Storynya belum ada di apk, ya. Masih di web. Jadi harus dicari di web dulu sebelum dimasukin apk.
A Lover (Alec & Alea)
Alec Cage, tak mampu menahan lonjakan gairah yang begitu menggebu ketika menemukan keindahan begitu sempurna yang dimiliki oleh Azalea Mahendra. Ia tak sungguh-sungguh berniat membawa wanita itu ke ranjang, tapi kesepatakan Arsen Mahendra yang ingin mempertahankan posisi CEO memberikannya hadiah yang sangat menarik. Seorang Azalea Mahendra. Jadi, kenapa tidak?
Azalea Mahendra, tak mampu menolak paksaan sang kakak, Arsen Mahendra. Yang berniat memberikannya pada Alec Cage sebagai sebuah hadiah. Tanpa kekuatan untuk melawan kekuasaan sang kakak, Alea membiarkan Alec mendapatkan tubuhnya. Awal pernikahan mereka berjalan dengan lancar dan hubungannya dengan Alec berjalan seperti sebuah pernikahan pada umumnya meski hati Alea tertaut pada pria lain. Dan semua berubah menjadi petaka bagi Alea ketika Alec diam-diam menyelidiki dirinya dan mengetahui masa lalu tentang hubungannya dengan sang kakak angkat. Arza Mahendra. Alec pria pecemburu dan bukan seorang baik hati yang pemaaf. Terutama saat dihadapkan pada sebuah pengkhianatan. Tentu saja hanya kematian satu-satunya balasan yang sepadan. Tetapi, ternyata Alec tak semurah hati itu membalas pengkhianatan Alea. Alec bertekad membuat Alea membayar setiap pengkhianatan wanita itu dengan sangat besar. Lebih besar dari yang sanggup Alea terima. Mampukah Alea bertahan?
Entah sudah berapa lama Jenna merebahkan tubuhnya di tempat tidur hanya untuk berguling ke sana kemari. Ranjang itu terasa begitu luas dan kosong, juga dingin tanpa kehadiran Jerome. Sedikit kekesalan menyadari keresahannya sejak tadi dikarenakan ketiadaan Jerome. Kenapa ia merasa begitu tergantung dengan Jerome sejak kehamilan ini?Jenna menyentuh perutnya. Semua perasaanya menggebu ini hanyalah dorongan dari janin di dalam perutnya. Karena hormon kehamilannya. Karena anak ini adalah anak Jerome. Ya, hanya itu. Semua kecemburuan dan kerinduannya pada Jerome hanyalah dorongan hormon kehamilan. Yang tak kuasai ia kendalikan.Sekali lagi Jenna merubah posisinya. Berbaring miring mengarah ke sisi ranjang tempat Jerome biasa berbaring. Dan memeluknya sepanjang malam. Kecuali kemarin malam. Hati Jenna meringis pedih. Teringat Carissa.Tak banyak hal yang ia ketahui tentang Carissa selain sebagai mantan kekasih Jerome. Juga seseorang yang telah membantu Liora da
“Duduklah.” Liora memilih mengabaikan kalimat Jerome.Jerome menahan pinggang Jenna agar tak langsung duduk. Tetapi pemilihan tempat duduk yang diberikan Liora adalah satu-satunya tempat yang ia pikir berada paling jauh dari jangkauan Daniel. Ia pun membiarkan Jenna duduk di samping Liora sedangkan dirinya sedikit menggeser satu-satunya kursi yang tersisa lebih dekat ke arah tempat Jenna. Membentangkan jarak yang cukup jauh antara dirinya dan Daniel meskipun itu tak cukup karena tetap saja ia harus menghirup udara yang sama di sekitar sepupu sialannya itu.Lebih dari sepuluh menit, keheningan penuh ketegangan di meja tersebut tak terpecahkan hingga pelayan menyajikan makanan memenuhi meja. Bahkan tak ada yang menyentuh makanan tersebut seolah setiap gerakan saja mampu menimbulkan konfrontasi di antara kedua belah pihak.Jenna dan Liora sendiri hanya mampu saling pandang tanpa sepatah kata pun dengan ketegangan kuat di antara Jerome dan Daniel. Kedua
“Kau jadi lebih pendiam,” gumam Jerome memecah keheningan yang sengaja dipertahankan sejak keduanya masuk ke dalam mobil dan meninggalkan halaman restoran. “Apa saja yang kau bicarakan dengan Liora di toilet?”Jenna menoleh, lama menatap wajah Jerome dengan cermat lalu menggeleng pelan. Menepis kegetiran yang merayapi hatinya teringat kata-kata Liora yang kembali berputar di kepalanya.“Kau jelas terlihat tidak baik-baik saja, Jenna. Inilah hal yang kukhawatirkan dengan pertemuanmu dan Liora. Wanita itu pasti mengatakan sesuatu.”Mata Jenna mengerjap dengan cepat akan kejituan dugaan Jerome.“Katakan. Apa saja yang dikatakan oleh Liora padamu?” Suara Jerome terdengar lebih tegas dan penuh tuntutan dari sebelumnya. “Aku tahu ada sesuatu yang tak beres.” Mata Jerome memicing penuh curiga. Tentu saja ada yang tak beres dengan Jenna. Sikap dan cara memandang wanita itu berubah sejak keluar dari toile
