Home / Romansa / Terikat Cinta Setelah Akad / Bab 5 Masalah Kecupan

Share

Bab 5 Masalah Kecupan

Author: Nona Enci
last update Last Updated: 2024-11-20 18:58:53

Di dalam mobil.

Kini Laras dan Bian sudah berada di dalam mobil. Usai melakukan drama di cafe, keduanya memutuskan untuk pulang.

"Itu cuma akting. Aku nggak sungguh-sungguh, Mas Bian jangan ge'er pokoknya!" ucap Laras kelewat cerewet.

Gengsi setengah mati. Namun, Laras berusaha biasa saja. Jika saja ia bisa menghilang, ia mungkin sudah menghilang dari tadi.

"Aku panggil Mas Bian pakai kata 'Sayang' itu juga bagian dari akting." Laras mencoba klarifikasi.

Laras menoleh ke arah Bian yang sedari tadi tidak menanggapi omongannya. Wanita itu kesal, sebab Bian hanya fokus menyetir bahkan merespon saja tidak.

"Mas Bian denger aku ngomong nggak si!" kesalnya.

Bian hanya berdeham sebagai respon, membuat Laras makin dibuat kesal. Ia berdecak kesal dan membelakangi Bian sehingga dirinya menghadap ke jendela mobil.

Setelah perjalanan penuh keheningan tersebut, mereka akhirnya sampai di rumah. Bian memarkirkan mobilnya di tepi jalan tepat di depan rumah Laras.

Laras menggapai pintu hendak keluar, naasnya pintu tersebut masih terkunci. Membuatnya diredam emosi. Sebenarnya, apa si mau Bian ini?

"Buka," perintah Laras kesal. "Kenapa dikunci, si?!"

Tidak mempedulikan ucapan wanita di depannya. Bian mendekatkan wajahnya ke arah Laras. Karena takut, Laras makin mojok ke pintu. Jantungnya berdegup kencang.

"Kenapa takut?" tanya Bian dengan nada meledek.

Laras hampir tidak bisa bernapas dibuatnya. "Mas Bian—"

"Kenapa, Sayang?" godanya.

Sial.

Laras mendorong tubuh Bian dengan penuh tenaga. Ia dapat bernapas lega setelah pria itu kembali ke tempat asalnya. Menatap tajam, lalu dengan cepat keluar dari mobil karena pintu sudah terbuka.

Di luar mobil.

Pria itu menghentikan langkah Laras dengan mencekal lengan wanitanya. Tidak peduli Laras marah. Ia tidak ingin wanita itu pergi begitu saja.

"Besok Ibu saya ke sini lagi," ungkap Bian saling berhadapan dengan Laras.

Wanita itu mengerutkan keningnya heran. Untuk apa Weni ke sini? Bahkan dalam seminggu tercatat 3 kali berkunjung ke rumah anaknya. Laras tahu itu hak Weni, tetapi tidak biasanya. Weni bahkan terhitung jarang menyapa Bian ke Jakarta, bisa 1 bulan sekali.

"Kamu masih cuti 'kan?" tanya Bian.

Kecurigaannya makin menjadi-jadi. Ia menatap Bian dengan serius. Sungguh, dirinya tidak mau Weni membuat kepalanya makin pusing.

"Kenapa, Ibunya Mas Bian mau ke rumahku lagi?" tanya Laras.

Diamnya Bian sudah dapat menjelaskan semuanya. Laras menghembuskan napas kasar. Sebenarnya ia lelah, ingin berteriak bahwa dirinya hancur, tetapi hal itu hanya tertahan di hati.

"Aku masuk dulu," ucap Laras bingung harus merespon apa. Terlebih pria di depannya memilih bungkam.

Bian mencekal lengan Laras seolah meminta jawaban lebih. Laras dapat melihat dari sorot matanya bahwa pria itu juga sama bingungnya dengan dirinya.

Apa ia harus mencoba? Dengan berjalannya waktu rasa patah hatinya pasti terobati. Apakah mereka benar-benar bisa saling menyembuhkan?

"Aku setuju sama kesepakatan waktu itu," putus Laras dengan tatapan cukup menyakinkan.

Bian makin memegang erat tangan Laras. Tidak menyangka bahwa kalimat tersebut keluar dari mulut wanita di depannya. Bukankah ini sebuah keajaiban bahwasanya Laras setuju menikah dengan Bian?

