Beranda / Urban / Tergoda Pesona Ibu Mertua / Bab 3. Api yang Mulai Menyala

Share

Bab 3. Api yang Mulai Menyala

Penulis: Galaxybimasakti
last update Terakhir Diperbarui: 2025-03-17 18:49:42

Untungnya, aku sampai di kantor tepat waktu. Namun, pikiranku masih penuh dengan mimpi aneh semalam.

Aku duduk di meja kerja, menyalakan komputer, lalu menatap layar tanpa benar-benar bekerja.

Suara Mama Siska di mimpiku benar-benar terus terdengar di telingaku. Tatapan wajahnya dan juga semua yang dia lakukan di mimpi itu terasa sangat nyata.

Aku benar-benar bingung, kenapa aku bisa mendapat mimpi seperti itu padahal aku tidak pernah berpikir macam-macam pada mertuaku. Apa ini efek dari hasratku yang tidak bisa tersalurkan karena istriku jauh?

Aku menghela napas dalam-dalam, lalu mencoba untuk kembali pada pekerjaanku.

Sebagai seorang desainer grafis, jelas pekerjaanku banyak berurusan dengan aplikasi edit gambar. Kebetulan, kantorku ini salah satu studio desain yang cukup terkenal, banyak mengambil job membuat banyak desain untuk keperluan iklan produk-produk terkenal.

Aku membuka salah satu desain yang sedang aku kerjakan. Karena masih bingung dengan elemen yang sesuai, tanpa sadar aku larut dalam lamunan memikirkan konsep desain itu.

“Raka,” panggil seseorang pelan sambil melambaikan tangannya ke arahku. Aku bisa melihatnya karena kebetulan arah pandangku tidak jauh dari meja kerjanya.

Dia adalah Liana, teman kerjaku. Aku memfokuskan pandanganku ke arahnya, dia sedang tersenyum lebar ke arahku, tangannya masih melambai. Aku langsung membalas senyumannya dengan singkat, lalu kembali fokus pada pekerjaanku.

Namun, tidak disangka, Liana justru datang ke mejaku sambil membawa laptopnya.

“Raka, tolong aku dong. Aku gak ngerti caranya,” kata Liana sambil menunjukkan pekerjaannya kepadaku. Dia menarik satu kursi kosong yang ada di dekat mejaku dan duduk di sebelahku.

Aku melihat desain yang diberikan oleh Liana. Dia menjelaskan apa yang ingin dia buat, dan aku langsung mengerti apa yang dia maksud.

Liana memang pegawai baru, dibandingkan denganku, pengalamannya di dunia desain ini memang berbeda jauh.

“Oh, itu kayak gini, Li.”

Aku langsung menjelaskan apa yang harus Liana lakukan. Aku menunjukkan dengan teliti langkah-langkah yang harus dia lakukan agar nanti dia bisa melakukannya sendiri. Sambil menjelaskan, aku juga sesekali menatap Liana, memastikan apakah dia memahami penjelasanku.

Namun, saat aku selesai menjelaskan, sepertinya perempuan itu justru melamun sambil menatapku dengan senyuman aneh.

“Li, kamu paham gak sama penjelasanku?” Aku menggoyangkan tangannya pelan.

“Eh? A-aku masih belum ngerti di bagian ini,” jawab Liana sambil menunjuk salah satu ikon di layar laptopnya.

“Oh itu …”

Aku kembali menjelaskan dengan perlahan agar Liana mengerti.

Saat aku menyadari Liana kembali melempar tatapan aneh itu, aku sengaja menghentikan penjelasanku untuk melihat apakah sebenarnya perempuan itu mendengarkan aku atau tidak. Dan ternyata, dia memang melamun.

Aku terkikik pelan, lalu menepuk pelan pundaknya. “Heh, kok kamu malah ngelamun?”

Liana tersadar, lalu wajahnya tampak sedikit memerah. “Hah? Nggak kok.”

