Home / Urban / Tergoda Pesona Ibu Mertua / Bab 2. Ujian Semakin Berat

Share

Bab 2. Ujian Semakin Berat

last update Last Updated: 2025-03-17 17:18:35

Setelah selesai mandi, aku langsung duduk dan mengacak rambutku yang masih setengah basah. Napasku masih sedikit berat, pikiranku juga masih terjebak di dalam sisa mimpi semalam.

Mimpi yang tidak seharusnya terjadi.

Desahan Mama Siska yang menggoda, tatapannya, suaranya yang nyaris seperti bisikan, benar-benar membuatku gila. Dia mengajakku untuk bercinta, tapi ternyata semua itu hanya mimpi!

Aku menelan ludah. Dadaku terasa sesak oleh perasaan yang sulit dijelaskan.

Sial. Aku harus berhenti memikirkan ini.

Tok tok!

"Abaaaang!!"

Suaranya yang lembut dan khas itu membuatku tersentak. Aku menoleh ke arah pintu kamar yang masih tertutup.

"Bukain dong, Nayla mau masuk!"

Nayla. gadis itu ternyata masih di rumah.

Aku menghela napas, mencoba mengumpulkan tenaga sebelum berjalan ke pintu dan membukanya. Begitu pintu terbuka, gadis cantik itu langsung melongok ke dalam kamar dengan ekspresi penasaran.

Nayla adalah adik dari istriku, dia baru saja masuk kuliah tahun ini, tubuhnya ramping dan cukup seksi untuk ukuran anak seusianya. Wajahnya mirip dengan Tiara, tapi Nayla lebih tinggi sedikit dan kulitnya lebih putih. Daster merahnya dengan motif karakter kartun, membuatnya terlihat lebih imut.

Namun, yang membuatku sedikit waspada adalah tatapan curiganya padaku. Matanya yang bulat dan jernih menatapku dari ujung kepala sampai kaki.

"Abang kenapa mukanya merah?" tanyanya heran.

Aku mengerjap, lalu buru-buru mengusap wajahku. "Hah? Nggak, biasa aja."

"Ih jangan-jangan, Abang habis mikir jorok ya mentang-mentang gak ada Kak Tiara."

Aku tersentak, bagaimana bisa bocah ini berkata seperti itu. Tapi, aku mencoba untuk tetap tenang dengan tertawa kecil dan mengacak rambutnya. "Sok tau kamu, wajah Abang merah karena tadi habis mandi."

Mata Nayla menyipit, dia menatapku dalam-dalam. "Masa sih? Tapi, kok ngos-ngosan juga? Jangan-jangan, Abang mandi sambil begituan ya?"

Aku nyengir dan mencubit pipinya gemas. "Kamu masih bocah, belum cukup umur. Jangan kepo deh,"

"Waaah! Abang jahat! aku kan sudah 19 tahun, bukan bocah lagi" protesnya sambil memukul pelan lenganku, tapi wajahnya malah terlihat memerah.

Aku terkekeh, lalu berlalu masuk ke dalam kamar sambil terus mengusap rambutku dengan handuk kecil agar cepat kering. Ternyata, gadis itu ikut masuk dan duduk di tepi ranjangku, bibirnya masih terlihat manyun.

"Tetep bocah itu. Kamu sendiri ngapain pagi-pagi ke kamar Abang?" tanyaku sambil meliriknya.

Nayla langsung mengangkat dagunya dengan bangga. "Aku mau kasih tahu kalau nanti sore aku keluar nginep di rumah temanku!"

Aku menaikkan alis. "Oh ya? Udah izin sama Mama?"

Nayla mengangguk cepat. "Udah! Mama kasih izin, kok. Makanya aku bilang ke Abang biar nggak nyariin dan Abang gak pulang kemalaman soalnya kasihan Mama nanti sendirian."

Aku tersenyum kecil dan mengangguk. "Iya. Jangan buat onar di rumah orang ya."

Aku meletakkan handuk kecil itu punggung kursi, lalu menyisir rambutku agar lebih rapi. Sekilas aku melirik Nayla dari pantulan cermin, rupanya gadis itu sedang memperhatikanku.

