Home / Urban / Tergoda Pesona Ibu Mertua / Bab 95. Ancaman baru

Share

Bab 95. Ancaman baru

last update Huling Na-update: 2025-05-10 12:10:30

Makan malam selesai, dan suasana rumah terasa hangat dengan canda Nayla dan senyum Mama Siska. Tapi saat kami hendak membereskan bekas makan, tiba-tiba terdengar ketukan keras di pintu depan.

“Siapa tamu malam-malam begini?” tanya Mama Siska, tapi aku segera menghentikannya, jantungku berdegup kencang.

Setelah pesan ancaman Alex kemarin, mungkin itu ulah Alex dan aku tidak ingin Mama Siska celaka.

“Biar aku saja yang membukanya, Ma,” kataku, berjalan ke pintu.

Aku membuka pintu secara perlahan, tapi tidak ada siapa-siapa. Jalanan di luar sepi, hanya suara angin dan lampu jalan yang redup.

Aku memanggil-manggil, “Halo? Apa ada orang?” tapi tidak ada jawaban.

Saat aku hendak menutup pintu, mataku menangkap kotak kecil di lantai, mirip paket ancaman dari Alex di kantor dulu. Tulisan tangan di atasnya bertuliskan namaku.

Aku mengambil kotak itu, tanganku gemetar, dan menutup pintunya takut mereka melihatnya. Di dalamnya ada foto-foto—aku dan Alicia, tapi bukan foto biasa. Gambar-gambar
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Locked Chapter

Pinakabagong kabanata

  • Tergoda Pesona Ibu Mertua    Bab 97. Kesabaranku habis

    Aku tiba di rumah pukul sepuluh malam, tubuhku terasa lelah setelah diskusi panjang dengan Claire dan ancaman terbaru Alex. Kalung Dupont di leherku terasa berat, mengingatkanku pada tanggung jawab sebagai pewaris keluarga. Tapi yang mengejutkan, Tiara ada di ruang tamu, duduk di sofa dengan wajah canggung, bukan kebiasaannya menungguku.“Mas, kenapa baru pulang?” tanyanya, nadanya biasa tapi matanya penuh curiga.“Habis meeting,” jawabku singkat, melepas sepatu, berharap dia tidak bertanya lebih.Tapi Tiara berdiri, mendekat, suaranya kini tajam.“Tadi jam tujuh aku lewat kantormu, gerbangnya sudah di tutup. Pedagang soto di depan bilang, kamu sudah pulang dari sore. Meeting di mana, Mas? Sama siapa?” tanyanya, nadanya menuntut.Aku menahan napas, amarah mulai membuncah. Dia, yang selalu membohongiku, berselingkuh dengan Alex, berani menuduhku?“Aku meeting di luar, Ti. Biasa, urusan design iklan,” kataku, berusaha tenang.Tapi Tiara menggeleng, matanya menyipit.“Jangan bohong, Mas.

  • Tergoda Pesona Ibu Mertua    Bab 96. Saatnya pembalasan

    Jam makan siang tiba, dan aku bergegas ke ruangan Alicia, membawa paket misterius yang kini terasa seperti bom waktu. Setelah ancaman Alex semalam—foto-foto itu dan serangan di gang—aku tahu ini darinya. Alicia mengunci pintu, wajahnya tegang saat aku membuka paket. Di dalamnya, ada tumpukan foto—aku dan Alicia, tapi wajah kami dicoret-coret dengan tinta merah, seolah penuh dendam.Ada juga kertas dengan tulisan tangan:[“Raka, sebaiknya kamu segera mengundurkan diri dari pekerjaanmu sekarang, atau kalau tidak cepat atau lambat hubunganmu dengan Alicia akan terekspos ke publik.”]Alicia mengepalkan tangan, wajahnya memerah. “Ini keterlaluan! Alex pikir dia bisa main kotor begini?!” serunya, mengambil foto-foto itu dan meremasnya. “Ini nggak cuma nyerang kamu, Raka—nama baikku juga dipertaruhkan! Kalau foto ini disebar, aku bisa kehilangan kredibilitas, apalagi dengan masalah Daniel!”Aku mengangguk, merasa bersalah karena Alicia terseret lebih dalam.“Alicia, biar aku yang atur semuan