Aku menggeleng pelan sambil tersenyum. “Udah sana balik kerja lagi. Udah paham juga, kan?”

Liana menggaruk kepala belakangnya sambil tersenyum kecil. Tatapannya kepadaku, entah kenapa rasanya sedikit aneh.

“Nanti aku sama yang lain mau nongkrong, kamu mau ikut gak?” kata Liana tiba-tiba sambil menatapku penuh harapan.

Liana semakin mendekatkan tubuhnya denganku membuatku bisa sedikit mencium aroma parfumnya yang manis. Selain itu, entah kenapa rasanya Liana seperti sengaja mendekatkan tubuhnya kepadaku dan membuat dadanya sedikit menempel di lenganku.

“E–eh, aku gak bisa, Li.” Sekali lagi aku sedikit mundur dan menarik tanganku agar menjauh dari tubuhnya. “Kasian mertuaku di rumah sendirian, soalnya adik iparku lagi di rumah temannya.”

“Yah, sebentar aja gak bisa gitu? Kapan lagi kita bisa nongkrong gini, kan?” Liana tampak sedikit muram.

“Gak bisa, Li. Kasian mertuaku sendirian nanti.”

“Ya udah, kalau gitu nanti kamu mau gak makan siang bareng sama aku?” Liana terus menatapku dengan tatapan yang sepertinya terlihat agak menggoda. “Sama yang lain juga, kok.”

Aku menghela napas pasrah. “Oke, nanti makan siang bareng aja.”

Namun, sebelum Liana kembali bersuara, suara langkah sepatu hak tinggi terdengar mendekat.

"Liana, Raka, pekerjaan kalian sudah selesai?" ucap orang itu yang langsung membuat Liana menarik kembali tubuhnya agar menjauh dariku.

"Be-belum, Bu," jawab Liana gelagapan. Dia langsung duduk dengan tegak, memasang ekspresi lebih serius.

Bos kami, Alicia, berdiri di depan meja dengan ekspresi datarnya yang khas.

Alicia adalah tipe wanita karismatik, bossy, dan dingin. Rambutnya pendek sebahu, selalu rapi. Penampilannya selalu elegan dengan setelan blazer yang pas di tubuhnya, membuat tiap lekuk tubuhnya terlihat dengan jelas sehingga menambah kesan mempesona.

Alicia menatap Liana dengan mata tajam, lalu melirikku sekilas. "Aku nggak masalah kalian ngobrol, tapi kalau pagi begini, aku harap kerjaan tetap jadi prioritas, ya."

Liana buru-buru mengangguk. "Iya, Bu. Siap. Tadi juga kami lagi bahas desain, kok."

Alicia sekali lagi melirikku sekilas. Tatapan itu… meskipun tidak ada senyuman di sana, tapi rasanya seperti ada sesuatu yang berbeda.

“Raka, ke ruanganku sebentar. Ada yang mau aku bahas denganmu,” kata Alicia sebelum akhirnya berbalik dan pergi tanpa menunggu jawabanku.

Namun, aku tetap mengangguk dan mengiyakan ucapannya meskipun dia telah pergi.

Aku menghela napas begitu Alicia pergi. Liana menoleh padaku, lalu berbisik, "Bos kayaknya tertarik sama kamu, deh."

Aku menatapnya tajam. "Hah? Jangan ngawur, Li."

“Lihat aja tatapannya selalu beda kalau ke kamu. Emangnya kamu gak nyadar?” Liana terkikik, lalu bangkit untuk kembali ke mejanya.

"Gak usah sembarangan bicara, Li!"

Aku mengusap wajahku pelan, setelah itu aku berdiri untuk pergi ke ruangan Alicia.

Setelah aku mengetuk pintu ruangan dan mendapat jawaban, aku langsung masuk. Namun, begitu aku masuk, aku langsung melihat bosku itu sedang membungkuk untuk mengambil sesuatu di bawah kursinya. Posisi itu membuatku bisa melihat jelas belahan dadanya karena kerah kemejanya yang sedikit turun.

