Setelah bertemu dengan Kevin, Azelyn kini diminta Zura untuk membersihkan toilet wanita.
Sebelumnya, supervisornya itu ternyata sempat melihat kejadian kecil dirinya dengan Kevin dan menanyakan hubungan keduanya. Lalu, dari situ Azelyn juga baru mengetahui bahwa selama ini Kevin tidak pernah mengaku dirinya sudah menikah.
'Dia adalah lelaki mapan yang memiliki jabatan tinggi di perusahaan. Di usia matang, dia bahkan masih lajang sampai saat ini. Asal kamu tahu, banyak karyawan wanita yang mengincarnya. Kamu gak akan punya kesempatan.' Lyn teringat dengan ucapan Bu Zura tadi.
Dirinya juga teringat bahwa pernikahan mereka dulu memang hanya dihadiri oleh keluarga dan orang terdekat, karena Kevin mengaku terkendala biaya. Namun, Azelyn tak menyangka alasan sebenarnya dari itu adalah...agar Kevin bisa menyembunyikan statusnya sebagai pria beristri!
Kini Azelyn semakin merasa benci dengan mantan suaminya itu.
"Azelyn? Kenapa kamu ada di sini?" Suara seorang wanita menyadarkan Azelyn dari lamunan. Azelyn menoleh dan melihat siapa pemilik suara itu. Rupanya itu adalah teman sekolahnya dulu di masa SMA. Ia berdiri di sebelah Laura yang ikut terkejut melihat keberadaan Azelyn di toilet kantor.
Azelyn menghela nafas berat. Tidak menyangka di hari pertamanya bekerja sudah dipertemukan dengan Kevin dan Laura, dua orang yang paling ingin ia hindari.
"Aku tak menyangka, aku yang peringkat 50 bisa bekerja sebagai karyawan di perusahaan, sedangkan kamu dulu selalu peringkat satu, tapi ...." lanjut wanita itu sambil menyilangkan kedua tangannya di dada dan memandang rendah baju yang digunakan Azelyn.
Azelyn ingat bahwa temannya itu memang gemar menindas siapa pun, termasuk Laura. Dulu Azelyn lah yang selalu membelanya. Azelyn tidak menyangka bahwa wanita itu kini dekat dengan Laura. Karena selama ini Laura tidak pernah membahasnya dengan Azelyn.
"Jangan begitu. Lyn, kamu bekerja di sini?" ucap Laura berpura-pura baik seperti biasa. Kemudian, dia menatap Azelyn dengan lembut.
Melihat akting Laura, Azelyn sungguh kagum. Demikian, dia juga tidak akan mengecewakan wanita itu.
Dengan senyum manis, Azelyn menjawab, "Benar, mulai hari ini aku bekerja di sini. Senang bertemu denganmu lagi, Laura," balas Azelyn sambil tersenyum simpul, membuat Laura agak terkejut.
'Kenapa wanita jalang ini bisa bersikap santai ketika melihatku!?' batin Laura dengan kesal. Namun, Laura adalah penipu ulung, jadi dia tetap sabar bertahan seraya berkata, "Kalau kamu butuh bantuan, beri tahu aku, Lyn," balas Laura dengan senyum polosnya.
"Kamu terlalu baik Laura," wanita itu menepuk pundak Laura dan kemudian keluar dari toilet meninggalkan Azelyn hanya bersama Laura.
"Bagaimana keadaanmu? Setelah kehilangan semua hal yang berharga untukmu, Lyn?" tanya Laura berdiri di hadapan Azelyn sambil tersenyum licik.
Azelyn tersenyum kecil, jika dipikirkan kembali kejadian-kejadian di masa lalu, Azelyn baru menyadari sepertinya selama ini Laura memang selalu bermuka dua.
Laura selalu menginginkan milik Azelyn.
Saat Azelyn mendapatkan barang baru, Laura juga menginginkan barang itu. Ketika ia putus dengan pacarnya, secara kebetulan Laura yang berakhir berpacaran dengan lelaki itu. Beberapa kali Laura juga berusaha mendekati Kevin. Namun, saat itu Azelyn tidak mau berprasangka buruk pada sahabatnya sendiri.
Sekarang Azelyn mengerti, bahwa selama ini Laura mendekatinya hanya untuk menghancurkan hidupnya.
