun dirinya benar-benar telah menghabiskan malam panas bersama dengan wanita itu, kenapa wanita itu sama sekali tidak menuntut agar Rangga bertanggung jawab atas hal yang ia lakukan.Terlebih Ia tahu, Rangga adalah pemilik perusahaan Roti terbesar di Indonesia. Cabangnya sudah berada di setiap kota-kota besar di Indonesia. Atau, kemungkinan lain adalah wanita itu merupakan orang suruhan partner bisnis yang tidak menyukainya. Tapi, Rangga masih belum terlalu yakin.Suci pun sebenarnya tidak ingin kembali masuk bekerja karena tubuhnya masih teras
'Bodoh sekali aku!'Suci memukul kepalanya saat keluar dari ruangan Rangga. Wanita itu tampak begitu malu karena ucapannya yang tidak dapat dikontrol. Seharusnya ia tidak bertanya hal bodoh seperti itu. Sebagai orang berpangkat rendah, ia harus tahu diri bahwa Rangga bukanlah orang sembarangan yang akan meminjamkannya uang begitu saja. Terlebih saat keduanya telah mengalami insiden tak menyenangkan. Mungkin saat ini Rangga menanggapinya sebagai wanita murahan.Rangga kembali menduduki kursi dan memanggil nama Anton agar masuk ke ruangannya. Anton sendiri diam-diam memperhatikan gerak-gerik Suci saat keluar dari ruangan Rangga. "Kenapa kau menyuruh wanita itu untuk mengantarkan diriku pulang?"Belum juga menduduki kursi, Anton sudah mendapati bahwa dirinya seperti tersangka yang harus menjawab pertanyaan Rangga."Nyonya Rahayu yang menginginkan hal itu. Kau tahu alasannya,""Karena aku belum menikah. Lagipula aku tidak butuh istri, Anton!"Anton hanya menggeleng, malas untuk menanggap
"A-apa?" Suci kebingungan dengan pertanyaan wanita paruh baya itu."Melihat ekspresi wajahmu, sepertinya benar. Dan ini sungguh kabar gembira, ini artinya anakku normal dan bukanlah penyuka sejenis." Jawab Wanita yang tak Suci kenal itu dengan penuh rasa syukur.Suci menggeleng, merasa pernyataan wanita itu begitu aneh di telinganya."Saya tidak mengerti pria yang anda maksud," sanggah Suci berusaha untuk meyakinkan wanita itu."Jaga diri, siapa tahu saat ini kau sedang mengandung anak Rangga."Ucap wanita itu, seraya bangkit dari tempat duduknya, lalu berjalan meninggalkan Suci yang masih kebingungan karena tingkah wanita itu sangatlah aneh. Hamil? Siapa yang hamil? Anak Rangga? Impossible!Setelah Kepergian wanita itu, Suci menatap perutnya yang saat ini masih terlihat datar. Memang benar, pagi itu dirinya bangun dalam keadaan tidak memakai sehelai benangpun di tubuhnya. Tapi, untuk mengingat kembali kejadian itu, jujur Suci sampai sekarang masih belum bisa mengingatnya. Yang Ia
"Apa benar, saat ini kau mengandung anakku?" Suci menahan nafasnya. Pertanyaan Rangga tidak pernah terlintas dipikiran Suci. Pria itu terlampau jujur dan tidak bertele-tele. "Ti-tidak, Pak." Jawab Suci. Bola matanya terlihat bergerak gelisah, hal itu dapat ditangkap oleh kedua mata Rangga. Pria itu tidak berkomentar, Ia memandangi wajah di hadapannya itu, mencari nada kebohongan yang bisa saja Suci ucapkan.Hening.Tidak ada yang bersuara, keduanya sedang dalam pikiran masing-masing. Hal itu membuat Suci harus kembali bersyukur, untung saja Ia tidak benar-benar mengandung anak Rangga. Jika saja hal itu terjadi, mungkin Ia akan mendapatkan teror dari pria ini. "Maaf Pak, jika tidak ada yang ingin bapak katakan lagi, saya harus pergi ke rumah sakit."Rangga hanya diam saja sambil terus menatap wajah Suci. Wajah pria yang terlihat tampan itu kembali mengeras."Jangan mencoba bermain api denganku!"Suci mundur selangkah menjauh dari jangkauan Rangga. Ia tidak ingin berada di dekat pria
6 Tergoda Hasrat"Apa maksud anda, Pak?" Suci bangkit dari tempat duduknya, lalu berdiri tepat di hadapan Rangga."Menikahlah denganku."***Tubuh Suci bergetar saat melihat beberapa perawat dan dokter masuk ke dalam ruangan operasi. Setelah menandatangani surat perjanjian yang disepakati olehnya, Rangga langsung bertindak dan menepati janjinya. Suci tahu, ia telah salah memilih jalan untuk menyepakati kontrak dengan Rangga. Namun, ia tidak memiliki pilihan atau alasan lain untuk menolak hal tersebut. Apapun yang akan terjadi di masa depan, ia harus bisa menanggungnya dan tidak boleh mengatakan kebenaran ini pada ayahnya. "Ayo, ikut denganku." Suci mendongak, menatap wajah pria yang sejak tadi mengikutinya."Tapi, Ayah-""Akan ada orang yang berjaga-jaga. Jadi, kau tidak perlu khawatir." Tegas Rangga, tidak ingin Suci membantah kata-katanya.Suci mengangguk patuh, lalu berjalan mengikuti langkah kaki Rangga.Sesekali ia menoleh ke belakang, menatap ruangan tempat Ayahnya yang saat in