Share

Aku Yang Terbuang

Author: Cheesecake
last update Last Updated: 2024-11-25 08:52:20

"Kenapa semuanya menjadi seperti ini?" Amira berjalan menyusuri hiruk pikuk jalanan ibukota.

Terpaan gerimis dan angin yang cukup kencang seolah bukanlah apa-apa. Dibandingkan dengan apa yang baru saja terjadi padanya.

Tak peduli dengan orang yang menatapnya aneh, Amira terus menangis. Hatinya, harga dirinya, dan hidupnya hancur berantakan dalam sekejap.

"Jangankan merebut kembali perusahaan ibu. Merebut hati suamimu saja pun aku tak mampu," gumamnya.

Entah kemana langkah kaki akan membawanya. Amira sama sekali tidak tahu harus kemana ia kembali. Pulang ke desa pun rasanya tidak mungkin, Amira takut hanya menjadi beban sang nenek dan membuat neneknya jatuh sakit karena memikirkan nasibnya.

Sudah nyaris 1 jam lamanya ia berjalan, kakinya pun sudah terasa sakit. Amira terduduk di ujung trotoar, termenung memikirkan arah tujuannya.

"Amira, sedang apa kamu di sini?"

Amira yang sedari tadi menenggelamkan wajah di lutut pun mulai mengadah, melihat suara familiar yang baru saja menyapanya. "Devan!"

"Kamu ngapain duduk di pinggir jalan begini, Amira? Ini sudah malam, mau hujan pula!" omel Devan cemas. Pandangan mata Devan tertuju pada koper dan tas jinjing yang berada di sebelah Amira. Ia pun menghela napas, lalu menarik tangan Amira agar segera bangun.

"Sudah gak perlu jelasin sekarang. Yang penting kamu masuk dulu sebelum hujan!" titah Devan.

Amira mengangguk, lalu masuk ke dalam mobil milik Devan. Entah akan dibawa kemana, ia pasrah dan sepenuhnya percaya pada pria muda yang sudah ia anggap layaknya saudara sendiri.

"Kamu sudah makan?" tanya Devan. Matanya fokus menatap jalanan di hadapannya, sambil sesekali melirik singkat Amira.

Amira hanya diam, tidak ada jawaban apapun yang keluar dari mulutnya. Pandangan matanya kosong, matanya pun terlihat memerah dan sembab karena terlalu banyak menangis.

'Sial! Sebenarnya apa yang sudah dilakukan keluarga congkak itu kepada kamu?'

Sepanjang jalan Devan tak hentinya mengumpat di dalam hatinya. Dadanya terasa bergemuruh melihat kondisi Amira yang memprihatinkan. Seandainya keluarganya lebih kuat, maka Devan pasti akan melindungi Amira dan tak merasa payah seperti saat ini. Rahangnya mengeras, hingga kedua tangannya mencengkram kemudi dengan sekuat tenaga.

***

"Ha! ha! ha! Akhirnya aku terbebas dari wanita sialan itu!" Gio tiada henti-hentinya tertawa mengingat semua kemenangan dirinya.

Sementara Irene tersenyum puas sambil menyenderkan kepalanya pada dada Gio di dalam sebuah kamar hotel. "Berkat akting siapa dulu?"

"Iya-iya berkat kamu, Sayang!" jawab Gio.

Dengan segelas wine yang sedari tadi ia goyang-goyangkan. Gio menikmati keberhasilannya sambil menikmati pemandangan gemerlap ibukota lewat jendela kamar yang terletak di lantai 30.

Dibelainya dengan lembut rambut Irene, wanita yang sudah 1 tahun lebih menjadi simpanannya.

"Tapi, jika kami dan dia bercerai. Kamu bisa memastikan Amira tidak mendapatkan harta gono gini, kan?" tanya Irene tiba-tiba.

Wanita itu bangkit lalu menatap Gio dengan serius. Keinginannya untuk membuat Amira sengsara akan gagal jika saudari tirinya itu mendapatkan harta dari Gio berapapun nilainya.

Gio tersenyum, lalu mengecup bibir Irene yang dilapisi lipstik berwarna merah. Lalu menyelipkan rambut kekasihnya ke belakang telinga. "Kamu tenang saja. Hanya rasa malu yang akan ia dapatkan setelah ini semua berakhir," jawabnya.

Entah kesalahan apa yang sudah Amira perbuat, hingga membuat Gio memendam rasa tidak suka sebesar itu padanya. Gio hanya tidak suka dengan latar Amira tumbuh di pedesaan, dan penampilan wanita itu yang menurutnya sama sekali tidak menarik.