Nayla menatapku dengan lekat, matanya berbinar-binar, bahkan pipinya tampak sedikit memerah. Namun, setelah itu ia menunduk, menggigit bibirnya seperti ragu-ragu ingin mengatakan sesuatu.

Aku berbalik dan menatapnya heran. "Kenapa, Nay?"

Nayla menggeleng cepat. "Nggak papa!"

Namun, pipinya tampak semakin merah.

Aku mengernyit, lalu tersenyum iseng. "Dari tadi kamu liatin Abang diem-diem. Suka ya sama Abang?"

"Ih mana ada begitu!" Nayla justru tampak sedikit panik, dan membuatku semakin semangat untuk menggodanya.

“Wah, parah nih kamu, bisa-bisanya suka sama suami kakakmu,” kataku dengan nada mengejek.

Aku terus menatap wajah Nayla yang semakin memerah. Nayla langsung bangkit, melompat-lompat panik sambil menutupi wajahnya dengan tangan. Aku benar-benar tertawa lepas melihat reaksinya.

"Gemes banget bocil," godaku lagi.

"ABANGGGG!!"

Ketika Nayla bersiap untuk berdiri dan lari keluar dari kamarku, dia justru tersandung oleh langkah kakinya sendiri karena terlalu panik.

Nayla jatuh dengan posisi tengkurap. Daster dengan panjang di bawah lutut itu otomatis sedikit tersingkap hingga membuat bagian belakang paha Nayla sedikit terlihat. Saat aku mendekat untuk membantunya berdiri, aku justru semakin tidak sengaja melihat bagian atas tubuhnya yang sedikit terlihat karena posisinya yang seperti itu.

“Eh … hati-hati, Nay,” kataku sambil mencoba bersikap biasa saja meskipun sebenarnya sedikit menegang.

Setelah aku membantu Nayla berdiri, gadis itu langsung berlari keluar kamarku.

Aku menghela napas. Dari awal aku menikah dengan Tiara, aku memang merasa Nayla seperti suka padaku, tapi mungkin hanya perasaanku saja. Terlebih, aku selalu memandangnya seperti adikku sendiri, tidak pernah ada pikiran lain.

Aku kembali bersiap untuk pergi kerja. Gara-gara mimpi sialan itu, aku jadi harus cepat-cepat karena bangun kesiangan.

Setelah selesai bersiap dan merapikan kembali tempat tidurku, aku bergegas keluar kamar. Namun, begitu aku melewati ruang makan, aku justru melihat Mama Siska yang sedang menyantap sarapannya dengan santai.

Melihat mertuaku yang sedang duduk di kursi makan dengan daster rumahannya membuat pikiranku kembali terlempar pada mimpi semalam.

Sial!

“Raka, sudah mau berangkat? Gak sarapan dulu?” tanya Mama Siska begitu melihatku.

Aku menelan ludahku dengan susah payah. Adegan ketika Mama Siska menyuapkan sesendok nasi ke mulutnya dengan perlahan membuatku kembali berpikir liar. Aku mengerjap perlahan, berusaha mengusir pikiran itu.

“Eh, ga–gak usah, Ma. Aku kesiangan soalnya,” jawabku sedikit canggung.

Aku langsung melangkah meninggalkan area ruang makan. Namun, Mama Siska justru memanggilku. “Raka.”

Aku menghentikan langkahku dan kembali menoleh ke arah Mama Siska. “I-iya, Ma, kenapa?”

“Nanti kamu langsung pulang aja ya, jangan mampir ke mana-mana. Nayla nanti menginap di rumah temannya,” kata Mama Siska sambil menatapku.

Aku mengangguk pelan. Entah kenapa tatapan itu semakin membuatku teringat pada mimpi semalam.

“Iya, Ma. Tadi Nayla sudah kasih tahu juga. Kalau gitu, aku berangkat dulu ya, Ma.”

