Tangisan Jenna akhirnya terhenti lama setelah Jerome meninggalkan ruang tidur. Dengan ranjang yang masih berserakan, kembali menorehkan yang teramat dalam mengingat pergulatan menyakitkan yang dilakukan Jerome padanya. Dan ia tak bisa menolak setiap kesakitan tersebut hanya karena ingin. Jerome menyetubuhinya seperti hewan.
‘Tubuhmu ternyata lebih menggairahkan dari Liora. Aku mulai berpikir untuk menyimpanmu saja.’
Kata-kata Jerome kembali terngiang di kepalanya. Hidupnya benar-benar selesai jika Jerome menyimpannya untuk jadi pelacur pria itu. Pemikiran itu membuat Jenna tersadar dan mengangkat wajahnya. Mengabaikan rasa nyeri di pangkal pahanya, ia berjalan ke kamar mandi. Membersihkan seluruh tubuhnya dari keringat dan gairah Jerome secepat mungkin dan segera masuk ke ruang ganti. Menyambar pakaian apapun yang pertama ia lihat dan segera berjalan menuju pintu kamar yang tidak dikunci. Jenna menjulurkan leher, memastikan tidak ada siapa pun di s
Melayani Jerome saat mengira pria itu tidak tahu siapa dirinya, terasa lebih mudah daripada saat pria itu menyentuhnya setelah semua kedoknya terbongkar. Jenna tak bisa menepis perasaan bahwa dirinya hanya sebagai pelacur pria itu. Tubuhnya serasa kotor, di setiap jengkal kulitnya yang dicium oleh bibir pria itu, pun dengan cara Jerome yang menyentuhnya tak sekasar seperti tadi siang.Sentuhan pria itu kali ini penuh hasrat, panas membakar, dan menggodanya seperti sebelum-sebelumnya. Yang terasa berbeda hanyalah perasaan Jenna. Yang dipenuhi kebencian untuk Jerome. Rasa jijik dan serangan pria itu yang tak henti-henti menggodanya membuatnya terombang-ombing dalam kebimbangan. Haruskah ia mengikuti semua permainan panas pria itu ataukah menekan dalam-dalam rasa jijiknya.Kecupan singkat mendarat di kening Jenna yang basah oleh keringat setelah Jerome meledak di dalam dirinya. Pria itu mengerang puas sebelum menjatuhkan tubuhnya di samping tubuh Jenna. Jenna bergegas mem
“Kau terlambat satu menit.” Suara Jerome yang tengah duduk di sofa tunggal ruang tamu menghentikan langkah Jenna yang sudah setengah melintasi ruang tamu dengan langkah terburu.Jenna nyaris menjerit kaget, tersentak kaget menyadari keberadaan Jerome. “A-aku ... maaf aku terlambat,” jelasnya sambil menggigit bibir bagian dalamnya. Ekspresi Jerome tampak sedatar es. Tak ada kemarahan yang muncul ke permukaan, tapi tatapan tajam pria itu terasa begitu menusuk kedua bola matanya. Membuat seluruh tubuh Jenna membeku di tempat.Setelah memikirkan Daniellah satu-satunya kunci yang bisa membantunya menemukan Liora, Jenna langsung bergegas keluar dari apartemen Liora dan mencari taksi untuk mengantarnya ke apartemen Daniel. Berkali-kali ia memencet bel dan menunggu pintu tersebut dibuka, Jenna akhirnya menyerah. Membuatnya nyaris menghubungi nomor Daniel lewat ponselnya jika ia tidak ingat ponselnya pun sedang diawasi oleh Jerome.Jenna pun kemba
Jenna menyimpan ponselnya di dasar lemari pakaian dan menyamarkannya dengan gaun-gaunnya yang menggantung hingga ke dasar lemari. Setelah memastikan tak ada sesuatu pun yang terlihat janggal, ia berpindah ke lemari pakaian yang satunya. Mengambil kotak hadiah yang dimaksud oleh Jerome. Tak terlalu terkejut menemukan lingerie berwarna merahlah yang ada di dalam kotak tersebut. Jerome selalu tergila-gila dengan tubuhnya, dan sekarang bukan saat yang untuk memikirkan harga diri. Jika Jerome menginginkan tubuhnya, ia akan memberikannya. Rasanya hatinya sudah terlalu kebas untuk memikirkan cinta dan segala macam perasaan sentimentil yang mengikuti. Cukup sekali hatinya dipatahkan oleh Juna. Ia tak akan memikirkan apa pun lagi selain lepas dari jeratan Jerome.Setelah menyiapkan air di bath up dan meneteskan bath foam, Jenna menggoyang-goyangkan air hingga tercipta buih di permukaan. Harum mawar, ia tak terlalu menyukainya tapi Jerome sangat menyukainya. Melepas pakaiannya, Jenna p