Aku menelan ludahku dengan susah payah.

“B–bu, Alicia,” panggilku pelan.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Tergoda Pesona Ibu Mertua    Bab 4. Tamu Tak Diundang dan Sentuhan Mama Siska

    Alicia langsung menatapku, tapi posisinya masih belum berubah. Setelah beberapa saat, baru dia bangkit dan duduk lagi di kursinya dengan santai.“Oh, ini Raka, aku mau kasih konsep iklan untuk produk minuman yang kemarin,” katanya dengan santai, lalu menyerahkan satu map dokumen.“Minggu depan desainnya harus selesai, dan kamu ikut aku untuk meeting dengan pihak mereka, ya. Aku kamu kamu jelaskan ke mereka soal desain kita,” lanjutnya lagi.“Baik, Bu,” jawabku, lalu meraih dokumen itu.Aku membuka tiap lembar dokumen dan mempelajarinya sekilas.“Raka, kamu tahu proyek ini cukup besar, kan? Jadi, aku sangat mengandalkanmu sebagai desainer grafis senior di sini,” kata Alicia sambil menatapku dengan dalam.Saat aku menatapnya balik, aku justru menemukan sesuatu yang janggal. Alicia tampak sedang sedikit menggigit bibir bawahnya, seperti sedang sengaja memainkannya. Lalu, entah kenapa tatapan Alicia kepadaku terasa semakin aneh. Matanya seperti menyiratkan sesuatu. Bahkan, aku tidak tahu

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-17
  • Tergoda Pesona Ibu Mertua    Bab 5. Kesetiaan yang Diuji

    Jantungku berdegup keras."Temani bagaimana, Ma?" tanyaku, berusaha terdengar netral.Dia menatapku, lalu tersenyum tipis. "Temani Mama tidur di kamar. Hanya sebentar sampai Mama tidur. Mama masih takut."Aku menelan ludah. Sejujurnya, mimpi semalam masih membuatku merasa canggung untuk berhadapan dengan Mama Siska. Namun, sekarang kondisinya berbeda. Aku juga sedikit khawatir kalau Mama Siska sampai tidak bisa tidur karena ketakutan.Namun, rasanya ini tidak benar. Bagaimana bisa aku menemani ibu mertuaku untuk tidur di kamarnya?“Tapi, Ma …”Mama Siska mengeratkan genggamannya, matanya menatapku dengan lembut. "Mama takut, Raka.""Tapi......" Aku ragu."Di rumah ini hanya ada kita berdua, Nayla masih menginap di rumah temannya. Kalau saja dia ada, Mama akan meminta Nayla untuk menemani." Mama Siska menatapku dengan mata sedikit berair. Sepertinya, dia benar-benar sangat ketakutan.Aku menghela napas pasrah. Sepertinya, pikiranku memang terlalu liar sampai-sampai hampir tega mengabai

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-17
  • Tergoda Pesona Ibu Mertua    Bab 6. Menolak dengan Tegas

    Mama Siska menatapku, ekspresinya sulit diartikan. Ada sesuatu dalam sorot matanya yang jelas tidak seharusnya ada.Namun, saat aku hendak menciumnya lagi, tiba-tiba bayangan wajah Tiara muncul di kepalaku. Aku langsung menegakkan punggungku, menarik tanganku perlahan, lalu berbalik memunggungi Mama Siska lagi. "Ma, ini nggak benar."Ia terdiam, lalu menunduk. Aku bisa melihat jemarinya mengepal di atas selimut. Ada rasa kecewa di sana, tapi juga kesadaran.Aku menghela napas, lalu bangkit dari ranjang. Mata Mama Siska masih tertuju padaku, tapi kali ini berbeda—tidak lagi ada keinginan yang terselubung, hanya ada kelelahan dan sedikit rasa malu."Maaf, Raka…" katanya, suaranya nyaris berbisik.Aku menatapnya sejenak, lalu mengangguk. "Istirahatlah, Ma. Kalau ada apa-apa, panggil saja aku."Tanpa menunggu jawaban, aku melangkah keluar kamar dan menutup pintu pelan-pelan.Aku tidak ingin mengkhianati Tiara, aku berusaha tetap setia dan sabar menunggunya.Di kamarku sendiri, aku duduk d

