Ella melangkahkan kakinya menyelusuri lorong supermarket. Hampir satu jam dia berputar-putar di sana, entah apa yang dia cari sebenarnya. Ia hanya ingin menenangkan pikirannya yang makin hari makin ruwet dan carut marut.
Berdiam diri di rumah bukanlah jawabannya, dia lelah menerima tatapan kekecewaan dari ibunya. Ibunya hanya sesekali menanyakan tentang hubungannya dengan Andi yang kandas namun, Ella tau kalau ibunya menyalahkan dirinya akan semua itu.
Apakah ini salahnya? Apakah hubungan ini kandas karena kesalahan dirinya sendiri? Ah ... sudahlah, Ella lelah dengan itu semua. Kepalanya hampir meledak bila memikirkan kehidupan percintaannya.
Ella terus mendorong trolly yang tidak ada isinya itu dengan pandangan kosong dan tidak menyadari apa pun di sekitarnya. Hingga ....
Brak!
Hai … ini Gallon salah satu penulis MMZ Selamat menikmati cerita ini yah dan tetap temani Ella dan Daru. Silahkan cari karya kami bertiga di seluruh sosial media dan platform tulisan lain yang ada. Salam sayang juskelapa (Munaroh), Gallon (Maemunah) dan Chida (Zaenab).
"Jadi ...." "Jadi apa?" "Udah bisa dong aku chat kamu gitu? di bales ya ... jangan cuma di baca, takut gak baik buat kesehatan," ujar Fahri. "Bisa aja kamu ... kamu gak pulang?" "Ngusir ini ceritanya?" "Ya gak juga sih ...." "Aku mau nemenin kamu, sayang gadis kayak kamu jalan sendiri, makan sendiri, ngapa-ngapain sendiri ... kan mending aku temenin." "Kamu dari lahir udah gini ya?" "Gini gimana?" "Ngomongnya banyak ... gak berenti-berenti dari tadi." Ella tertawa. Percakapan konyol antara Ella dan teman barunya berlanjut hingga hari mulai sore. Fahri membukakan pintu taksi itu untuk Ella. "Jangan lupa, chat aku di bales, telpon aku di angkat ... aku takut kamu—" "Apa?" "Tiba-tiba kangen a
Daru masih berdiri mematung saat Ella mengusirnya pulang. Ella baru saja melewatinya dan masuk ke dalam rumah. Sedangkan ibu wanita itu, berdiri dan menatapnya dengan raut penasaran. Daru menelan ludah.“Bu … bisa saya bicara sebentar dengan Ella?” Daru menatap lurus mata Diana.“Tadi kamu denger sendiri Ella minta ibu buat usir kamu,” kata Diana. “Kamu siapa? Pacarnya?” Diana penasaran dengan laki-laki yang berdiri di depannya.“Saya Daru.”“Saya udah tau. Kamu, kan, tadi bilang udah bilang.” Diana menelisik Daru dengan tatapannya. Ia lalu menoleh berkeliling. Melihat apakah ada yang mendengar perkataannya barusan. “Mending pulang aja, deh.”“Bu, saya mau ngomong sama Ella. Saya cuma mau pamit ke Ella,” kata Daru.“Kamu masuk dulu, deh. Nanti ngomong begini, malah
Daru menyentuh bibirnya, masih ia rasakan sensasi bibir ranum Ella. Bibir Ella yang manis dan hangat benar-benar masih Daru rasakan di bibirnya. Ia berjalan lambat-lambat menyelusuri lorong rumahnya, dilihatnya jam di tangannya. Ini sudah pukul sebelas malam, Daru yakin Bayu dan Renya sudah tidur. Klik …. Daru membuka pintu kamarnya dan mendapati Renya sedang tertidur pulas, senyumannya merekah saat melihat Renya. Entah kenapa, semenjak Renya mengizinkan Daru mengejar Ella lagi, Daru merasa lebih menghargai Renya. Bagaimana pun Renya adalah istrinya, wanita yang sudah halal baginya. “Nya, tidur kamu?” tanya Daru sambil membenarkan selimut Renya dan mengusap pipi Renya yang mulus. Pertanyaan bodoh, ta
Pagi itu Renya menyiapkan segala sesuatunya di atas meja makan. Ini adalah sarapan pertama mereka sebagai suatu keluarga, meski penuh kepalsuan tapi setidaknya Renya juga ingin merasakan mempunyai keluarga yang sempurna. Daru baru saja keluar dari kamarnya, begitu juga Bayu. Dua lelaki tampan berbeda umur berjalan menuruni tangga bersamaan menuju ke arah Renya. Renya memberikan senyum pada mereka, dia telah menantikan keduanya di sana. "Hari ini kegiatan kamu apa, Nya?" tanya Daru menarik kursi. "Hari ini ... hari pertama aku kembali bekerja di departemen store, seperti dulu lagi ... Head accounting. Aku pengen punya aktivitas Ru, kan gak mungkin aku seharian nungguin kamu pulang," ujarnya sambil memoles roti. "Bayu, mau selai apa?" tanya Renya pada Bayu yang baru saja meneguk susunya. "Coklat," jawab Daru masih canggung. "Kamu gak mau cobain nasi goreng buatan Tante?"