  • Tergoda Pesona Ibu Mertua    Bab 95. Ancaman baru

    Makan malam selesai, dan suasana rumah terasa hangat dengan canda Nayla dan senyum Mama Siska. Tapi saat kami hendak membereskan bekas makan, tiba-tiba terdengar ketukan keras di pintu depan.“Siapa tamu malam-malam begini?” tanya Mama Siska, tapi aku segera menghentikannya, jantungku berdegup kencang. Setelah pesan ancaman Alex kemarin, mungkin itu ulah Alex dan aku tidak ingin Mama Siska celaka.“Biar aku saja yang membukanya, Ma,” kataku, berjalan ke pintu. Aku membuka pintu secara perlahan, tapi tidak ada siapa-siapa. Jalanan di luar sepi, hanya suara angin dan lampu jalan yang redup.Aku memanggil-manggil, “Halo? Apa ada orang?” tapi tidak ada jawaban.Saat aku hendak menutup pintu, mataku menangkap kotak kecil di lantai, mirip paket ancaman dari Alex di kantor dulu. Tulisan tangan di atasnya bertuliskan namaku.Aku mengambil kotak itu, tanganku gemetar, dan menutup pintunya takut mereka melihatnya. Di dalamnya ada foto-foto—aku dan Alicia, tapi bukan foto biasa. Gambar-gambar

  • Tergoda Pesona Ibu Mertua    Bab 94. Permainan di mulai

    Pagi di kantor terasa berbeda saat aku melihat Liana di mejanya, rambutnya terikat rapi, tapi matanya masih menyimpan duka. Sarah mengatakan dia telah kembali setelah ayahnya meninggal, dan aku merasa bersalah karena mengabaikannya akhir-akhir ini.Aku mendekat, suaraku pelan, “Li, kamu baik-baik saja? Aku turut berduka cita atas kepergian Ayahmu.”Dia menoleh, tersenyum kecil, wajahnya terlihat lelah tapi tetap terlihat tegar.“Makasih, Raka. Ayah… tiba-tiba saja pergi. Ayah tekena serangan jantung,” katanya, suaranya gemetar. Dia bercerita bagaimana dia pulang ke kampung halamannya, merawat ibunya yang patah hati, dan menahan tangis di pemakaman sang Ayah. Aku mendengarkan, hati ini begitu tersentuh—kehilangan orang tua pasti sangat berat, dan aku tahu rasanya hidup tanpa keluarga. Selama bertahun-tahun ini aku sendiri, hingga aku menemukan keluargaku. “Aku yakin pasti kamu kuat, Li. Kalau kamu perlu apa-apa, bilang aku aja, ya,” kataku, tulus.Liana mengangguk, matanya berkaca-ka

  • Tergoda Pesona Ibu Mertua    Bab 93. Perasaan tulus pada mertuaku

    Malam ini terasa sejuk saat aku melaju pulang dari apartemen orangtuaku, pikiranku penuh haru setelah perpisahan dengan Ayah, Ibu, dan Lila. Kalung Dupont di leherku terasa hangat, simbol keluarga yang kini jadi bagianku. Tapi saat berhenti di lampu merah, mataku menangkap sosok familiar di trotoar—Liana? Rambutnya terurai, wajahnya tampak bingung, seolah menunggu seseorang. Bukankah dia masih di kampung karena ayahnya meninggal? Aku mengerutkan dahi, hati ini terbelah.Akhir-akhir ini, aku sengaja menjauhi Liana, merasa tidak enak dengan Reza, yang kini justru acuh padanya. Tapi Liana, tetap saja tidak berubah walaupun aku acuh padanya. Dia memang keras kepala, tapi aku tidak bisa membalas perasaannya. Menerima perhatiannya hanya akan membuatnya semakin berharap, dan aku tidak ingin menyakitinya lebih jauh. Tapi melihatnya begitu kebingungan, hati ini tergelitik—meski aku tersakiti oleh Tiara, aku masih punya empati. Aku hampir turun dari motor untuk mendekatinya, tapi ojek online t

  • Tergoda Pesona Ibu Mertua    Bab 92. Kembali ke Paris

    Jam makan siang tiba, dan Alicia mendekatiku di kantor, suaranya pelan.“Raka, kita makan siang di luar, aku mau bahas tentang Daniel. Bilang saja mau meeting, agar mereka tidak curiga.” Aku mengangguk, masalah ini cukup kita berdua saja yang tahu dan mungkin Alex masih mengawasi jika aku terlihat mencurigakan. Kami pamit pada mereka termasuk Claire, berpura-pura membawa dokumen proyek, dan melaju ke restoran kecil di pinggir kota, tersembunyi dengan bilik-bilik privat. Suasananya sepi, hanya beberapa pelanggan, cocok untuk obrolan rahasia.Kami memesan makanan dan jus, lalu Alicia mulai bercerita, matanya berbinar.“Semalem usahaku sukses, Raka. Aku sengaja memancing Daniel—aku bilang jika aku ingin putus, dan dia marah besar, ngomong kasar, bahkan mencoba menarik tanganku. Orangtuaku, yang sembunyi di ruang sebelah, langsung keluar. Daniel kaget, nggak bisa mengelak lagi. Ayahku marah, langsung putusin pertunangan. Daniel pergi dengan muka merah,” katanya, tersenyum lega.Aku ikut

  • Tergoda Pesona Ibu Mertua    Bab 91. Lanjut di kamar mandi, hampir saja ketahuan!

