PLAK!
Azelyn terkejut mendengar ucapan lelaki itu sehingga tanpa sadar tangannya bergerak dan menampar pipi lelaki itu.
Wanita bermata biru itu segera melepaskan diri dari pelukan lelaki tersebut lalu menutup mulutnya dengan kedua tangan karena kaget.
"M-maaf atas perilaku saya, Tuan, tapi perkataan Anda terdengar begitu tidak sopan," ucap Azelyn terlihat khawatir melihat rona merah di pipi lelaki itu.
Lelaki itu semakin menatap tajam pada Azelyn lalu membuang napasnya kasar.
"Kamu wanita yang dibayar temanku, kan? Berapa dia membayarmu? Aku akan membayar dua kali lipat, jadi malam ini tidurlah lagi denganku," jelas lelaki itu sekali lagi.
"Membayarku?" Melihat sikap lelaki ini dan perkataan yang seakan menggambarkan dirinya sebagai seorang wanita bayaran membuat Azelyn berpikir bahwa lelaki yang memiliki mata berwarna abu ini pasti bekerja sama dengan Laura untuk menjebaknya.
"Jawab perkataanku dengan jujur! Malam itu, kalian menjebakku, kan?" tanya Azelyn dengan tatapan mengintimidasi.
Lelaki itu terkejut dengan perilaku Azelyn, tetapi seketika raut keterkejutan itu berubah menjadi senyuman kecil.
"Menarik," gumam Lelaki itu sambil mengangkat sudut bibirnya.
Lelaki itu memegang pipi kiri Azelyn. "Aku tidak tahu jebakan apa yang kau bicarakan, tapi ... aku memiliki keyakinan mengenai satu hal." Manik pria itu menatap lurus Azelyn, seakan menyanderanya. "Malam itu, bukankah kamu juga menikmatinya?"
Pertanyaan yang diiringi tatapan tajam sang pria membuat Azelyn bergidik ngeri. Nalurinya seakan berkata bahwa dia harus segera menjauhkan diri dari lelaki ini!
Namun, Azelyn tak mau dipandang lemah olehnya, sehingga dia mencoba mengumpulkan tenaga untuk kemudian--
"Rasakan ini!" Azelyn berseru seraya menginjak kaki lelaki itu dengan sekuat tenaga sebelum kemudian membenturkan kepalanya pada bawah dagu sang lelaki dengan keras.
“Ugh!”
Melihat sang pria merintih kesakitan, wanita berambut coklat itu tak menyia-nyiakan kesempatan. Dia segera kabur berlari meninggalkan tempat tersebut.
"Berhenti!" teriak lelaki itu sambil berjalan pincang mencoba mengejar Azelyn, tapi wanita itu sudah terlebih dahulu menghilang dari ujung koridor rumah sakit.
Bersamaan dengan itu, dua bawahan lelaki tersebut yang melihat 'adegan kecil tadi langsung menghampiri. "T-Tuan! Anda baik-baik saja?"
**
Azelyn tersenyum puas melihat kamar sederhana yang sekarang menjadi tempat tinggal barunya. Betapa beruntungnya dia bisa mendapatkan kamar ini dengan harga yang masih terjangkau dan lokasi yang tidak jauh dari tempat kerja barunya nanti.
Ya, Azelyn memutuskan untuk kembali mencoba melamar pekerjaan karena kini dia harus mulai menata hidupnya kembali. Meskipun dirinya hanya diterima bekerja sebagai cleaning service, namun Azelyn tetap merasa bersyukur karena bisa mendapatkan pekerjaan ini, mengingat dirinya hanya memiliki ijazah SMA dan tidak punya pengalaman bekerja sama sekali.
Walaupun Azelyn sedikit menyesali karena perusahaan outsourcing yang memperkerjakannya menugaskannya untuk bekerja di perusahaan Adhlino. Yaitu, perusahaan dimana Kevin dan Laura juga bekerja di sana.
Meskipun demikian, Azelyn tidak mau membuang kesempatan ini. Ia menatap gedung tinggi Adhlino dan menghela nafas berusaha meyakinkan dirinya sendiri bahwa meskipun dirinya nanti bertemu dengan Kevin dan Laura. Maka dia akan menunjukan bahwa dia bukanlah Azelyn yang lama lagi dan tidak akan membiarkan dirinya ditindas.