Tanpa menunggu jawaban Mama Siska, aku langsung melangkah pergi. Tidak sanggup lagi aku berlama-lama berhadapan dengannya. Perasaan canggung karena mimpi semalam membuatku tidak nyaman.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
hans
***** Lanjut
goodnovel comment avatar
arry gunawan
lanjuuutt bro
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Tergoda Pesona Ibu Mertua   Bab 292. Pesan misterius dan Cewek penggoda

    Mr. Henri dan Mrs. Sariani juga ikut bergabung, membawa suasana keluarga yang semakin hangat.“Besok kalian istirahat dulu, ya. Soalnya lusa Raka sama Siska berangkat ke Swiss. Kami mau bikin makan malam keluarga sebelum mereka pergi,” kata Mrs. Sariani, matanya berbinar bahagia.Namun, di tengah obrolan hangat itu, Sam, yang selama ini lebih banyak diam, terlihat murung di sudut ruangan. Ia memegang ponselnya, scrolling tanpa tujuan, wajahnya menunjukkan beban yang tak diucapkannya. Nayla, yang peka dengan suasana, memperhatikan Sam dari kejauhan.“Sam, kamu kenapa? Kok diem aja?” tanyanya lembut, mendekati kakaknya.Sam mengangkat bahu, tersenyum kecil tapi tak meyakinkan. “Nggak apa-apa, Nay. Cuma capek aja. Besok aku ikut bantu persiapan buat makan malam keluarga, deh.”Namun, matanya tak bisa menyembunyikan perasaan yang lebih dalam perasaan yang masih terpaut pada Nayla dan kenangan yang tak bisa ia lupakan.Malam itu, setelah semua bubar ke kamar masing-masing, Pak Bambang masi

  • Tergoda Pesona Ibu Mertua   Bab 291. Kembali ke apartemen

    Ethan ikut berbelanja, mengambil topi baru, "Aku suka Bekasi, mallnya sangat lengkap."Di mobil kedua, Lila dan Liam jalan-jalan di taman, duduk di bangku sambil makan es krim cone."Liam, es krimnya meleleh nih," kata Lila tertawa, Liam langsung mengusap bibir Lila pakai tisu. "Haha, biar aku bantu. Kamu lucu banget kalau lagi makan."Jack merekam semuanya, "Guys, ini Grand Galaxy! Belanja dulu sebelum lanjut ke tempat lain."Dari mall, mereka lanjut ke Pasar Proyek Bekasi, pasar tradisional yang ramai dengan dagangan murah. Bau rempah dan gorengan langsung menyambut.Nayla bersemangat membeli kain batik, "Ini sangat murah! Untuk souvenir ke Mama Siska."Tom membantu menawar, "Bang, ini bisa kurang gak? Buat pacar aku nih." Penjualnya tertawa, "Bisa dong, mas. Buat Mbak yang cantik, jadi 50 ribu aja."Lila dan Liam membeli jajanan seperti kue cucur dan getuk, "Ini enak, Liam. Cobain deh," kata Lila, menyuapi Liam.Liam tertawa, "Manis seperti kamu, La."Jack dan Ethan membeli buah s

  • Tergoda Pesona Ibu Mertua   Bab 290. Masih di Bekasi

    Setelah dua jam bermain air, mereka merasa lapar dan mampir ke Soto Tangkar Pak Kus, kuliner terkenal di Bekasi Timur. Soto daging sapi dengan kuah santan kental, disajikan dengan emping, bawang goreng, dan sambal."Ini enak banget, dagingnya empuk!" kata Ethan, sambil Nayla rekam review: "Guys, kalian wajib coba soto tangkar di Bekasi!"Tom menyuapi Nayla, "Makan yang banyak ya, Sayang."Lanjut ke Summarecon Mal Bekasi, mal modern dengan toko-toko branded, bioskop, dan food court. Mereka belanja souvenir kecil, Nayla beli baju couple dengan Tom, sementara Lila dan Liam jalan berdua di taman indoor, duduk di bangku sambil makan es krim."Liam, ini seperti date pertama kita," goda Lila.Liam tersenyum, "Bisa jadi, La. Aku suka banget sama kamu."Sore hari, mereka ke Pantai Muara Gembong, pantai alami di utara Bekasi dengan mangrove hijau dan air laut tenang. Mereka jalan kaki di tepi pantai, angin laut sepoi-sepoi.Tom dan Nayla pegangan tangan, mengambil foto sunset. "Ini romantis ban