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-19
  • Tergoda Pesona Ibu Mertua    Bab 7. Pengkhianatan di Balik Malam

    Aku pura-pura tidak mendengar ucapannya dan langsung membantunya berdiri."Ayo saya antar.” Akhirnya aku menggandeng tubuhnya yang lemas, kita berjalan menuju pintu keluar.Namun, ada satu masalah.Aku tidak tahu di mana rumah Alicia.“Bu, di mana alamat rumahmu?” Aku berusaha bertanya padanya.Namun, seperti dugaanku, percuma bertanya kepadanya karena kondisinya yang sudah terlalu mabuk untuk memberi tahu alamat rumahnya. Aku akhirnya memutuskan untuk menyewa satu kamar agar Alicia bisa beristirahat.Sesampainya di kamar, aku menuntun Alicia untuk berbaring di ranjang. Ia menatapku dengan mata setengah sadar. "Raka..." panggilnya dengan suara serak, ia menahan lenganku hingga membuatku tetap menunduk di atasnya"Ada apa, Bu?" tanyaku dengan berusaha tetap biasa saja.Alicia tersenyum miring dan dengan gerakan pelan, satu tangannya mulai membuka kancing blazernya satu persatu. "Apa kamu benar-benar tidak tertarik padaku?" tanyanya, suaranya menggoda. Satu tangannya yang lain mulai

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-19
  • Tergoda Pesona Ibu Mertua    Bab 8. Hasrat Tak Terbendung

    “Mpphh,” lenguh Mama Siska ketika aku langsung menciumnya. Mendapat ciuman dadakan dariku, Mama Siska masih tampak sedikit bingung, ia meremas ujung bajuku dengan erat. Tanganku mulai bergerak semakin liar, bukan hanya menyentuh pahanya, tapi juga menuju ujung pahanya hingga hampir mengenai bagian intinya. Jika sebelumnya aku menolak, kini aku akan melakukan sebaliknya. Aku membuka mataku, dan melepas ciumanku. Aku melirik Mama Siska yang menatapku dengan tatapan terkejut. Ia menggigit bibir bawahnya, aku tahu ia ingin melakukannya, tetapi ada sorot kebingungan di matanya. Namun, aku tidak peduli, aku sudah tidak tahan lagi. Seketika, aku kembali mencium bibirnya. Kali ini bukan ciuman biasa, tetapi ciuman yang begitu bernafsu. Selama ini aku memang tertarik pada ibu mertuaku ini, tetapi aku masih menahannya karena memikirkan statusku sebagai suami Tiara. Mama Siska kembali terkejut melihat aksiku yang sangat agresif. “Nghhh.” Lagi-lagi Mama Siska mendesah lepas saat aku

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-20
  • Tergoda Pesona Ibu Mertua    Bab 9. Kembali ke Rutinitas