"Kamu setuju kita menikah?" tanya Bian kembali memastikan.

Anggukan kepala dari Laras membuat Bian refleks langsung memeluk tubuh mungil milik wanita di depannya. Pelukan yang cukup erat. Tidak dipungkiri bahwa ia bahagia, bahkan sangat.

Pelukan itu kembali terurai. Bian tersenyum. Senyum yang baru Laras lihat semenjak pria itu tinggal dan menjadi tetangganya. Ia merasakan kehangatan dari pria jangkung tersebut. Di depannya, seolah bukan Bian. Si dingin nan menyebalkan itu seakan terhapus dalam hitungan detik.

Tin! Tin! Tin!

Itu suara klakson motor milik Laura, adik kandung Laras. Si bontot yang kini sedang menempuh pendidikan di SMA.

Laura membuka helm-nya. "Nanti dulu mesra-mesranya, bukain gerbang dulu, Kak!"

Meski sedikit sebal, Laras membuka gerbang tersebut. Si botot itu tersenyum senang.

"Loh, Non Laras yang buka toh? Bapak habis ke toilet sampai buru-buru takut Non Laura nunggu lama," ujar Andi, satpam rumah Laras.

"Nggak apa, Pak. Laura juga udah masuk," ujar Laras.

"Terima kasih, Non." Dibalas anggukan sama Laras.

Bian langsung menahan tangan Laras yang lagi-lagi hendak pergi tanpa mengucapkan sepatah kata.

"Apalagi?" tanya Laras.

Cup!

"Bang Bian!" teriak Laura langsung menggeplak lengan pria itu. Membuat Bian ikut terkejut.

Sedangkan yang diberi kecupan malah mematung di tempat. Laura justru yang kesal sendiri melihat adegan mesra tersebut terjadi di depan matanya.

Kalian tahu? Laura sampai berkacak pinggang di depan kedua manusia dewasa itu.

"Kak Laras kok mau-mau aja si dicium sama Bang Bian?!" gerutu Laura menatap tajam sang Kakak.

Laras menelan ludahnya sendiri. Ia juga kaget. Tidak menyangka Bian akan melakukan hal seberani itu.

"Memang kenapa?" tanya Bian kebingungan. Memang apa salahnya, itu bahkan hanya kecupan ringan saja.

"Itu namanya nggak sopan! Bang Bian main cium Kak Laras aja, kalau ada yang liat selain aku gimana?" cecernya.

Laras mengerti maksud sang adik. Ia sontak saja memberi tatapan mencegah kepada Bian. Pria itu mudah sekali terpancing emosi.

"Nggak gimana-gimana. Lagian sebentar lagi kamu jadi adik ipar saya," ucap Bian terlalu ceplas-ceplos.

Laura melotot tidak percaya. "Kak Laras tolong klarifikasi! Yang diomongin Bang Bian bohong 'kan?"

Ia menghembuskan napas kasar. Menatap ke arah sang adik. Kemudian tersenyum kaku. Laras tahu bahwa Laura pasti akan menentang semuanya. Karena suatu hal, Laura—

"Nggak! Aku nggak setuju. Kalian jangan sampai menikah! Pokoknya kalian harus putus!" desak Laura teramat kesal.

"Kenapa bukan kamu aja yang putus sama adik saya?" ucap Bian membalikkan.

Laura terkejut. Tidak. Tidak. Bukan Laura saja, Laras pun ikut tercengang. Dari mana Bian tahu bahwa adiknya memiliki hubungan dengan Laura? Sungguh plot twist.

"Saya tau kamu dan Gibran punya hubungan khusus. Lebih baik kalian putus. Anak SMA harusnya fokus belajar, pacaran cuma buang-buang waktu," celetuk Bian cukup menusuk hati Laura.

Laras memegang lengan sang adik. "Nggak usah didengerin, masuk sana."

Sebenarnya, Laras takut keduanya adu mulut lebih dari ini. Mengingat bagaimana sifat sang adik yang cukup pemberani, apalagi Bian dengan kalimat menyakitkannya.

"Memang apa salahnya anak SMA pacaran? Kaya nggak pernah muda aja!" balas Laura mengabaikan perkataan Kakaknya.