Laura merasa kesal karena Azelyn tak menjawab pertanyaannya. Laura berjalan menghampiri Azelyn lalu menjambak rambut panjang bergelombang itu dengan kasar.
"Kenapa mengabaikanku? Kenapa kamu tersenyum? Seharusnya kamu menangis dan menderita!" bentak Laura semakin mengencangkan genggamannya.
Azelyn tersenyum remeh menatap gadis munafik di hadapannya itu.
"Kenapa aku harus menderita? Kalau diingat kembali, sejak dulu kamu memang selalu mengambil bekas milikku, kan? Sekarang kamu ingin mengambil Kevin? Ambillah, aku memang ingin membuangnya."
Wajah Laura merah padam mendengar ucapan Azelyn, dirinya tak menyangka bahwa Azelyn kini dapat melawan. Laura melepaskan jambakannya lalu mencoba untuk menampar Azelyn. Namun, Azelyn justru lebih dulu mengambil ember berisi air pel di sampingnya lalu menyiramnya pada Laura hingga membasahi kemeja putih milik gadis itu.
Setelah itu Azelyn bergegas pergi meninggalkan Laura.
Laura terkejut dan merasa marah begitu mencium bau tubuhnya, "Dasar jalang! Berani-beraninya dia! Aku tak akan membiarkanmu! Akh!"
Laura berjalan menuju ruangan karyawan dengan perasaan gembira. Dia merasa bahwa mendekati Allen adalah pilihan yang tepat. Dirinya merasa pria itu lebih mudah daripada Kean.Laura mulai menyapu dan memunguti sampah-sampah kertas yang berserakan di lantai. Dia merasa enggan memungut itu, seharusnya posisinya sebagai karyawan yang memiliki meja kerja, bukan yang membersihkan seperti ini.Laura terpaksa melakukan tugas itu karena hal yang dia pikirkan adalah bertahan di perusahaan ini sampai dirinya berhasil mendapatkan Allen."Ambilin aku minum dong," ucap salah satu karyawan wanita pada Laura sambil masih fokus mengetik pada komputernya.Laura menoleh ke sana kemari mencoba mencari tahu kepada siapa wanita itu berbicara. Melihat tak ada orang di sekitarnya, dia lebih memilih untuk melanjutkan membersihkan lantai.Wanita itu merasa kesal ketika Laura mengabaikan perintahnya begitu saja. Dia kemudian menggebrak meja dengan keras membuat sekeliling menatapnya, begitu juga dengan Laura."
Kean mengerjapkan matanya beberapa kali ketika sinar matahari masuk dari sela-sela jendelanya. Dia mencoba mengambil ponselnya dan melihat jam sudah menunjukkan pukul 11 siang, sepertinya dia bangun kesiangan karena kelelahan sejak kemarin.Kean segera bangkit kemudian berjalan keluar kamar dan melewati kamar Azelyn, dia mencoba mencari tahu apa yang dilakukan gadis itu, tetapi ketika membuka pintu, sosok gadis itu tak terlihat.Kean berjalan masuk ke kamar Azelyn kemudian melihat secarik kertas yang berada di meja tersebut. Dia mengambil kertas itu kemudian membaca setiap kalimatnya.Azelyn menulis di kertas tersebut bahwa hari ini dia izin untuk pergi karena ada masalah yang terjadi pada temannya. Dia juga mengatakan bahwa dirinya tak tahu apa akan pulang atau tidak.Kean meremas kertas tersebut, bisa-bisanya Azelyn lagi-lagi pergi tanpa sepengetahuannya. Dia mencoba melihat ponselnya dan membuka aplikasi pelacak, kali ini aplikasinya tak berfungsi lagi karena gadis itu mematikan po