Berbeda dengan Irene yang tumbuh di ibukota. Gaya berpakaiannya pun modis dan menggoda, membuat Gio berpikir jika Irene lah yang cocok bersanding dengan dirinya tanpa mengetahui niat tersembunyi wanita ular itu mendekatinya.

***

"Ini adalah unit apartemen peninggalan almarhum ibumu," ucap Devan sesaat ia membuka pintu menggunakan sebuah kartu akses. "Tinggalkanlah disini, besok aku akan datang dan membawa bahan-bahan makanan untukmu."

"Maaf, Dev. Aku benar-benar minta maaf sama kamu," ucap Amira tiba-tiba.

Devan mengerutkan keningnya, menatap Amira dengan bingung. "Maaf? Untuk apa kamu minta maaf padaku?"

"Selama ini aku selalu menyusahkan kamu, Dev. Bahkan kado untuk Tuan Marion pun aku mengandalkan dirimu," tutur Amira lirih.

Sebenarnya Amira tidak ingin kembali membuat repot Devan, tetapi keadaannya yang tanpa tujuan seperti ini membuatnya tidak memiliki pilihan lain, setidaknya hanya untuk sementara waktu.

Devan tersenyum, dan mengusap lembut pucuk kepala Amira. Tidak ada perasaan lain, Devan tulus menyayanginya layaknya saudari sendiri.

"Kamu tidak pernah menyusahkan aku, Amira. Jadi tolong singkirkan rasa sungkan itu, dan minta tolonglah padaku setiap kau butuh pertolongan," jawabnya.

Amira pun bergegas untuk masuk dan beristirahat. Tanpa mengetahui jika ada seseorang yang mengintai dirinya sejak Amira terusir keluar dari aula Hotel Semusim.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Terhasut Rayuan Presdir Dingin    Rencana Dexa

    "Dasar orang gila! Kalian pikir aku bisa terus menerus kalian injak!" Sambil terus memakai, Amira berjalan keluar toko itu. Perasaannya sungguh tak karuan, ingin rasanya ia segera membalas semua perlakuan adik tiri dan mantan suaminya. Tiba-tiba tangannya di tarik seseorang. Amira yang terkejut pun langsung menatap sosok yang menarik tangannya. "Dexa?" "Kita bicara di tempat lain!" bisik Dexa dan segera membawa Amira untuk menjauh. Kali ini Dexa memesan sebuah restoran secara privat. Memastikan agar tidak ada yang mengganggu atau menguping pembicaraannya dengan Amira. "Minum dulu," ucapnya tersenyum, menyodorkan segelas jus jeruk kepada istrinya. Amira tak banyak bicara. Tanpa sedikitpun keraguan ia segera meminum seluruhnya hingga tandas. Napasnya masih terlihat terengah-engah, wajahnya memerah sampai membuat dahinya berkeringat. Dexa mengambil sapu tangan miliknya dari dalam saku, lalu mengusapkannya perlahan pada kening istrinya. "Minumnya perlahan aja agar tidak terseda

  • Terhasut Rayuan Presdir Dingin    Sombong Dikit Gak Masalah

    "Maaf, saya tidak sengaja." Spontan Amira mengucapkan permintaan maaf dengan suaranya yang lembut dan sopan. Ia pun turut membantu mengambilkan barang wanita yang baru saja ia tabrak tanpa melihat sosoknya terlebih dahulu."Kalau jalan tuh pakai mata! Lihat tas mewah saya jadi jatuh, emangnya kami bisa ganti?!" teriak wanita tersebut dengan wajah jengkel.Amira yang masih menunduk dan berpakaian sederhana itu pun di anggap sebagai seorang pembantu oleh wanita tersebut, yang terus menerus memaki dan merendahkannya. "Mana tas saya, lelet!"Wanita itu pun menarik paksa tas yang baru saja Amira raih, sehingga membuat Amira tersentak dan spontan mendongakkan kepala.Seketika tawa wanita itu pecah, melihat siapa sosok yang ada di hadapannya."Ya ampun! Lihat siapa ini, Sayang?!"Amira terdiam, dadanya terasa bergemuruh karena wanita yang tak sengaja ia tabrak adalah Irene yang tengah bersama Gio. Keduanya tampak mesra, dan tanpa ragu menunjukkan kemesraan mereka di depan umum.Irene menoleh