"Laura," tegur Laras. Setelahnya Laura langsung pergi ke dalam dengan suasana hati tidak baik.

Ia pun menatap Bian. "Sebaiknya Mas Bian pulang."

"Kamu ngusir saya?" tanya Bian dengan tatapan polos.

Sungguh, Laras tambah pusing dibuatnya. Ia seakan tidak diberi napas sejenak.

"Nggak. Bukan itu maksudku. Ini udah sore. Aku juga mau bersih-bersih. Mau mandi, Mas." Laras menjelaskan.

Bian mengangguk setuju. "Jam 7 saya tunggu di luar."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Terikat Cinta Setelah Akad   Bab 48 Hari Bahagia (Tamat)

    Jam makan siang."Laras!" panggil Lolita karena masih tidak terima bahwa surat penguduran dirinya tidak kunjung dapat persetujuan.Sarah yang melihat Lolita memanggil sahabatnya itu sontak menatap Laras seakan meminta jawaban."Kenapa, Ras?" tanya Sarah.Yang ditanya malah menggeleng pelan. Ia juga sebenarnya kurang tahu kenapa Lolita memanggilnya dengan nada cukup keras tersebut. "Yang bener aja kamu, Ras. Masa resign nggak ada omongan sama sekali ke aku," ujar Lolita masih tidak terima. Sarah yang mendengar seperti itu langsung menyahut, "Kamu resign, Ras?""Siapa yang resign?" Kali ini suara Bima yang muncul.Lolita menatap Laras dengan kesal. "Laras. Gara-gara dia surat resign saya batal di acc sama Pak Hendra.""Itu si nasib Bu Lolita." Bima memegang kopi dengan laptop di tangannya. "Pak Hendra mana mungkin lepasin sekretaris kesayangannya." "Diam kamu, Bima," balas Lolita tajam.Sebenarnya Lolita tidak marah, hanya saja kesal karena ia sudah menunggu-nunggu hari tersebut. Ia

  • Terikat Cinta Setelah Akad   Bab 47 Resign Bersama

    —Beberapa bulan kemudian. "Mas ... Mas Bian bangun." Laras menepuk-nepuk pipi suaminya pelan.Tidak lama pria itu membuka matanya usai mendapat satu kecupan di pipi. Mungkin itu jimat ketika Bian susah dibangunkan."Mas aku berangkat duluan, ya? Hari ini ada meeting," ujar Laras di jam 8 pagi.Bian yang masih tertidur di atas ranjang pun sontak terbangun. Ini masih pagi, kenapa sang istri sudah mau berangkat kerja?"Cium dulu," balas Bian setengah sadar.Laras memandang malas. Ia sudah mau telat, tetapi Bian malah meminta hal aneh yang pasti berujung memakan waktu lama.Cup! Ciuman itu mendarat di pipi untuk yang kedua kalinya."Udah. Aku berangkat, ya."Namun, baru saja hendak bangkit tangan Laras dicekal oleh Bian sehingga wanita itu kembali jatuh ke ranjang."Mas," gerutu Laras.Sayangnya Bian tidak peduli, pria itu malah menunjuk bibirnya dengan ibu jari. Menyodorkan pada sang istri seolah meminta lebih."Aku udah mau telat, Mas. Nanti aja, ya?"Akhirnya aksi tawar-menawaran Lara

  • Terikat Cinta Setelah Akad   Bab 46 Cinta yang Setara

    "Dari bibir kamu lebih manis," goda Bian.Laras refleks memukul tubuh sang suami. "Mas Bian!"Sayangnya pria itu justru terkekeh geli. Seolah hal yang paling menyenangkan adalah menganggu dan membuat istrinya marah."Muka kamu lucu," celetuk Bian. Laras pun merenggut. "Jangan kaya gitu lagi.""Kenapa?" Bian kembali mengikis jarak dengan sang istri. "Di sini aman. Mau nyoba lagi?"Tiba-tiba kedua orang tua Bian datang membuat keduanya berdiri dengan posisi normal. Laras merasa lega karena merasa diselamatkan."Kalian masih mau di sini atau ikut pulang bareng kami?" tanya Ibu Bian.Laras melirik ke arah Bian. Kemudian memamerkan senyum tipisnya. "Kita juga mau pulang, Bu. Takut hujan."Kedua orang tua Bian mengangguk lirih, berjalan lebih dulu meninggalkan kedua pasutri yang tengah berlibur tersebut. Entah sejak kapan Bian menjadi pria yang hangat dan romantis. Namun yang jelas Laras tidak henti tersenyum. Seperti saat ini, pria itu berjalan seraya menautkan jari-jemarinya dengan mili