Daru masih berdiri menatap Ella dengan berbagai pikiran melintas di kepalanya. Seorang pria yang tak dikenalnya sedang berada bersama Ella. Siapa laki-laki itu, dari mana asalnya, dan sejak kapan Ella bersama laki-laki itu, Daru tak punya bayangan sama sekali. Laki-laki yang baru saja memberikan selembar tisu pada Ella, menatap wanita itu penuh rasa khawatir. Daru terhenyak. Ella kenapa? “La, aku mau ngomong.” Daru memandang Ella yang masih berdiri dengan tisu di mulutnya. “Aku nggak bisa. Kamu nggak liat aku lagi kedatangan tamu?” ketus Ella, melewati dua orang pria dan pergi ke ruang makan. “Kamu siapanya Ella? Kalo boleh tau?” Fahri menatap Daru. Kedua pria itu belum beranjak dari depan kamar mandi. “Aku—Daru. Pacar Ella,” jawab Daru. “Ngaco!” teriak Ella, dari ruang makan. Ternyata wanita itu mendengar perkataan Daru barusan.
Daru menelan ludahnya perlahan. Nyaris tanpa suara. Ia khawatir Ella mendengar hasrat yang terpercik dalam suaranya. Pemandangan yang tadi dilihatnya dalam bentuk kilasan, kini ingin ia buktikan dengan nyata. Tatapan Daru beranjak. Meninggalkan sepasang tumit halus yang sedang menanggalkan selembar kain kecil. Naik, menuju betis mungil berwarna putih gading tanpa noda. Daru melihat Ella memajukan letak tubuhnya. Terlihat sedang mengaduk-ngaduk isi lemarinya. Wanita itu telihat tergesa-gesa. Namun, Daru malah menikmati ketergesaan wanita itu. Ia kini sedang menatap bokong Ella yang tengah menunduk. Daru sedikit memalingkan wajah karena Ella tiba-tiba bergerak meraba-raba bagian belakang punggungnya. Lalu wanita itu melepaskan branya. Gerakan Ella cukup cepat. Namun, bagi Daru pemandangan itu begitu lambat hingga ia merasa tersiksa tiap detiknya. Kini ia menoleh terang-terangan. Melihat garis lengkung punggung Ella yang pernah menunduk di
Ella mundur beberala langkah, ia ingin menjauhkan wajah Daru dari perutnya. Menjauhkan lelaki itu sejauh-jauhnya dari tubuhnya.“Ella.”“Kamu kadang suka ngaco yah,” ucap Ella sambil mencoba menghirup udara sebanyak-banyaknya. Mendengar perkataan Daru membuat Ella sesak napas. Hamil? Apa maksud Daru!?“Kenapa aku ngaco, La. Aku liat kamu muntah tadi,” ungkap Daru sambil berusaha mendekati Ella yang sudah berjalan mondar mandir.“Muntah bukan indikasi orang hamil, Daru!?” Ella menatap mata Daru dengan tatapan yang siap mencabik-cabik wajah Daru.“Kamu bilang tadi kamu lapar dan kamu mun—““Aku manusia Daru!? Mahluk hidup, tentu aja aku lapar dan mungkin aja aku masuk angin.” Ella memijat kepalanya yang tiba-tiba sakit. Astaga …
Sore itu Daru baru saja kembali dari kantornya, dia mendapati Bayu sedang bermain basket di halaman samping. Anak lelaki yang menginjak masa remaja itu hanya melambaikan tangan padanya.Daru memasuki rumah, nampak sepi seperti biasa. Rumah ini akan ramai dengan suara jika Anneke, ibu nya datang berkunjung. Sudah hampir dua minggu ini wanita paruh baya itu berada di Belanda.Daru melangkah menaiki anak tangga menuju kamarnya melintasi kamar dimana Renya berada. Pintu kamar itu tidak tertutup rapat, Daru yakin wanita itu sedang berada di dalam sana.Daru mengetuk pintu itu, sedikit melongokkan kepalanya, dia mendapati Renya sedang duduk di sisi tempat tidur, sepertinya batu saja mendapatkan telepon dari seseorang.“Gimana, udah dapet yang kamu cari di Bali kemarin?” tanya Daru yang ikut duduk bersebelahan dengan Renya.Renya menggeleng. “Belum.”“Apa yang bisa aku bantu buat kamu?”Renya menghela nafa