    Setelah selesai mandi dan bersiap-siap untuk bekerja, aku segera bergegas pergi. Namun, seperti biasa, Mama Siska sudah menungguku di meja makan. Dia menatapku dengan sorot mata lembut, tetapi penuh ketegasan, lalu mendorong piring berisi sarapan ke arahku.Jika mengingat peristiwa semalam, rasanya aku tidak percaya itu semua bisa terjadi. Tapi dari awal, aku memang tertarik padanya. Walaupun sudah kepala empat, tapi dia masih terlihat awet muda. Dia masih tetap cantik, tubuhnya ramping dan seksi.Setelah tahu Tiara ternyata mengkhianatiku, kini aku tidak akan lagi menjadi seorang suami yang setia."Makan dulu, Raka. Setidaknya isi perutmu sebelum berangkat," katanya.Aku hanya menggeleng sambil tersenyum tipis. "Aku buru-buru, Ma. Kopi saja sudah cukup."Mama Siska menghela napas, tapi tidak memaksaku. Aku meneguk kopiku dengan cepat, lalu beranjak pergi. Namun sebelum aku benar-benar keluar rumah, dia sempat berkata, "Jaga dirimu baik-baik."Lalu, Mama Siska mengusap lenganku dengan

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-23
  • Tergoda Pesona Ibu Mertua    Bab 10. Malam yang Lain

    Aku menyerahkan helm kepada Liana sebelum menyalakan motor. Dia menerimanya tanpa banyak bicara, lalu mengenakannya dengan sedikit canggung. Dari dekat, wajahnya memang terlihat lebih pucat dari biasanya. Saat aku menaiki motor dan menstabilkan posisi, Liana ragu-ragu sebelum akhirnya naik ke jok belakang. Aku bisa merasakan tubuhnya menempel di punggungku, meskipun dia tidak memelukku“Kamu yakin gak mau ke dokter dulu?” tanyaku memastikan lagi.Liana menggeleng pelan. “Gak perlu. Aku cuma capek aja, tadi siang aku lupa makan.”Aku menghela napas, lalu mulai melajukan motor keluar dari area parkir kantor.Beberapa menit berlalu dalam keheningan. Aku hanya fokus mengemudi, sementara Liana masih diam di belakangku. Tapi kemudian, aku mendengar suaranya yang kecil, nyaris tersapu angin.“Tumben kamu mau antar aku pulang, Raka? Dulu kamu kan gak pernah mau bawa cewek lain di motormu.”Aku menoleh sebentar sebelum kembali menatap jalan. “Kan kamu lagi sakit, Li.”Liana terkekeh pelan. “W

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-25
  • Tergoda Pesona Ibu Mertua    Bab 11. Malam bergairah bersama Liana

    Liana langsung menarik tubuhku dan mencium bibirku. Di sela ciuman itu, dia menuntunku untuk berjalan perlahan, hingga akhirnya kami masuk ke kamarnya. Sentuhan bibirnya begitu hangat, lidahnya ia mainkan membuatku semakin bergairah."Ngghh Raka ssshh..." Dia mendesah saat aku memberikan kecupan di lehernya.Kami kembali saling berciuman, kemudian ia mendorongku ke atas kasur. Ia mengambil tasnya yang tergantung di dekat pintu dan mencari sesuatu. Aku terkejut ketika melihat Liana memberiku pengaman."Kok kamu bisa punya ini?" tanyaku penasaran.Liana sedikit menggigit bibir bawahnya, lalu tersenyum aneh. “Itu …”Aku mengerutkan dahi, terus menatapnya. Sejauh yang aku tahu, meskipun Liana mudah bergaul, dia tidak pernah sampai ke arah seperti ini.Kemudian, bayangan Sarah yang tersenyum aneh ketika aku memutuskan untuk mengantar Liana kembali muncul di kepalaku.Ah, sepertinya aku paham sekarang.Aku menatap Liana lalu tersenyum sambil mengangkat satu alis. Liana yang langsung menangk