  • Terikat Cinta Setelah Akad   Bab 45 Merasa Indah

    Usai berganti pakaian kedua pasangan suami istri tersebut menuruni anak tangga dengan senyum rekah di bibirnya. "Gibran?" panggil Laras saat sampai di bawah."Ibu sama ayah di mana?" tanyanya."Oh ... ibu sama ayah kayanya pergi ke kebun," balas Gibran.Tentu saja Laras kebingungan sendiri. Bukankah kesibukan kedua orang tua Bian adalah mengurus perusahaan mereka? Karena selama tinggal satu komplek yang ia tahu Bian ini dari keluarga berada. Ayahnya saja pemilik perusahaan tempat pria itu bekerja. "Ibu sama ayah saya memang urus perkebunan di sini, lebih tepatnya ibu. Karena hobinya berkebun," jelas Bian.Kemudian Gibran kembali membuka suara. "Kata ibu, Kak Bian disuruh ajak Kak Laras jalan-jalan. Jangan di rumah terus.""Makasih Gibran. Kamu pengertian, deh," celetuk Laras.Bian pun melirik ke samping. "Memangnya kamu nggak capek?""Stamina tubuh aku itu kuat, Mas. Jangan diragukan. Gimana kalau kita susul ibu sama ayah. Aku pengen liat-liat," ucap Laras tampak bersemangat. Gibra

  • Terikat Cinta Setelah Akad   Bab 44 Bertemu Mertua

    Setelah beberapa hari menghabiskan waktu di Bali, kini Laras dan Bian sudah berada di Taxi usai menempuh perjalanan pulang dari Bali—Bandung yang menghabiskan waktu sekitar satu jam lebih. "Mas, udah hubungi Ibu kalau kita udah perjalanan ke rumah?" tanya Laras di dalam mobil. Bian pun mengangguk. "Udah. Kenapa, kamu kok keliatannya seneng banget?""Aku nggak sabar ketemu orang tua Mas Bian. Apalagi ini pertama kalinya aku diajak berkunjung langsung setelah kita nikah," jujur Laras tidak lupa menebarkan senyum.Bian ikut senang karena sang istri terlihat bahagia dengan hal-hal kecil yang akan ia jumpai setelah. Ia tidak hentinya tersenyum. Kemudian tangan lembut itu mengusap rambut Laras dengan sayang. "Laras ...."Laras menoleh lalu membalas, "Kenapa, Mas?""Nggak apa-apa. Saya seneng aja liat kamu senyum lebar kaya gini," ungkapnya."Emang selama ini aku jarang senyum?" tanya Laras kebingungan. Lagi lagi Bian menggeleng lirih. Istrinya itu selalu saja membuat gemas. Tidak ayal

  • Terikat Cinta Setelah Akad   43 Honeymoon

    Beberapa hari berlalu. Kini, Laras dan Bian sedang berkunjung ke salah satu pantai yang menyediakan penginapan dengan nuansa pantai pasir putih yang terletak di kota Denpasar, Bali. Kedua pasangan suami istri itu sedang bersiap-siap karena sebentar lagi langit akan berganti warna jingga. "Kamu beneran honeymoon ke Bali, Ras?" tanya Sarah dari balik telepon. Laras pun mengangguk dengan wajah menghadap ke cermin hias. Memoles tipis riasan agar wajahnya tidak terlalu pucat. "Aku kangen pantai, Sar. Kebetulan kita mau berkunjung ke rumah mertua, jadi biar sekalian aja pulang dari Bali ke Bandung," balas Laras. "Astaga, Ras. Kamu istrinya Direktur, loh, minta honeymoon ke Eropa, kek. Jangan nanggung-nanggung, mau keliling dunianya juga Bian duitnya nggak bakalan abis," celetuk Sarah sengaja. "Perjalanan jauh yang bikin capek, Sar. Mending yang deket-deket aja lebih menghemat tenaga," jelas Laras apa adanya. "Padahal kapan lagi jalan-jalan jauh sebelum punya anak, nanti kalo udah ada

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status