Keesokan harinya Allen langsung menyuruh Laura untuk datang ke perusahaan Marvino. Laura menggunakan kemeja putih dengan rok sepaha untuk pergi ke perusahaan Marvino, pakaiannya benar-benar mencerminkan seorang karyawan wanita di perusahaan. Dia tak tahu posisi apa yang akan diberikan Allen padanya, tetapi dia tak terlalu memikirkannya karena tujuan sebenarnya adalah untuk mendekati pria itu. Laura memesan taksi untuk pergi ke perusahaan tersebut. Ketika taksinya sudah datang, dia lansung meluncur tanpa menunda waktu lagi. Butuh waktu 30 menit untuk sampai ke perusahaan tersebut. Jarak perusahaan Marvino lebih jauh dibanding perusahaan Adhlino, tetapi Laura meyakinkan semangatnya karena dia sudah terlalu lelah untuk mencari pekerjaan dan tak akan membuang kesempatan emas ini. Laura berjalan memasuki perusahaan, tiba-tiba seisi perusahaan meliriknya kemudian berbisik-bisik membuatnya merasa risih. Sepertinya berita tentang dirinya yang dipecat di perusahaan Adhlino secara tak t
Laura berdiri diam di tengah jembatan. Di belakangnya beberapa motor dan mobil berlalu lalang tanpa memedulikan dirinya yang sedang berdiri sendirian. Dia menatap kosong ke arah air sungai yang mengalir dengan deras. Gadis bermanik coklat itu sudah mengirimkan lamaran pekerjaannya ke berbagai tempat setelah dia dipecat dari Perusahaan Adhlino, tetapi satu pun tak ada yang menghubunginya untuk interview. Laura mengacak-acak rambutnya kesal. Dia meremas dokumen lamaran pekerjaannya dengan perasaan penuh emosi. "Azelyn! Ini semua gara-gara kamu! Berani-beraninya kamu menghancurkan karirku! Aku tak akan tinggal diam, aku pasti akan membalasmu!" teriak Laura emosi. Suara teriakannya tenggelam karena suara mobil dan motor yang mengebut. Laura melampiaskan emosinya dengan mengacak-acak rambutnya frustasi. Tanpa sengaja dokumennya terlepas dari genggaman dan terjun jatuh ke bawah sungai. Laura secara spontan menaikkan kaki kanan ke penghalang jembatan mencoba untuk menangkap dokumen
Lino tak menduga bahwa Reliza akan mengatakan itu. Dia melirik ke arah Kean yang masih terdiam sembari menyisir rambutnya ke belakang. "Sepertinya Anda sangat mengenal saya, Nona Reliza," ucap Kean dingin. Dia menatap tajam pada gadis itu kemudian melanjutkan kalimatnya, "Karena Anda terlihat sangat mengenal saya, Anda pasti tahu bagaimana sikap saya pada wanita selama ini, kan?" tanyanya. Reliza terdiam, tentu saja dia sangat mengetahui itu. Karena dia adalah salah satu wanita yang mengejar Kean, tetapi pria itu tak pernah meliriknya sedikit pun. "Saya akan langsung mengatakan tidak suka dan sangat membenci wanita yang selalu ingin menempel pada saya. Jadi, apa Anda masih menganggap saya berbohong dan meragukan pernikahan saya sebagai pernikahan palsu yang diatur?" kata Kean yang langsung membuat Reliza terdiam. Reliza menggenggam erat ujung gaunnya mendengar penuturan Kean. Tentu saja wanita yang selalu menempel pada pria itu yang dimaksud adalah dirinya. Kean melirik ding
Allen melirik pada Azelyn sembari mencoba menahan tawanya. Dia merasa tak percaya dengan situasi yang dia hadapi sekarang. Rumor yang diketahui Allen selama ini adalah Kean memiliki sifat yang dingin. Sebelumnya juga banyak yang mengatakan bahwa Kean adalah pria yang tak berperasaan. Namun, apa ini? Kean justru terlihat sangat posesif pada Azelyn. "Maafkan saya atas sikap saya selama ini, Tuan Kean," kata Allen sambil sedikit membungkuk sebagai tanda permintaan maafnya. "Karena saya sudah berpisah cukup lama dengan Azelyn, saya masih ingin bertemu dan mengobrol dengannya lebih lama lagi, tapi sepertinya saya sudah melewati batas," lanjutnya sembari melirik wanita bermanik biru itu. Kean mengeratkan rangkulannya ketika mendengar perkataan Allen. Perasaannya terasa berdenyut sakit mendengar kalimat itu. Apa itu memiliki arti bahwa pria itu masih menyimpan perasaan pada istrinya? "Saya harap ini tidak terjadi lagi, saya merasa tak nyaman jika istri saya bertemu dengan pria lain t