Home / Romansa / Tergoda Teman Papa / Ketakutan Feli

Share

Ketakutan Feli

Author: ORI GAMII
last update Last Updated: 2025-12-03 13:59:41
Di kamar sebelah, Harry menurunkan Feli dengan sangat hati-hati ke atas ranjang. Baru saja tubuh perempuan itu menyentuh kasur, matanya mendelik, lalu tanpa aba-aba…

“Owekk—” Feli langsung muntah.

Cairan itu menyembur mengenai dada dan lengan Harry. Lelaki itu memekik kaget sambil menahan napas. “Astaga…!”

Feli membeku. Napasnya tertahan. Pandangannya yang sayu dan kabur, turun perlahan melihat noda di baju Harry.

Dan seketika itu juga, wajahnya berubah pucat pasi.

Dengan tubuh limbung, ia memaksa turun dari kasur. Lututnya langsung jatuh menghantam lantai. “Ma-maaf…” suaranya pecah. “Maaf… aku nggak sengaja… Maaf.”

Tangan Feli gemetar hebat. Napasnya terdengar memburu.

“Maaf, Ayah… iya, aku salah. Tapi jangan pukul aku…” Feli berlutut lebih rendah, sampai akhirnya ia benar-benar bersujud di kaki Harry sambil terisak ketakutan.

Harry terpaku. Ia juga tak bergerak. Bahkan Harry seolah lupa bernapas. Ini bukan reaksi orang mabuk biasa, tapi ini sebuah reaksi alami dari alam bawah
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter
Comments (10)
goodnovel comment avatar
Bintang Ihsan
traumanya feli sampai segitunya , ,
goodnovel comment avatar
Muji Lestari
bapak kandung bukan sih kok jahat sama anak sendiri bahkan hampir melecehkan Feli....sampai Feli setrauma itu....
goodnovel comment avatar
Arum Widya
gila... bener" gila bapak nya... masa mau ngelecehin anaknya sendiri.. bener" gak ada otak.. huwwaaaaaaaq
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Tergoda Teman Papa    Pistol?

    Saat senja mulai turun, Bricia dan Feli berpamitan. Alasan resminya ingin merayakan wisuda berdua. Meski kenyataannya, Bricia hendak menepati janji makan malam dengan Andrew, dan lagi-lagi nama Feli dijadikan tameng paling aman. “Bri sama Feli ke kosan Feli dulu, ya, Pa,” ucap Bricia santai. “Papa jaga Louisa. Tapi ingat…” ia menaikkan telunjuknya, wajahnya mendadak garang, “tetap jaga jarak. Jangan dekat-dekat. Aku nggak mau adikku kenapa-kenapa.” Eric hanya mengangguk patuh. Cari aman jelas pilihan terbaik. Selain itu, ia tahu tubuh Louisa memang sedang sensitif. Meski begitu, ia berjanji dalam hati akan selalu siaga kapan pun Louisa butuh bantuannya. “Siap, Sayang,” jawabnya ringan. “Kamu juga selamat bersenang-senang. Papa sudah transfer buat kalian berdua.” Senyum Bricia langsung melebar. Bagian itu selalu jadi favoritnya. “Oke, makasih, Pa. Kalau gitu, kami jalan dulu. Bye, Papa… bye, Loui. And bye, baby,” ujarnya sambil melambaikan tangan. Bricia dan Feli masuk ke mobil H

  • Tergoda Teman Papa    Hamil

    Louisa memejamkan mata erat. Mungkin sudah lima menit ia menunggu, dengan test pack masih digenggam di tangannya. Jujur saja, ada ketakutan yang bercampur dengan harapan, dan keduanya sama-sama tak bisa ia abaikan. Di luar kamar mandi, Bricia dan Feli menunggu dengan gelisah. Pintu sengaja ditutup rapat. Louisa tak mengizinkan siapa pun masuk. "Kalau hasilnya positif, berarti aku memang ditakdirkan sepenuhnya untuk Eric," ucapnya pasrah. Beberapa detik berlalu. Louisa menarik napas panjang, lalu membuka matanya perlahan. Ia menyipit, seolah menunda kenyataan agar tak langsung menabraknya. Namun saat matanya terbuka sempurna, Louisa refleks menutup mulutnya. Matanya membelalak, dan tubuhnya membeku oleh rasa syok. “Briciaaa!!” teriaknya kencang. Pintu kamar mandi langsung terbuka. Bricia berlari masuk, napasnya memburu, lalu berhenti tepat di depan Louisa yang masih duduk di atas closet dengan tangan gemetar dan wajah yang tak mampu menyembunyikan apa pun lagi. “Gima