Azelyn memasuki gedung dengan langkah percaya diri dan menaiki lift menuju lantai 5 lalu berjalan lurus melewati beberapa ruangan dan sampai di ruangan berbataskan kaca. Hingga akhirnya bertemu dengan supervisornya - Zura.
Wanita yang terlihat berumur 30 tahun itu memberikan beberapa penjelasan terlebih dahulu. Apa yang harus Azelyn kerjakan, ruangan mana yang harus dibersihkan, dan sikap bagaimana yang harus dia tunjukkan pada karyawan di perusahaan.
"Kamu sudah paham dengan penjelasanku?" tanya Zura sambil mengajak Azelyn berkeliling untuk melihat dan beradaptasi dengan perusahaan.
Azelyn mengangguk mengerti. Lalu, Zura segera memerintahkannya untuk memulai tugas pertama Azelyn yaitu membersihkan kaca-kaca di ruang karyawan.
Tak sengaja, Azelyn menemukan sosok Kevin yang terlihat sibuk dengan beberapa berkasnya. Lelaki itu kini ikut menatap Azelyn dengan raut wajah terkejut. Bahkan sempat beberapa kali mengerjapkan matanya untuk memastikan apa yang ia lihat sebelum akhirnya berjalan mendekati Azelyn.
"Kupikir aku salah lihat, ternyata ini beneran kamu, Lyn. Kenapa kamu ada di sini?" Kevin melirik mantan istrinya itu dari atas sampai bawah. Ekspresi datar, warna rambut yang berubah, dan pakaian cleaning service.
Kevin tersenyum kecil, "Padahal rambut coklatmu adalah satu-satunya yang menarik darimu, tapi kamu mengubahnya dengan warna merah, warna yang kubenci. Apa kamu mencoba menggodaku lagi?" Kevin memegang rambut Azelyn dan memperhatikan warnanya.
Azelyn memang sengaja mengubah warna rambutnya sebagai tanda dirinya memulai hidup baru. Namun, tidak pernah ada di benaknya bahwa ia sengaja merubah warna rambut hanya untuk menggoda mantan suaminya itu lagi.
"Jangan menyentuhku sembarangan," ketus Azelyn dengan ekspresi jijik. “Aku di sini untuk bekerja, tak ada sangkut-pautnya denganmu.”
“Hah!” Kevin tertawa dingin. “Bekerja? Kamu pikir aku orang bodoh yang semudah itu dibohongi?” tanyanya dengan nada meremehkan. “Dari semua kantor yang bisa kamu pilih, kebetulan sekali kamu memilih kantor tempatku bekerja? Kalau bukan untuk menggodaku, untuk apa lagi? Sudahlah, jangan berbohong lagi, Lyn! Aku tahu kamu masih belum rela diceraikan olehku!”
Kevin menekan tangannya ke tembok, berusaha mengunci pergerakan Azelyn. Kemudian, pria itu berkata, “Kalau memang rindu, katakan saja. Mungkin aku akan bersedia menghabiskan satu malam denganmu hari ini.”
Mendengar kalimat Kevin yang begitu percaya diri, Azelyn merasa amarah menyelimuti dirinya. Sehingga dirinya tertawa mencemooh dan membuat senyuman lelaki itu menghilang.
"Dengar Kevin, sepertinya kamu terlalu percaya diri. Meski sekarang kamu berlutut dan memohon di depanku, aku tak akan mau kembali padamu, perasaanku padamu benar-benar sudah hilang." Azelyn tersenyum mengejek sebelum lanjut berkata, “Hanya dengan kata ‘rindu’, aku bisa menghabiskan malam denganmu? Sepertinya harga dirimu lebih murah dibandingkan pria yang tidur denganku malam itu.”
“Kamu—!”
“Sshh,” Azelyn menempelkan telunjuknya di bibir Kevin, membungkam pria tersebut, “Jangan berisik, Kevin. Memangnya kamu mau orang lain tahu mengenai hubungan kita?" ancam Azelyn membuat wajah Kevin memucat.