  • Terhasut Rayuan Presdir Dingin    Aku Telah Terikat

    "Aku akan berusaha menjadi istri yang baik untuk kamu tapi, aku harap kamu tidak akan lupa akan janjimu!"Dexa tersenyum sumringah lalu lalu berdiri dan mendekati Amira. Pria tampan itu merengkuh dagu Amira, menatap lekat mata jernih nan indah milik Amira. "Satu tahun! Berikan waktu paling lama 1 tahun untuk menyelesaikannya. Tapi, jika semua sudah aku penuhi, aku harap ...." ucap Dexa menggantung.Dexa mendekati telinga Amira dan berbisik, "Jangan pernah sedikitpun berpikir untuk pergi dariku!"Entah mengapa Amira merasa berdebar hanya karena bisikan dari Dexa. Ia menelan salivanya dengan kasar, dan berusaha untuk tetap memasang mimik wajah tenang. "Baiklah.""Bagus. Tugas pertamamu adalah pindah ke rumahku! Bawalah barang-barang yang menurutmu berharga, selebihnya aku akan membelikan semuanya yang baru."Amira mengangguk, tanpa banyak bicara ia menuruti semua perintah dari Dexa. Amira masuk ke dalam kamarnya dan membawa berkas berharga serta barang peninggalan mendiang ibunya, seda

  • Terhasut Rayuan Presdir Dingin    Suami Baru

    "M-maaf! Maaf aku gak sengaja!"Kedua pipinya merona, dengan kepalanya yang menunduk sambil sedikit membungkuk.Amira setengah mati menahan rasa malu setelah ia akhirnya menyadari, jika dirinya sedari tadi terjatuh di tas tubuh Dexa."Kenapa harus minta maaf? Bahkan jika kamu masih ingin bersandar padaku pun aku akan senang hati melakukannya," ujar Dexa menggoda.Dengan pakaian yang terlihat berantakan dan membuka sebagian kemeja bagian atasnya, Dexa merentangkan tangannya seolah menanti Amira untuk kembali terjun ke dalam pelukannya.Brak!"K-kamu tidur di sini!" ucap Amira setelah melemparkan sebuah bantal sofa hingga mengenai wajah Dexa.Rasa malu yang mendominasi hatinya membuat Amira segera berlari masuk ke dalam kamarnya dan mengunci pintunya. Amira terdiam di balik pintu, memegang dadanya yang masih terasa berdetak kencang."Ya Tuhan, sebenarnya apa yang terjadi pada hidupku?"Perlahan tubuhnya merosot hingga terduduk di lantai. Rasa dingin malam itu terasa menusuk hati, menema

  • Terhasut Rayuan Presdir Dingin    Tamu Tengah Malam

    "Sayang, pelan-pelan dong! Geli tau."Suara desahan dan tawa saling silih berganti, memenuhi sebuah kamar yang biasanya hanya diselimuti keheningan.Sinar sang rembulan yang bersinar terang mengintip di balik celah gorden kamar yang sedikit terbuka.Sepasang kekasih bak merpati itu saling bercumbu berbagi kasih atas kemenangan hubungan mereka."Apakah dia pernah menyentuhmu seperti ini?" tanya Irene dengan jemarinya membelai lembut wajah tampan Gio.Gio tersenyum, menangkap tangan Irene yang berada di bawahnya lalu perlahan mengecupnya. "Hanya kamu yang melakukannya, Sayang.""Sungguh?""Tentu saja. Aku tidak akan membiarkan wanita kampungan buruk rupa itu menyentuhku," jawan Gio tersenyum lebar.Suara decitan ranjang pun semakin membuat panas malam itu. Mereka tidak memperdulikan apapun, selain kesenangan dan kepuasan mereka sendiri.Sementara di lantai bawah sebuah kabar membuat keributan dari orang tua Gio. Wajah pasangan suami istri itu tampak bingung sekaligus terkejut tidak perc

  • Terhasut Rayuan Presdir Dingin    Pernikahan Tanpa Rencana

    "Kamu ini sudah gak waras?" Suara seorang pria tampak murka selaras dengan wajahnya yang memerah. Pria itu mengusap wajahnya dengan kasar, tidak habis pikir dengan jalan pikiran dari lawan bicaranya. "Amira, jawab!""Semuanya terjadi begitu saja! Aku juga masih bingung, Devan!" jawab Amira.Satu jam yang lalu, dirinya dan Dexa pergi menuju catatan sipil. Keduanya pun segera mendaftarkan pernikahan mereka, agar langsung terlihat dah di mata hukum negara.Amira menghela napasnya, memijat keningnya yang masih terasa berdenyut. "Aku gak punya pilihan lain. Aku benar-benar bingung!"Kedua tangan Devan mengepal, rahangnya bahkan mengeras menahan rasa kesal yang sudah payah ia kendalikan. "Dasar Vegas brengsek. Mereka semua sama saja!"Amira meraih segelas air putih dingin yang terletak di atas meja, lalu segera meminumnya hingga tandas. Matanya menatap pemandangan balkon apartemen milik sang ibu. Langit terlihat kelabu, seolah menggambarkan hati dan pikirannya saat ini."Gak bisa dibiarkan"

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status