Share

Bab 3

“Ya, ini aku. Kamu masih ingat denganku?” Sambil bangkit dari tempat duduknya Naufal menatap lekat Solana yang kini sudah terlihat sangat cantik dan … dewasa. Sangat berbeda dengan Solana yang dia kenal lima enam tahun yang lalu.

Saat di mana Naufal baru menjadi suami dari Shashi, kakak perempuan Solana satu – satunya.

“Hmm, tentu saja aku masih ingat. Silakan duduk,” sahut Solana berusaha mengendalikan dirinya yang sempat panik karena kedatangan mantan kakak iparnya itu.

Hampir saja Solana bersikap arogan, padahal belum tahu apa tujuan Naufal mengunjungi dirinya. Karena Solana yakin bahwa Naufal tidak mungkin bisa mengetahui soal komik itu dengan mudah. Jelas dirinya tidak mencantumkan identitas apa pun dalam komik itu.

Solana juga telah membayar mahal perusahaan percetakan yang menerbitkan komik tersebut, untuk menutup mulut tentang identitas dirinya yang asli.

“Kalian sekarang tinggal di sini?” tanya Naufal memancing. Karena sejak kedatangannya tadi, dia tidak melihat satupun anggota keluarga Solana. Baik itu mantan mertua atau … mantan istrinya. Hanya terlihat Solana dan pembantunya di villa.

“Kalian?” beo Solana berdecih sambil berjalan begitu anggun menuju sofa yang bersebrangan dengan Naufal.

“Ya, di mana Ayah Surya? Aku sudah lama sekali tidak berjumpa dengan beliau,” ucap Naufal lagi.

“Mereka sudah meninggal,” sahut Solana cepat. Dalam hati gadis itu begitu murka. Karena dirinya masih menganggap sumber penderitaannya adalah karena orang tua dari pria ini.

Naufal seketika terdiam saat mendengar kabar bahwa mantan mertuanya telah meninggal.

Kenapa dirinya tidak tahu? Kenapa tidak ada yang memberinya kabar?

“Maaf, aku tidak tahu.”

“Tidak masalah, aku juga sudah tidak memikirkannya lagi. Semua yang bernyawa pasti kembali kepada pemilik yang sesungguhnya,” jawab Solana bijak.

Karena memang dirinya sudah tidak bisa lagi larut dalam kesedihan. Dia tetap harus melanjutkan hidup. Yang pergi biarlah pergi. Yang tinggal harus tetap melanjutkan perjalanan hidupnya.

Naufal melupakan tujuannya datang ke villa ini. Ternyata di balik kelakuan Solana yang berhasil membuat kepalanya menguap menyimpan duka karena telah kehilangan kedua orang tuanya.

Pria itu masih menerka apa yang sebenarnya membuat Solana melakukan itu padanya. Membuat sebuah komik dengan menjadikan dirinya objek imajinasi fulgar bukankah itu keterlaluan?

Lagipula mereka pernah menjadi keluarga? Bagaimana bisa Solana melakukan hal memalukan itu padanya?

“Kamu benar, kita yang masih diberi kesempatan bernafas harus tetap melanjutkan kehidupan meski menyakitkan. Jadi kamu tinggal bersama ….”

“Kak Shashi juga sudah meninggal,” tukas Solana yang sudah bisa menebak lanjutan kalimat dari mantan kakak iparnya itu.

Bagai disambar petir di siangg bolong, Naufal hampir kehilangan detak jantungnya. Kalimat Solana benar – benar berhasil membuat kesadarannya sempat terhenti.

"Apa lagi ini? Shashi meninggal? Kapan? Kenapa tidak ada yang memberitahu dirinya? Apa karena mereka sudah berpisah?"

Padahal di masa lalu saat mereka bercerai, mereka jelas masih saling mencintai. Berharap kedatangannya ini akan mempertemukan dirinya dengan sang mantan istri kembali.

Serta ingin menanyakan perihal komik menjijikan itu kepada Solana.

Tapi kenapa keadaan justru tidak sesuai dengan semua rencananya? Kenapa semua terjadi begitu peliknya?

“Shashi … meninggal?” ulang Naufal masih tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Solana yang mempunya perangai tegas acuh dan dingin itu.

“Ya, dia meninggal empat tahun lalu,” jawab Solana seperlunya saja.

Dia tidak ingin beramah tamah, dengan keturunan orang yang telah menghancurkan keluarganya.