Melihat hal itu, Azelyn tertawa rendah meremehkan sebelum melanjutkan, “Sudahlah, jangan ungkit hubungan kita lagi. Kamu bisa habiskan malam-malammu dengan Laura dan aku tidak lagi peduli. Di kantor ini, anggap saja kita tidak saling mengenal, oke?” Kemudian, Azelyn pun pergi meninggalkan Kevin di tempat tersebut.
Kevin menatap Azelyn dengan wajah terkejut. Dia seperti tidak mengenali wanita tersebut.
Apa ini sungguh masih wanita yang mencintainya secara tulus dua tahun belakangan ini?! Kenapa dia seperti merasa tidak sudi untuk sekadar kenal dengannya!?
Lelaki dengan potongan rambut undercut itu merasa bingung dengan perubahan mantan istrinya. Cara bicara Azelyn sudah tak lemah lembut seperti dulu.
"Apa yang sebenarnya wanita itu coba rencanakan? Apa pria selingkuhannya tidak menginginkan dia lagi, sehingga kini dia berniat untuk mencoba mendekatiku lagi dengan berlagak jual mahal?" Kevin memandang kepergian Azelyn sambil tersenyum licik.
Di sisi lain, Azelyn yang meninggalkan Kevin berakhir bersembunyi di balik tembok salah satu ruangan kosong. Jantungnya berdebar kencang, tidak menduga akan bertemu mantan suaminya secepat ini.
Dengan wajah menggelap, Azelyn pun bergumam, “Kenapa ... harus bertemu secepat ini?"
Laura berjalan menuju ruangan karyawan dengan perasaan gembira. Dia merasa bahwa mendekati Allen adalah pilihan yang tepat. Dirinya merasa pria itu lebih mudah daripada Kean.Laura mulai menyapu dan memunguti sampah-sampah kertas yang berserakan di lantai. Dia merasa enggan memungut itu, seharusnya posisinya sebagai karyawan yang memiliki meja kerja, bukan yang membersihkan seperti ini.Laura terpaksa melakukan tugas itu karena hal yang dia pikirkan adalah bertahan di perusahaan ini sampai dirinya berhasil mendapatkan Allen."Ambilin aku minum dong," ucap salah satu karyawan wanita pada Laura sambil masih fokus mengetik pada komputernya.Laura menoleh ke sana kemari mencoba mencari tahu kepada siapa wanita itu berbicara. Melihat tak ada orang di sekitarnya, dia lebih memilih untuk melanjutkan membersihkan lantai.Wanita itu merasa kesal ketika Laura mengabaikan perintahnya begitu saja. Dia kemudian menggebrak meja dengan keras membuat sekeliling menatapnya, begitu juga dengan Laura."
Kean mengerjapkan matanya beberapa kali ketika sinar matahari masuk dari sela-sela jendelanya. Dia mencoba mengambil ponselnya dan melihat jam sudah menunjukkan pukul 11 siang, sepertinya dia bangun kesiangan karena kelelahan sejak kemarin.Kean segera bangkit kemudian berjalan keluar kamar dan melewati kamar Azelyn, dia mencoba mencari tahu apa yang dilakukan gadis itu, tetapi ketika membuka pintu, sosok gadis itu tak terlihat.Kean berjalan masuk ke kamar Azelyn kemudian melihat secarik kertas yang berada di meja tersebut. Dia mengambil kertas itu kemudian membaca setiap kalimatnya.Azelyn menulis di kertas tersebut bahwa hari ini dia izin untuk pergi karena ada masalah yang terjadi pada temannya. Dia juga mengatakan bahwa dirinya tak tahu apa akan pulang atau tidak.Kean meremas kertas tersebut, bisa-bisanya Azelyn lagi-lagi pergi tanpa sepengetahuannya. Dia mencoba melihat ponselnya dan membuka aplikasi pelacak, kali ini aplikasinya tak berfungsi lagi karena gadis itu mematikan po