Setelah mencuci tangan dan mematikan keran air, Jenna membuka tasnya. Berniat mengambil lipstik untuk memperbaiki polesan di bibirnya. Tetapi kemudian ia melihat sebuah ponsel di dalam tasnya dan teringat pembicaraan terakhirnya dengan Liora sebelum keluar dari toilet.‘Berapa nomormu?’Jenna menggeleng. ‘Jerome tidak membiarkanku memegang ponsel sejak kejadian itu.’Liora mengernyit, kemudian berpikir sejenak dan mengeluarkan ponselnya dari dalam tas lalu memberikannya pada Jenna. ‘Bawa ini.’‘Hah?’‘Gunakan ponselku. Aku akan menghubungimu.’‘T-tapi …’Liora mengambil tangan Jenna dan meletakkannya di telapak tangan sang adik memaksa menerima. ‘Kali ini aku berjanji akan menghubungimu. Di dalam situ juga ada nomor Daniel. Jika ada sesuatu, kau bisa menghubungi nomornya.’Jen
Huffttt.... Akhirnya ... Siapa yang selama dua hari ini nungguin Jenna dan Jerome? Maafkan author yang telah menghilang tanpa kabar selama dua hari ini, ya. Hari Kamis kemarin Author lagi sibuk meresapi getar-getar cinta dari debay di perut yang pengen segera launching. Buat para emak-emak pasti tahu dong gimana rasanya. Dan Jumat kemarin Author masih belum pulih. Hari ini pun masih belum pulih total, tapi masih bisa buka laptop untuk up bab yang udah sempet ditulis sebelum debay lahir. Doain aja Author cepet pulih biar bisa cepat tamatin story ini, ya. Dan tenang aja, storynya ga bakalan bertele-tele hingga berseason-season, kok. Selamat membaca.
Sepanjang malam Jerome tak kembali ke kamar mereka. Jenna tak ingin tahu apakah pria itu sedang di ruang kerja, di kamar lainnya, atau bahkan sedang keluar rumah. Dan satu-satunya yang ia sesali dengan ketiadaan pria itu adalah hormon kehamilannya yang menjadi sensitif. Doris menemaninya sepanjang malam, membantunya menghadapi serang mual dan muntah yang tiada henti. Lalu kembali berbaring di tempat tidur dan menangis. Lagi dan lagi.Esok paginya, Jenna bangun kesiangan. Cairan kuning dan pahit menyambutnya dan menguras seluruh tenaganya. Dokter datang untuk memeriksa dan memberinya cairan infus. Dan Jerome masih belum juga muncul.Jenna tak mengharapkan kemunculan pria itu. Dan entah bagaimana, ia pun merindukan pria itu di saat yang bersamaan. Seharusnya Jenna tahu, inilah yang akan didapatkan setelah mengungkapkan semua perasaan yang ia miliki. Tidak ada yang tersisa untuknya.Jerome akhirnya muncul ketika Doris baru saja keluar untuk menyiapkan makan malam J
“Kalian berdua benar-benar tak punya hati.”“Tutup mulutmu, Liora,” desis Jerome dengan kegelapan di seluruh permukaan wajahnya yang sudah tak tertolong lagi. “Kau tak tahu apa-apa tentang masalah kami.”“Oh ya?” Dagu Liora semakin naik. Kobaran kemarahan di matanya tak kalah membaranya dengan Jerome. Ketegangan yang saling meregang di antara mereka tak bisa lagi terselamatkan. Kemudian pandangan Liora beralih ke arah Jenna yang duduk di ranjang pasien. Dengan wajah sepucat mayat. Melemparkan pandang penuh kekuatan untuk sang adik.Seluruh tubuh Jenna membeku, tak bisa lagi mencerna rentetan kalimat Liora yang menamparnya keras-keras. Bahkan otaknya masih bersikeras memahami apa yang ditangkap oleh telinganya. Dan di saat yang bersamaan, ia berharap bisa menyangkal semuanya. Tapi semua terlalu nyata untuk disangkal sekaligus terlalu menyakitkan untuk diterima.Pandangan Liora kembali ke arah Jerome. “C
“Apa-apaan lagi ini, Jenna?!” geram Jerome. Membanting sendok dalam genggamannya ke piring. Dan sungguh, satu-satunya hal yang Jerome pikirkan saat ini adalah membungkam mulut Jenna. Setelah semua yang ia lakukan untuk wanita itu. Mulai bertemu Liora dan menghindari Jenna karena tak ingin melihat wajahnya. Demi ketenangan emosi dan batin Jenna. Demi memberi waktu bagi Jenna untuk diri wanita itu sendiri. “Ceraikan aku.” Jenna mengulang sambil menguatkan hati. Ya, hanya ini satu-satunya jalan untuk menghentikan pertikaian yang tanpa ujung ini. Jerome menatap langsung wajah Jenna. Mencermati keseriusan bercampur patah hati yang terlihat jelas di permukaan wajah istrinya. Lalu, tiba-tiba pria itu tertawa. Dalam tawa penuh kehambaran. “Setelah aku menceraikanmu, lalu apa?” Kerutan tersamar di kening Jenna. “Lalu kau ingin apalagi? Anak kita?” Jenna merasa kesal dengan nada suara Jerome yang terdengar mengejek. “Keinginanmu yang man