Daru menggeram saat merasakan bagian kejantanannya dilumat dan dihisap oleh Renya. Detik itu juga langsung merasakan, kenikmatan yang menjalar dari bagian kejantanannya hingga ke seluruh tubuhnya. Sialan Renya benar-benar membuat dirinya merasakan kenikmatan yang membangkitkan setiap inci tubuhnya.
Renya bukan Ella yang pasrah dan menurut semua keinginannya. Renya adalah tipe perempuan yang haus akan sex dan tukang perintah. Baiklah, kalau ini keinginan Renya, dia ingin sex Daru akan berikan sex yang Renya inginkan.
-Kata maaf gampang untuk diucapkan, kata Maaf mungkin bisa menyelesaikan masalah. Tapi, bila sudah terlambat, apakah maaf masih berguna?- Gallon
Andi kembali mengingat kepergian Ella beberapa hari lalu, tatapan gadis itu masih teringat jelas di ingatan Andi, jujur Andi menjadi merasa bersalah pada gadis itu. Tidak seharusnya dia malah membuat wanita itu bertambah sakit hatinya karena perbuatannya saat ini. Ratih baru saja membersihkan dirinya, memakai bathrobe Ratih melangkah mendekati Andi yang sedang berdiri di jendela apartemen itu. "Apa gak sebaiknya kamu temui dia ... Ella," ujar Ratih. Andi menghela nafas panjang, dia menyugar rambutnya, di satu sisi memang sebaiknya dia menemui Ella, namun di sisi lain Andi juga harus memikirkan perasaan Ratih. "Jangan pikirin aku, aku gak papa ... selesaikan masalah kamu lebih cepat lebih baik," ujar Ratih yang sudah melingkarkan tangannya di leher Andi. "Kenapa kamu begitu baik?" "Karena aku pernah berada di posisi Ella dan pernah bera
Daru tak perlu meminta izin dua kali pada Bramantya untuk membawa Renya pindah dari kediaman orangtuanya. Saat Bramantya dan Yuni tak ada di rumah, Daru meminta Renya lekas-lekas berkemas untuk segera berangkat. Wanita itu hanya membawa dua koper pakaian keluar dari rumah.“Kamu bisa pamit ke orang tua kamu,” ucap Daru seraya menyalakan mesin mobilnya.“Enggak apa-apa. Enggak usah. Papa udah tau, kalo aku bakal tinggal di rumah mertua,” sahut Renya. Ia telah duduk di sebelah Daru dan menatap rumahnya. Mobil perlahan mundur dan memutar. Meninggalkan halaman dan rumah besar menyerupai mansion tempatnya menghabiskan sebagian besar usianya.“Aku harap kamu betah di rumahku. Kamu nggak usah ragu dan khawatir akan Mama-ku. Mama paling mendukung pernikahan ini. Sama dengan kedua orang tua kamu. Mama bahkan nggak pernah nanya gimana perasaan aku,” ucap Daru.“Ru &hel
Ella melangkahkan kakinya menyelusuri lorong supermarket. Hampir satu jam dia berputar-putar di sana, entah apa yang dia cari sebenarnya. Ia hanya ingin menenangkan pikirannya yang makin hari makin ruwet dan carut marut. Berdiam diri di rumah bukanlah jawabannya, dia lelah menerima tatapan kekecewaan dari ibunya. Ibunya hanya sesekali menanyakan tentang hubungannya dengan Andi yang kandas namun, Ella tau kalau ibunya menyalahkan dirinya akan semua itu. Apakah ini salahnya? Apakah hubungan ini kandas karena kesalahan dirinya sendiri? Ah ... sudahlah, Ella lelah dengan itu semua. Kepalanya hampir meledak bila memikirkan kehidupan percintaannya. Ella terus mendorong trolly yang tidak ada isinya itu dengan pandangan kosong dan tidak menyadari apa pun di sekitarnya. Hingga .... Brak!