Keesokan harinya Allen langsung menyuruh Laura untuk datang ke perusahaan Marvino. Laura menggunakan kemeja putih dengan rok sepaha untuk pergi ke perusahaan Marvino, pakaiannya benar-benar mencerminkan seorang karyawan wanita di perusahaan. Dia tak tahu posisi apa yang akan diberikan Allen padanya, tetapi dia tak terlalu memikirkannya karena tujuan sebenarnya adalah untuk mendekati pria itu. Laura memesan taksi untuk pergi ke perusahaan tersebut. Ketika taksinya sudah datang, dia lansung meluncur tanpa menunda waktu lagi. Butuh waktu 30 menit untuk sampai ke perusahaan tersebut. Jarak perusahaan Marvino lebih jauh dibanding perusahaan Adhlino, tetapi Laura meyakinkan semangatnya karena dia sudah terlalu lelah untuk mencari pekerjaan dan tak akan membuang kesempatan emas ini. Laura berjalan memasuki perusahaan, tiba-tiba seisi perusahaan meliriknya kemudian berbisik-bisik membuatnya merasa risih. Sepertinya berita tentang dirinya yang dipecat di perusahaan Adhlino secara tak t
Laura berdiri diam di tengah jembatan. Di belakangnya beberapa motor dan mobil berlalu lalang tanpa memedulikan dirinya yang sedang berdiri sendirian. Dia menatap kosong ke arah air sungai yang mengalir dengan deras. Gadis bermanik coklat itu sudah mengirimkan lamaran pekerjaannya ke berbagai tempat setelah dia dipecat dari Perusahaan Adhlino, tetapi satu pun tak ada yang menghubunginya untuk interview. Laura mengacak-acak rambutnya kesal. Dia meremas dokumen lamaran pekerjaannya dengan perasaan penuh emosi. "Azelyn! Ini semua gara-gara kamu! Berani-beraninya kamu menghancurkan karirku! Aku tak akan tinggal diam, aku pasti akan membalasmu!" teriak Laura emosi. Suara teriakannya tenggelam karena suara mobil dan motor yang mengebut. Laura melampiaskan emosinya dengan mengacak-acak rambutnya frustasi. Tanpa sengaja dokumennya terlepas dari genggaman dan terjun jatuh ke bawah sungai. Laura secara spontan menaikkan kaki kanan ke penghalang jembatan mencoba untuk menangkap dokumen
Lino tak menduga bahwa Reliza akan mengatakan itu. Dia melirik ke arah Kean yang masih terdiam sembari menyisir rambutnya ke belakang. "Sepertinya Anda sangat mengenal saya, Nona Reliza," ucap Kean dingin. Dia menatap tajam pada gadis itu kemudian melanjutkan kalimatnya, "Karena Anda terlihat sangat mengenal saya, Anda pasti tahu bagaimana sikap saya pada wanita selama ini, kan?" tanyanya. Reliza terdiam, tentu saja dia sangat mengetahui itu. Karena dia adalah salah satu wanita yang mengejar Kean, tetapi pria itu tak pernah meliriknya sedikit pun. "Saya akan langsung mengatakan tidak suka dan sangat membenci wanita yang selalu ingin menempel pada saya. Jadi, apa Anda masih menganggap saya berbohong dan meragukan pernikahan saya sebagai pernikahan palsu yang diatur?" kata Kean yang langsung membuat Reliza terdiam. Reliza menggenggam erat ujung gaunnya mendengar penuturan Kean. Tentu saja wanita yang selalu menempel pada pria itu yang dimaksud adalah dirinya. Kean melirik ding
Allen melirik pada Azelyn sembari mencoba menahan tawanya. Dia merasa tak percaya dengan situasi yang dia hadapi sekarang. Rumor yang diketahui Allen selama ini adalah Kean memiliki sifat yang dingin. Sebelumnya juga banyak yang mengatakan bahwa Kean adalah pria yang tak berperasaan. Namun, apa ini? Kean justru terlihat sangat posesif pada Azelyn. "Maafkan saya atas sikap saya selama ini, Tuan Kean," kata Allen sambil sedikit membungkuk sebagai tanda permintaan maafnya. "Karena saya sudah berpisah cukup lama dengan Azelyn, saya masih ingin bertemu dan mengobrol dengannya lebih lama lagi, tapi sepertinya saya sudah melewati batas," lanjutnya sembari melirik wanita bermanik biru itu. Kean mengeratkan rangkulannya ketika mendengar perkataan Allen. Perasaannya terasa berdenyut sakit mendengar kalimat itu. Apa itu memiliki arti bahwa pria itu masih menyimpan perasaan pada istrinya? "Saya harap ini tidak terjadi lagi, saya merasa tak nyaman jika istri saya bertemu dengan pria lain t