    Mama Siska tertawa kecil, "Dasar anak muda, nafsunya besar."Aku tersenyum nakal, "Jadi gimana aku dikasih gak?"Dia hanya tersenyum, itu menandakan jika dia juga menginginkannya. Aku segera membuka pakaianku, aku cium bibirnya dan aku remas buah dadanya. Badannya licin oleh sabun, benda pusakaku sudah sangat berontak sangat keras seperti baja.Aku membungkuk mencari sarang, aku masukkan benda pusakaku ke dalam sarangnya. Karena badannya penuh oleh sabun, hanya satu gerakan saja kita sudah menyatu."Ahh punya kamu gede banget Raka," Mama Siska merintih, tangannya mencengkram erat lenganku."Tapi kamu suka kan? Yang gede lebih enak dan puas." kataku tertawa puas.Dia pun tertawa kecil dan mencubit hidungku. Posisinya kurang nyaman, mungkin karena aku lebih tinggi. Akhirnya aku angkat tubuhnya, aku dorong tubuhnya sampai menyentuh dinding. Aku gerakan pinggulku secara perlahan sambil mencium bibirnya. Suara kucuran air, membuat suara hentakanku tersamarkan. Kita harus segera menyelesai

  • Tergoda Pesona Ibu Mertua    Bab 90. Tidur di kamar mertuaku

    Malam ini, aku melaju pulang dari apartemen orangtuaku, angin Jakarta menyapu wajahku, membawa perasaan lega yang lama tak kurasakan. Menceritakan soal Tiara dan Alex kepada Ayah, Ibu, dan Lila seperti melepaskan beban berat dari pundakku. Dukungan mereka—kekhawatiran Ayah, pelukan Ibu, dan semangat Lila—membuatku yakin masalah ini akan selesai. Dengan koneksi Ayah, Alex tidak akan lolos, dan Tiara akan menyesal di ulang tahunnya nanti. Tapi pikiranku melayang ke pertanyaan mereka soal Alicia. Nada ingin tahu Ibu dan godaan Ayah seolah mengira aku punya hubungan dengannya. Aku menggeleng sendiri di bawah helm—yang kucintai hanyalah Mama Siska.Mama Siska, wanita yang selalu jadi pilar hidupku, yang pemaaf dan penuh kasih. Tapi aku tersentak membayangkan apa jadinya jika Ayah dan Ibu tahu aku mencintai mertuaku sendiri, yang usianya jauh lebih tua dariku. Apakah mereka akan merestuinya? Aku tahu Mama Siska berbeda—hatinya tulus, kehangatannya tak tergantikan—tapi dunia ini penuh penil

  • Tergoda Pesona Ibu Mertua    Bab 89. Orangtuaku tahu semuanya

    Langit Jakarta sore itu berwarna jingga, dan aku melaju ke apartemen orangtuaku, hati penuh kehangatan setelah baikan dengan Mama Siska pagi tadi. Motor berhenti di menara kaca yang megah, sekuriti menyapa dengan sebutan “Tuan Muda Raka,” membuatku tersenyum canggung.Di penthouse, Lila menyambutku dengan pelukan ceria. “Kak Raka, akhirnya dateng! Ibu sama Ayah udah nunggu!” katanya, menarikku ke ruang tamu.Aroma kopi dan kue Prancis memenuhi udara, sofa kulit dan jendela panorama menambah kemewahan.Ayah duduk di kursi besar, kemeja linennya rapi, sementara Ibu menyapa dengan senyum lembut, memelukku erat.“Raka, kamu pasti capek kerja seharian,” katanya, tangannya membelai pipiku.Aku tersenyum, merasa seperti anak kecil yang dimanjakan. Lila asyik menunjukkan foto-foto vila kemarin di ponselnya, dan aku duduk, menikmati kebersamaan yang masih terasa seperti mimpi.Ayah menatapku, matanya serius tapi hangat. “Raka, mungkin kita disini hanya tiga hari saja di Indonesia. Bisnis di Pa

Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status