  • Tergoda Teman Papa    Test pack

    “Loui… kamu nggak apa-apa?” Eric refleks mengurut tengkuk Louisa. Gerakannya pelan dan hati-hati, berharap bisa meredakan mual yang masih membuat tubuh Louisa gemetar. Mendengar suara muntah, Bricia dan Feli langsung berlari mendekat. Wajah keduanya sama-sama pucat oleh rasa khawatir. “Kenapa, Pa?” tanya Bricia cepat. Ia langsung menggantikan tangan Eric di tengkuk Louisa, dan mengusapnya perlahan. “Papa juga nggak tahu,” jawab Eric jujur. “Tiba-tiba Louisa mual, terus muntah.” Bricia tak menanggapi lagi. Fokusnya hanya satu, terus mengurut tengkuk Louisa dengan gerakan lembut dan menenangkan. Napas Louisa masih terengah. Ia membilas mulutnya dengan air, lalu menegakkan tubuh perlahan. Namun begitu pandangannya bertemu dengan Eric, gelombang mual itu kembali datang begitu saja. Entahlah. Tadi rasanya tidak seperti ini. Semua datang terlalu tiba-tiba. “Hhmp…” Louisa kembali menutup mulutnya saat matanya bertabrakan dengan mata Eric. Ia mencondongkan tubuh sedikit, lalu

  • Tergoda Teman Papa    Firasat

    Dengan langkah lemah, Eric maju. Ia bahkan tak memedulikan tabung infus yang terseret di lantai, menimbulkan suara lirih yang mengganggu pendengaran. Tujuannya hanya satu, ia ingin mendekat pada Louisa.“Loui…” panggilnya pelan. Entah suaranya sampai atau tidak. Eric terus melangkah, dengan satu harapan sederhana Louisa akan berlari menghampirinya, memeluknya erat, seperti dulu.Namun Louisa tetap berdiri di tempatnya. Dadanya naik turun perlahan. Sesekali ia menelan ludah, jelas ragu, antara ingin mendekat atau justru melangkah mundur.Bricia menangkap momen itu. Tanpa berkata apa-apa, ia menoleh ke Feli dan Harry. Tatapannya memberi isyarat, mereka harus menyingkir. Feli mengangguk pelan. Harry pun paham.Ketiga orang itu segera menjauh tanpa suara, meninggalkan Eric dan Louisa berdua saja dengan jarak yang tinggal beberapa langkah. Namun terasa seperti berkilo-kilo meter. Langkah Eric akhirnya terhenti di saat jarak makin mengikis. Ia menatap Louisa dengan sorot sendu, penuh rind

  • Tergoda Teman Papa    Louisa... kamu kah itu?

    Pelan, Eric membuka matanya. Ia kembali memejam, menyesuaikan cahaya yang menyusup ke retinanya.Namun saat satu ingatan menghantam, Eric mendadak membuka mata lebar dan langsung terduduk. Dadanya naik turun. Pandangannya menyapu sekeliling, mencari satu sosok yang tadi sempat ia lihat.“Louisa…” gumamnya.Tapi, ruangan di sekitar kosong. Tak ada siapapun. Hanya selang infus yang kembali tertancap di tangannya.Eric menghela napas berat. “Jadi tadi cuma halusinasi… atau Louisa benar-benar pulang?”Ia berusaha turun dari ranjang, berniat keluar memastikan sendiri. Tapi rasa pusing kembali menghantam, membuat kepalanya berdenyut dan langkahnya tertahan.Suara pintu terbuka terdengar, Bricia masuk membawa semangkuk sop hangat. Ia mendekat ke ranjang lalu meletakkannya di meja kecil di samping Eric.“Makan dulu, Pa,” ucapnya tenang.Sebelum menerima mangkuk itu, Eric menatap putrinya. “Tadi… kamu lihat Louisa?”Bricia mengerutkan kening, berpura-pura bingung. “Louisa? Bukannya dia sudah

  • Tergoda Teman Papa    Pingsan

    “Kalian pacaran?”Feli langsung melotot. Tangannya bergerak heboh sebagai bentuk penyangkalan.“Nggak! Nggak, Pa. Bukan gitu,” Feli buru-buru menjelaskan, tapi justru disambut tawa Bricia.“Kami cuma rekan kerja,” timpal Harry cepat. Nada suaranya ikut panik mendengar kesimpulan Eric.“Rekan kerja?” Mata Eric makin menyelidik, sorotnya jelas seperti ayah yang sangat protektif. “Sejak kapan Feli kerja bareng kamu?”“Bukannya kamu kerja di bawah tangan Andrew?” lanjut Eric tanpa memberi jeda. “Terus, gimana ceritanya kalian bisa jadi rekan kerja?”Eric terus mencecar. Ia benar-benar heran, selama ini ia tak tahu Feli dekat dengan Andrew, apalagi dengan Harry. Sejak kapan Feli bekerja dengan pria itu? Dan sudah sejauh apa hubungan mereka sebenarnya?“Pa… oke, nanti aku jelasin. Tapi nggak di sini juga,” putus Feli. Tak mungkin ia menjelaskan panjang lebar soal bagaimana ia bisa bekerja bersama Andrew, sementara mereka masih harus foto bersama dan bersiap pulang.“Nggak mau. Papa pengin d

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status