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-26

Bab terbaru

  • Tergoda Pesona Ibu Mertua    Bab 89. Orangtuaku tahu semuanya

    Langit Jakarta sore itu berwarna jingga, dan aku melaju ke apartemen orangtuaku, hati penuh kehangatan setelah baikan dengan Mama Siska pagi tadi. Motor berhenti di menara kaca yang megah, sekuriti menyapa dengan sebutan “Tuan Muda Raka,” membuatku tersenyum canggung.Di penthouse, Lila menyambutku dengan pelukan ceria. “Kak Raka, akhirnya dateng! Ibu sama Ayah udah nunggu!” katanya, menarikku ke ruang tamu.Aroma kopi dan kue Prancis memenuhi udara, sofa kulit dan jendela panorama menambah kemewahan.Ayah duduk di kursi besar, kemeja linennya rapi, sementara Ibu menyapa dengan senyum lembut, memelukku erat.“Raka, kamu pasti capek kerja seharian,” katanya, tangannya membelai pipiku.Aku tersenyum, merasa seperti anak kecil yang dimanjakan. Lila asyik menunjukkan foto-foto vila kemarin di ponselnya, dan aku duduk, menikmati kebersamaan yang masih terasa seperti mimpi.Ayah menatapku, matanya serius tapi hangat. “Raka, mungkin kita disini hanya tiga hari saja di Indonesia. Bisnis di Pa

  • Tergoda Pesona Ibu Mertua    Bab 88. Kembali baikan dan strategi baru

    Seperti malam kemarin, aku sulit untuk tidur. Hatiku belum tenang sebelum meminta maaf pada Mama Siska, aku harus mencari waktu yang tepat agar bisa berduaan dengannya.Pagi ini aku bangun tidur lebih awal dari biasanya, pukul lima pagi aku segera keluar dari kamar dan berniat ingin berolahraga dulu sebentar. Aku melangkah keluar kamar, berharap menemukan momen untuk bicara. Di dapur, cahaya lampu temaram menyala, dan Mama Siska sudah bangun, mengaduk teh di cangkir, wajahnya lembut tapi penuh beban. Ini kesempatanku.“Ma, bisa bicara sebentar?” tanyaku, suaraku pelan, berdiri di ambang pintu.Dia menoleh, matanya ragu, tapi mengangguk, menunjuk kursi di depannya. Aku duduk, menarik napas dalam, dan mulai berbicara. “Ma, soal di pasar… aku tahu Mama lihat aku pelukan dengan seorang wanita. Itu Bu Alicia, bosku. Mama mungkin belum pernah bertemu dengan dia. Dia nggak lebih dari atasan dan temen biasa, Ma. Hari itu, dia lagi patah hati—pacarnya ketahuan selingkuh. Dia menangis, Ma, dan

  • Tergoda Pesona Ibu Mertua    Bab 87. Kekayaan keluarga Dupont

    Aku berdiri di penthouse apartemen keluarga Dupont, jas Armani biru tua membalut tubuhku, kemeja Gucci terasa lembut di kulit, dan aroma Creed Aventus masih menempel. Rolex di pergelangan tanganku berkilau, sepatu Ferragamo mengkilap, dan kacamata hitam Ray-Ban terselip di saku. Aku memandang cermin, nyaris tidak mengenali pria tampan di depan—bukan Raka dari panti asuhan, tapi seseorang yang seperti keluar dari majalah model.Lila bertepuk tangan, “Kak Raka, kayak aktor Hollywood!” katanya, matanya berbinar. Ayah dan ibu tersenyum bangga, dan aku hanya tersipu, masih canggung dengan kemewahan ini.“Ayo, kita jalan-jalan sekarang melihat bisnis keluarga,” kata Ayah, mengambil kunci mobil. Aku menarik napas dalam, berbisik padanya, “Ayah, tolong cuma tunjukan saja tempatnya, jangan mengenalkan aku pada orang lain. Identitas ini masih rahasia, aku takut nanti mereka akan tahu sebelum waktunya.” Ayah mengangguk, matanya penuh pengertian, dan kami turun ke lobi, di mana Rolls-Royce Pha