"Jadi ...." "Jadi apa?" "Udah bisa dong aku chat kamu gitu? di bales ya ... jangan cuma di baca, takut gak baik buat kesehatan," ujar Fahri. "Bisa aja kamu ... kamu gak pulang?" "Ngusir ini ceritanya?" "Ya gak juga sih ...." "Aku mau nemenin kamu, sayang gadis kayak kamu jalan sendiri, makan sendiri, ngapa-ngapain sendiri ... kan mending aku temenin." "Kamu dari lahir udah gini ya?" "Gini gimana?" "Ngomongnya banyak ... gak berenti-berenti dari tadi." Ella tertawa. Percakapan konyol antara Ella dan teman barunya berlanjut hingga hari mulai sore. Fahri membukakan pintu taksi itu untuk Ella. "Jangan lupa, chat aku di bales, telpon aku di angkat ... aku takut kamu—" "Apa?" "Tiba-tiba kangen a
Daru masih berdiri mematung saat Ella mengusirnya pulang. Ella baru saja melewatinya dan masuk ke dalam rumah. Sedangkan ibu wanita itu, berdiri dan menatapnya dengan raut penasaran. Daru menelan ludah.“Bu … bisa saya bicara sebentar dengan Ella?” Daru menatap lurus mata Diana.“Tadi kamu denger sendiri Ella minta ibu buat usir kamu,” kata Diana. “Kamu siapa? Pacarnya?” Diana penasaran dengan laki-laki yang berdiri di depannya.“Saya Daru.”“Saya udah tau. Kamu, kan, tadi bilang udah bilang.” Diana menelisik Daru dengan tatapannya. Ia lalu menoleh berkeliling. Melihat apakah ada yang mendengar perkataannya barusan. “Mending pulang aja, deh.”“Bu, saya mau ngomong sama Ella. Saya cuma mau pamit ke Ella,” kata Daru.“Kamu masuk dulu, deh. Nanti ngomong begini, malah
Daru menyentuh bibirnya, masih ia rasakan sensasi bibir ranum Ella. Bibir Ella yang manis dan hangat benar-benar masih Daru rasakan di bibirnya. Ia berjalan lambat-lambat menyelusuri lorong rumahnya, dilihatnya jam di tangannya. Ini sudah pukul sebelas malam, Daru yakin Bayu dan Renya sudah tidur. Klik …. Daru membuka pintu kamarnya dan mendapati Renya sedang tertidur pulas, senyumannya merekah saat melihat Renya. Entah kenapa, semenjak Renya mengizinkan Daru mengejar Ella lagi, Daru merasa lebih menghargai Renya. Bagaimana pun Renya adalah istrinya, wanita yang sudah halal baginya. “Nya, tidur kamu?” tanya Daru sambil membenarkan selimut Renya dan mengusap pipi Renya yang mulus. Pertanyaan bodoh, ta
Pagi itu Renya menyiapkan segala sesuatunya di atas meja makan. Ini adalah sarapan pertama mereka sebagai suatu keluarga, meski penuh kepalsuan tapi setidaknya Renya juga ingin merasakan mempunyai keluarga yang sempurna. Daru baru saja keluar dari kamarnya, begitu juga Bayu. Dua lelaki tampan berbeda umur berjalan menuruni tangga bersamaan menuju ke arah Renya. Renya memberikan senyum pada mereka, dia telah menantikan keduanya di sana. "Hari ini kegiatan kamu apa, Nya?" tanya Daru menarik kursi. "Hari ini ... hari pertama aku kembali bekerja di departemen store, seperti dulu lagi ... Head accounting. Aku pengen punya aktivitas Ru, kan gak mungkin aku seharian nungguin kamu pulang," ujarnya sambil memoles roti. "Bayu, mau selai apa?" tanya Renya pada Bayu yang baru saja meneguk susunya. "Coklat," jawab Daru masih canggung. "Kamu gak mau cobain nasi goreng buatan Tante?"
Daru masih berdiri menatap Ella dengan berbagai pikiran melintas di kepalanya. Seorang pria yang tak dikenalnya sedang berada bersama Ella. Siapa laki-laki itu, dari mana asalnya, dan sejak kapan Ella bersama laki-laki itu, Daru tak punya bayangan sama sekali. Laki-laki yang baru saja memberikan selembar tisu pada Ella, menatap wanita itu penuh rasa khawatir. Daru terhenyak. Ella kenapa? “La, aku mau ngomong.” Daru memandang Ella yang masih berdiri dengan tisu di mulutnya. “Aku nggak bisa. Kamu nggak liat aku lagi kedatangan tamu?” ketus Ella, melewati dua orang pria dan pergi ke ruang makan. “Kamu siapanya Ella? Kalo boleh tau?” Fahri menatap Daru. Kedua pria itu belum beranjak dari depan kamar mandi. “Aku—Daru. Pacar Ella,” jawab Daru. “Ngaco!” teriak Ella, dari ruang makan. Ternyata wanita itu mendengar perkataan Daru barusan.