Dan dari sini Solana menyadari satu hal, dia mengira bahwa Naufal datang memang karena ingin menemui kakaknya. Bukan perihal komik hasil karyanya. Solana yakin Naufal tidak akan tahu bahwa komik itu adalah maha karya dari tangannya yang menggenggam bara api dendam.

Naufal tidak ada kalimat lagi yang bisa dia ucapkan. Rencananya yang ingin menyembur Solana karena komik itu musnah sudah. Mendengar kabar tentang mantan istrinya yang telah meninggal benar – benar membuat dirinya melupakan semua tujuan awalnya datang ke villa ini.

“Kenapa tidak ada yang memberitahuku? Kenapa aku tidak tahu apa pun?” tanyanya lirih.

Kepalanya begitu berat meski hanya untuk mendongak. Matanya penuh kesedihan dan air bening mulai keluar dari sudutnya.

“Untuk apa?” balas Solana datar.

Naufal mendongak dengan kedua mata yang kini terlihat sangat merah menyedihkan,

“Untuk apa? Kamu bertanya ‘untuk apa’, Solana?” ulang Naufal dengan raut wajah yang sangat kecewa dengan pertanyaan mantan adik iparnya itu.

“Untuk apa aku bertanya kepada orang yang sudah sangat jelas tidak peduli akan keluargaku. Lagi pula kamu bukan lagi siapa – siapa. Kamu sudah menjadi orang lain. Lalu untuk apa aku harus memberimu kabar atas meninggalnya anggota keluargaku?” tandas Solana dengan tatapan nyalang penuh kebencian ke arah Naufal yang kini sedang menangis meratapi kepergian Shashi, mantan istri yang masih ada di dalam hatinya.

Naufal lagi – lagi merasa tertampar kenyataan yang baru saja dijabarkan oleh Solana. Apa yang dikatakan gadis itu memang benar adanya.

Dia tidak ada hubungan lagi dengan keluarga mantan istrinya. Tapi haruskah semenyakitkan ini? kenapa mereka begitu rapat menyimpan kabar itu?

Saat Naufal semakin larut dalam kesedihannya, Solana tetap tenang dengan keangkuhan di wajahnya. Kakinya bertumpu, bersedekap dada dan menyandarkan punggungnya di sofa.

Tidak ada gurat kesedihan apalagi kasihan di wajahnya. Meski saat ini ada seorang pria dewasa yang sedang menangisi anggota keluarganya yang telah tiada.

Hati Solana tidak lagi mudah bergetar. Mungkin sudah menjadi batu.

“Ehm! Ngomong – ngomong apa tujuanmu datang ke rumahku?” sela Solana di tengah tangis pilu Naufal yang masih belum akan berhenti.

Duda itu benar – benar menyesali kebodohannya yang tidak mengetahui bagaimana keadaan mantan istri setelah diceraikannya.

Naufal tidak langsung menjawab. Dia merogoh sapu tangan di saku celanya dan mengusap air mata yang terus saja membanjir tidak ingin berhenti.

Naufal tidak berniat mengatakan apa tujuannya datang ke villa ini. Dia benar – benar tidak sanggup mengatakan apa pun. Kabar meninggalnya Shashi benar – benar membuat dadanya terasa sangat sesak.

“Tidak ada, aku hanya ingin berkunjung. Awalnya aku ingin bertemu Ayah Surya, Bunda Enny juga … kakakmu. Tapi ternyata mereka sudah pergi. Aku sangat terlambat,” jawabnya berdusta.

Jelas bukan itu tujuan yang sesungguhnya. Naufal benar – benar tidak bisa mengatakan apa pun selain kebohongan itu.

Dan pada saat Solana akan kembali berbicara untuk mengusir Naufal, tiba – tiba datang dua anak kecil yang mempunyai wajah yang hampir sama. Hanya saja mereka adalah seorang anak lelaki dan anak perempuan yang sangat tampan dan cantik.

“Mommy Ocha! Kami pulang!” seru kedua bocah itu secara bersamaan dan berhasil merenggut perhatian Solana juga Naufal.

Jantung Solana seketika berhenti berdetak saat kedua anak itu muncul tepat di hadapannya. Kenapa mereka pulang awal sekali? Bukankah seharusnya masih setengah jam lagi?

Banyak pertanyaan yang mengacaukan isi kepala Solana saat ini.

Naufal tertegun saat melihat dua bocah dengan seragam sekolah yang menggemaskan itu.

“S-siapa mereka, Solana?”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status