  • Tergoda Pesona Ibu Mertua    Bab 86. Keajaiban

    Hari Minggu pagi terasa berat, meski langit Jakarta cerah. Aku duduk di ruang makan, menyeruput kopi, pikiranku terpaku pada Mama Siska. Dia masih marah atas kejadian kemarin—dia melihatku memeluk Alicia—masih menghantui, dan sikapnya yang dingin membuatku gelisah. Aku ingin meminta maaf, menjelaskan bahwa itu bukan seperti yang dia pikir, tapi rumah terasa penuh hambatan. Tiara bersiap pergi, rambutnya diikat rapi, wajahnya penuh senyum palsu.“Mas, aku ada meeting sama klien, mungkin sampai sore,” katanya, mencium pipiku.Aku hanya mengangguk, tidak peduli lagi dengan kebohongannya. Aku tahu dia mungkin bertemu Alex.“Hati-hati, Ti,” kataku, suaraku datar.Nayla, yang libur kuliah, sibuk mengetik di ponsel, berkata akan mengundang teman-temannya ke rumah.“Bang, teman-temanku mau datang, loh! Kita mau bikin pizza bareng,” katanya, ceria."Wah pasti seru, nanti jangan lupa sisain buat Abang." kataku menggodanya."Tenang saja, gak bakal habis di makan semua juga ko."Aku melirik Mama

  • Tergoda Pesona Ibu Mertua    Bab 85. Momen haru bersama keluargaku

    "Ma, aku pamit dulu, kalau nanti Tiara tanya bilang saja aku sedang meeting bersama Reza." kataku berharap Mama Siska memaafkanku."Iya nanti di bilangin," katanya nadanya datar, tetap sibuk memasak.Nayla sedang ada di kamarnya, tapi tadi aku sudah memberitahunya jadi tidak perlu mengatakannya lagi. Akupun segera pergi, aku memanaskan mesin motorku dan pergi menuju apartemennya Claire yang sudah menunggu di tempat biasa. Ketika aku sudah sampai, dia sedang duduk menungguku tersenyum ketika aku datang. Aku memberikan helm padanya, kita segera pergi menuju bandara.Langit Jakarta malam ini berkilau, tapi hatiku tidak menentu bercampur, rasa haru menanti keluargaku, dan luka karena Mama Siska yang masih belum memaafkanku. Aku berdiri menunggu kedatangan orangtuaku di Bandara Soekarno-Hatta, di samping Claire, yang tidak bisa berhenti tersenyum.“Raka, sebentar lagi kamu bertemu dengan orangtuamu! Lila juga ikut, lho,” katanya, matanya berbinar.Aku mengangguk, tanganku menggenggam gant

  • Tergoda Pesona Ibu Mertua    Bab 84. Hati yang sepi

    Aku duduk di meja makan, aroma rendang buatan Mama Siska menggoda, tapi suasana malam ini terasa berat. Mama Siska, yang biasanya ceria dan penuh cerita, kini pendiam, hanya menunduk menyendok nasi. Matanya menghindari pandanganku, dan setiap gerakannya terasa dingin, seperti dinding tak terlihat yang memisahkan kami. Tiara dan Nayla, sebaliknya, ngobrol ceria, tertawa tentang drama Korea yang mereka tonton tadi siang.“Bang, kamu harus lihat episode terbarunya, seru banget!” kata Nayla, matanya berbinar.Aku tersenyum kecil, menimpali seadanya, tapi pikiranku hanya pada Mama Siska. Aku kembali teringat kejadian tadi, dia berlari di pasar dengan wajah datar, melihatku memeluk Alicia, terus menghantui pikiranku. Salah paham itu pasti menyakitinya, dan aku benci diriku karena tidak langsung mengejar. Aku ingin menjelaskan, dan mengatakan jika aku dan Alicia tidak ada hubungan apa-apa, tapi Tiara dan Nayla di meja membuatku terkurung dalam diam.“Ma, rendangnya enak banget,” kataku, berh