  • Tergoda Pesona Ibu Mertua   Bab 289. Pergi ke Bekasi

    Pagi itu, matahari baru saja terbit di langit Jakarta yang cerah. Pak Bambang melaju kencang dengan motornya menuju apartemen keluarga Dupont, jantungnya berdegup cepat karena panik.Ia seharusnya hanya izin "pergi sebentar" dari Pak Jamal malam tadi, tapi saking asyiknya permainan bersama Rina dan Sinta di rumah kosong Pak Jajang membuatnya lupa waktu.Malam yang seharusnya singkat berubah jadi berjam-jam penuh gairah dan kenikmatan, desahan, dan hal-hal nikmat yang tak bisa diceritakan."Ya ampun, sudah pagi! Pak Jamal pasti marah," gumamnya, sambil mempercepat gas melewati jalan raya yang mulai ramai.Udara pagi yang sejuk tak bisa mendinginkan keringatnya; ia buru-buru, helmnya basah oleh embun dan keringat campur aduk. Tiba di gerbang apartemen pukul enam pagi, ia parkir motor dengan tergesa, menarik napas dalam sebelum masuk ke pos security.Pak Jamal, yang sedang minum kopi hitam di pos, melihat Pak Bambang datang dengan wajah lelah."Bang, kamu baru pulang? Katanya cuma sebent

  • Tergoda Pesona Ibu Mertua   Bab 288. Lanjut lima ronde

    "Ok sayang, Om kencengin lagi ya," ujar Pak Jajang menambah kecepatannya.Pak Jajang semakin kencang mencengkram pelukannya, buah dada Sinta diremas habis dan goyangan Pak Jajang semakin kencang. Setelah cukup lama, Pak Jajang membalikkan tubuh Sinta, bokongnya di tarik ke atas dan ia menghisap daerah intinya yang sudah becek. Sinta mendesah keras, bagian klitorisnya dimainkan dengan lidahnya hingga cairannya keluar. Setelah itu, Pak Jajang kembali memasukkan benda pusakanya dengan sekali hentakan. Kedua kaki Sinta di pegang erat dan pinggul Pak Jajang semakin bergerak cepat. Pak Jajang mendengar suara desahan dari kamar sebelah, itu suara Rina yang sedang bercinta dengan Pak Bambang. Hingga Pak Jajang dapat ide bagus, ia menggendong Sinta menuju tempat Rina dan Pak Bambang bercinta."Kayaknya seru kalau kita ikut gabung neng, biarin makin seru." ujar Pak Jajang sambil menggendong dan berjalan ke kamar sebelah."Terserah Om aja," Sinta sudah pasrah.Pintu kamar tempat Pak Bambang ter

  • Tergoda Pesona Ibu Mertua   Bab 287. Desahan dua gadis kampus

    Mereka sama-sama berada di dalam kamar, Pak Bambang dan Rina saling berciuman sambil berbaring di atas kasur. Rina berada di atas, sedangkan Pak Bambang berada di bawah. sampai kemudian Pak Bambang membalikkan tubuhnya dan kini ia berada di atas.Mereka saling bertatapan, Rina membelai wajah Pak Bambang, "Om, aku boleh minta sesuatu?"Pak Bambang menatapnya dalam, "Apa sayang?"Rina membelai dada Pak Bambang dengan jari telunjuknya dengan gerakan memutar, "Aku pengen di beliin skincare, boleh gak Om?"Pak Bambang mencubit hidungnya, "Boleh dong, mau beli dimana?""Mmm... beli di mall, belinya sama Om aja. Gimana bisa gak Om?""Tentu dong sayang, tapi harus pas Om lagi libur ya nanti kita kesana.""Boleh Om, makasih ya Om.""Sama-sama, tapi Neng harus muasin Om dulu malam ini dan kamu harus siap layanin Om kapanpun Om mau,""Setuju, Om hubungi aku aja nanti.""Siap sayang, ayo kita senang-senang dulu."Pak Bambang kembali mencium bibirnya, ciuman yang semakin liar dan agresif. Hingga t

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status