เข้าสู่ระบบMr. Henri mengepalkan tangannya. Ia mulai bertanya-tanya, apakah ini ulah para satpam yang lalai, ataukah adiknya sendiri, George, yang sedang menyembunyikan sesuatu yang jauh lebih besar?Di Jakarta, suasana di dalam ruang kerja George semakin memanas. Tirai jendela besar ditutup rapat, hanya menyisakan celah tipis cahaya matahari yang masuk. George dan Lila seolah tenggelam dalam dunia mereka sendiri, mengabaikan fakta bahwa mereka berada di tengah hari bolong dengan risiko ketahuan yang sangat tinggi.Lila masih berada di pangkuan George. Tangannya dengan berani melepas kancing kemeja George satu per satu. “Paman tidak takut jika tiba-tiba Tom atau Liam masuk?” bisik Lila sambil mengecup leher George.George terkekeh, suaranya terdengar sangat percaya diri. “Tom dan yang lainnya sedang asyik di kolam renang. Mereka tidak akan naik dalam satu jam ke depan. Lagipula, pintu ini sudah aku kunci secara elektronik. Tidak ada yang bisa masuk tanpa izin dariku.”“Tapi Sam?” tanya Lila lagi
Pagi di Jakarta dimulai dengan kesibukan yang berbeda. Nayla tampak terburu-buru merapikan tumpukan berkas dan buku referensi di meja makan. Beberapa teman kampusnya sudah menunggu di lobi bawah untuk mengerjakan skripsi bersama di perpustakaan pusat."Maaf ya, Lila. Sepertinya rencana kita melihat penjual soto ayam yang gagah itu harus batal hari ini. Dosen pembimbingku mendadak minta draf bab tiga," ucap Nayla sambil memasukkan laptop ke dalam tasnya.Lila menghela napas pendek, namun ia tersenyum maklum. "Tidak apa-apa, Nay. Skripsi lebih penting. Lagi pula, pria manis itu tidak akan lari ke mana, kan?"Setelah Nayla berangkat dijemput teman-temannya, suasana di penthouse menjadi sedikit lebih santai. Tom, Liam, Jack, dan Ethan memutuskan untuk mengambil hari libur dari kegiatan syuting konten."Badanku pegal semua setelah kemarin berendam lumpur di lokasi banjir," keluh Liam sambil meregangkan ototnya. "Gimana kalau kita berenang saja di bawah? Air dingin sepertinya bagus untuk pe
"Gimana sayang, apa kamu puas?" tanya George, memeluk Lila."Puas banget Paman, aku tidak menyangka jika Paman sangat perkasa dan kuat padahal umurnya tidak jauh dari Ayah." jawab Lila, jari jemarinya menelusuri dada bidang George."Tentu dong sayang, jangan lihat usia tapi cara kerjanya." kata George bangga, mencium kening Lila.Lila semakin erat memeluk George, walaupun tubuhnya penuh dengan keringat tapi justru membuat Lila semakin suka."Kamu mau lagi sayang, seronde lagi yuk!" tawar George, tangannnya meremas buah dadanya Lila."Boleh kalau Paman masih kuat, aku juga pengen lagi. Pisang Paman bikin nagih, besar, panjang keras dan berurat." kata Lila, meremas benda pusaka George yang sudah mengeras.George tertawa lepas, "Gak nyangka, keponakan sendiri ketagihan pisang Pamannya sendiri. Nanti akan Paman kasih, kamu bilang saja kalau kamu mau." George mulai duduk, bersandar di ranjang. "Hisap dulu sayang kalau kamu suka!"Lila bangkit, dia berjongkok di depan George. Kedua tanganny
Sementara itu di kamarnya George, tidak kalah panasnya. George menarik tubuh Nayla ke atas kasur, mencium bibirnya dengan penuh nafsu. Dan kini sekarang, Nayla sudah tidak ada lagi sehelai benangpun menutupi tubuhnya. "Tunggu paman, nanti kalau Tom ke kamarku gimana?" Tanya Nayla cemas."Tenang saja, tadi mereka masih sibuk editing kan. Pokoknya sebelum mereka selesai, aku pastikan kita sudah selesai." Kata George meyakinkan."Baik paman, setelah aku nanti giliran Lila. Dia sudah penasaran banget pengen sama kamu." kata Nayla mengingatkan."Tenang saja, tadi aku katakan tunggu giliran kan. Dia pasti sedang nunggu di balkon, jika nanti Tom atau Liam cari kamu, ada Lila yang akan membereskan semuanya, pasti aman." Kata George membelai rambut Nayla.Hingga akhirnya Nayla sudah tidak khawatir lagi, dia bisa bercinta dengan George dengan tenang.George membuka semua pakaiannya, benda pusakanya yang sudah sangat mengeras ingin segera terbebaskan. Benda pusaka George menjulang tinggi, membu
Di dalam pos satpam, mereka bertiga semakin bernafsu. Pak Bambang terus menggerakkan pinggulnya tanpa henti, sementara Rina sangat asik menikmati benda pusaka Pak Jamal."Gantian Bang, pengen ngerasain juga." pinta pak Jamal, memandang Pak Bambang yang keenakan bergoyang."Ok Mal, tentu saja." Jawab Pak Bambang, menghentikan goyangannya.Mereka bertukar posisi, Pak Jamal bangkit sementara Pak Bambang duduk di sebelahnya. Sekarang posisi Rina terlentang, kakinya di buka lebar-lebar dan Pak Jamal siap memasukkan benda pusakanya. Dengan sekali hentakan saja, benda pusaka Pak Jamal melesat masuk sampai dalam."Ahhh enak banget, sangat menjepit.." desah Pak Jamal, melenguh keras.Pak Jamal menggerakkan pinggulnya dengan kencang, tubuh Rina ikut bergoyang-goyang. Sementara Pak Bambang yang berada di sebelahnya, mulai berlutut di dekat wajah Rina, dia menyodorkan benda pusakanya agar di nikmati oleh Rina."Lihat neng Rina Bang, dia beruntung menikmati dua pisang sekaligus." Kata pak Jamal, m
Kali ini, Siska langsung dikelilingi oleh banyak anggota keluarga. Mrs. Sariani, dengan bangga, selalu menjelaskan status kehamilan Siska.“Kami sudah siapkan tea time di kebun. Tapi Siska, kamu duduk di sini saja. Jangan terlalu banyak bergerak,” ujar salah satu putri Bibi Angeline, menuntun Siska ke sofa empuk.Siska diperlakukan seperti ratu. Semua orang ingin tahu tentang kehamilannya, tentang ngidam-nya, dan tentang prediksi jenis kelamin bayi.“Kamu harus makan ini, Siska. Ini tart apel buatan tangan. Bagus untuk janin,” kata sepupu Raka, memberikan piring tart yang tampak lezat.Marc Dubois, sepupu Raka yang tinggi dan good looking, juga ada di sana. Marc, meskipun tidak berani mendekat karena ada Raka, terus saja menunjukkan perhatiannya pada Siska.“Siska, apakah kamu merasa dingin? Biar aku ambilkan selimut dari dalam,” tawar Marc sopan.Raka segera menyahut, sedikit kesal dengan perhatian Marc yang berlebihan. “Terima kasih, Marc. Tapi aku sudah membawa jaket untuknya.”Mes