  • Tergoda Pesona Ibu Mertua    Bab 83. Salah paham

    Pagi Jakarta terasa sibuk, udara sejuk setelah hujan semalam. Aku bersiap untuk meeting di luar kantor bersama Alicia, Claire, Laurent, dan Pierre, membahas proyek iklan dengan klien baru. Di rumah, Mama Siska menyerahkan bekal, senyumnya menghangatkan meski penampilan barunya masih membuatku mencuri pandang. “Raka, hati-hati di jalan,” katanya, tangannya menyentuh lenganku.“Makasih, Ma,” kataku.Tiara seperti biasa pergi duluan, wajahnya penuh senyum palsu. “Mas, aku pergi duluan, ya,” katanya, mencium pipiku.Aku tersenyum, pura-pura ceria, meski hati ini sebaliknya. Aku melaju ke kantor, pikiranku bercampur antara meeting pagi ini, ancaman Alex, dan kedatangan orangtuaku besok.Meeting di gedung klien di Sudirman berlangsung panjang. Kami mempresentasikan desain iklan, mendiskusikan detail dengan tim pemasaran mereka. Alicia memimpin dengan percaya diri, Claire menjelaskan data pasar, sementara Laurent dan Pierre menambahkan sentuhan teknis. Aku mencatat feedback, sesekali menimp

  • Tergoda Pesona Ibu Mertua    Bab 82. Permainan panas di apartemen

    Alicia duduk di sampingku, matanya berbinar. “Raka, sekarang posisimu jauh lebih tinggi dariku. Keluarga Dupont itu terkenal pengusaha sukses—kamu jauh lebih kaya dari aku! Alex juga mengenal Henri, dan dia akan terkejut kalau tahu kamu anaknya. Bukan hanya Alex, tapi dunia bisnis juga akan heboh,” katanya, nadanya antusias. “Identitasmu akan menjadi senjata ampuh untuk menghancurkan Alex.”Aku mengangguk, merasa lebih tenang. Tapi malam semakin larut, dan suasana apartemen yang hangat, ditambah tatapan lembut Alicia, menciptakan momen yang sulit kuhindari. “Alicia, makasih sudah bantu. Aku nggak tahu apa jadinya tanpa kamu,” kataku, suaraku tulus.Dia tersenyum, tangannya menyentuh lenganku.“Raka, kita adalah tim. Aku selalu ada buat kamu,” katanya, nadanya lembut.Kehangatan itu membawa kami lebih dekat, dan kami berbagi momen intim, penuh kelembutan dan kasih. Entah bagaimana awalnya, bibir kita saling menyatu. Ciuman hangat yang awalnya lembut, kini semakin liar. Sentuhan ini mem

  • Tergoda Pesona Ibu Mertua    Bab 81. Cerita masa lalu

    "Nanti setelah tiba di apartemen, kamu jangan dulu masuk biar kita tidak sedang bersama." katanya.Aku mengangguk, "Baik, aku mengerti." Setelah mobil Alicia masuk apartemen, aku menunggunya dulu agar dia masuk ke dalam. Setelah dia masuk ke dalam, aku mulai masuk masuk dan memarkirkan motorku. Aku berjalan menuju apartemennya, aku sudah pernah ke apartemennya jadi aku sudah tahu. Ketika sudah di depan pintu, Alicia seakan tahu dan dia membuka pintunya. Aku duduk di sofa, memegang segelas jus mangga yang dia tawarkan.“Raka, makan dulu, aku punya pasta enak,” katanya, tersenyum, tapi aku menggeleng sopan.“Belum laper, Alicia. tadi aku sudah makan banyak cemilan di kantor,” kataku berbohong, tersenyum kecil, meski perutku sebenarnya keroncongan. Alicia mengangguk, duduk di sampingku, dan kami mulai mengobrol. Tapi Alicia tetap memberikan aku makanan kecil, dia terus memaksa dan akhirnya aku memakannya juga. Aku menceritakan rencana baru kami melawan Alex dan Tiara—menggunakan orang

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status