Seharian penuh, sejak Jenna memastikan mobil Jerome melewati pintu gerbang lewat balkon kamar mereka, hingga siang hari dan pelayan memberitahu makan siang sudah siapkan. Jenna tak berhenti mencoba menghubungi nomor Daniel. Panggilannya terhubung, hanya saja Daniel sengaja tidak mengangkatnya.Jenna pun menyuruh pelayan untuk membawa makanannya ke kamar, sembari tak menyerah untuk mencoba berbicara dengan Daniel.“Nyonya?” Pelayan itu mengalihkan perhatian Jenna dari layar ponsel. “Tuan Jerome ingin bicara dengan Anda.”Mata Jenna melebar, mengumpat pelan menatap telpon yang disodorkan oleh pelayan tersebut dan segera menyembunyikan ponsel baru miliknya dari pelayan tersebut di belakang tubuhnya.“Kali ini apa yang menyibukkan dirimu hingga mengabaikan panggilanku, Jenna?” desis Jerome kesal.“A-aku ketiduran, Jerome. Kau tahu hari ini aku butuh istirahat, kan?” jawab Jenna sambil berdiri dan melangka
“Rumah Sakit Iris. Lantai sembilan no. 5.”Jenna mengingat alamat tersebut dalam ingatannya.“Jika kau bisa menyembunyikan nomormu di belakang Jerome, sepertinya kau cukup bisa dipercaya.”Tak mudah, tapi bukan berarti Jenna tak bisa melakukannya.“Datanglah ke sini dan jangan sampai pengawal Jerome mengendus jejakmu. Aku akan menunggumu besok. Jam sepuluh.”“Ya. Aku akan menghubungimu jika sudah sampai di sekitar rumah sakit.”“Hmm,” jawab Daniel dalam gumaman pelan. “Di mana Jerome?”“Kami sedang makan malam di luar. Sepertinya dengan rekan kerjanya.”“Siapa?”“Namanya Samuel.”“Samuel Marsello?”“Kau tahu?”Daniel mendecakkan lidahnya. “Ya, selain tentang Liora, aku juga mengenal dengan baik pria-pria yang menaruh perhatian padanya. Salah satunya Samuel.”
Jadi, Jerome benar-benar tahu hubungan Liora dengan Samuel? Tubuh Jenna yang sempat memanas, dalam sekejap seperti guyur air es dan membuat seluruh tubuhnya membeku. Pria itu seolah sudah tahu setiap jejak pengkhianatan yang dilakukan oleh Liora tanpa kakaknya menyadari. Seolah sengaja membiarkan kakaknya melakukan apa pun dan di saat yang bersamaan, Jerome lah yang mempermainkan Liora.Yang membuat Jenna sendiri merasa tak aman akan kepercayaan pria itu yang diberikan untuknya. Apakah mungkin Jerome tahu ia menghubungi Daniel di belakang pria itu? Tidak. Jenna yakin untuk yang satu ini, ia sudah membuat kamuflase sebaik mungkin.Jerome melonggarkan lilitannya di pinggang Jenna, membiarkan wanita itu berpijak sepenuhnya ke lantai. Tangannya yang di tengkuk Jenna bergerak menuju bibir wanita itu yang merekah karena lumatannya. Pipi Jenna semerah tomat, bercampur kepucatan yang mulai merebak. Rasanya begitu menyenangkan mempermainkan emosi wanita itu dengan reaksi tubuh
Pertama kalinya, Jenna terpana menatap gedung termegah yang pernah ia lihat seumur hidupnya. Gedung tinggi bertingkat yang berdiri kokoh di hadapannya, dengan dinding kaca berwarna biru gelap yang didesain dengan begitu mewah dan sempurna."Ke arah sini, Nyonya." Si sopir menginterupsi Jenna yang masih ternganga mengagumi bangunan di depannya.Jenna mengerjap, menahan malu dan bergegas menyesuaikan ekspresinya lalu berjalan mengikuti arah si sopir. Petugas keamanan, resepsionis, dan beberapa orang berkelas yang Jenna tak kenal, entah karyawan atau yang memiliki jabatan tinggi melihat cara berpakaiannya, menyempatkan diri untuk sekedar mengucapkan sapaan 'Nyonya Lim' kepadanya. Jenna merasa sangat canggung dengan perlakuan istimewa tersebut dan membalas dengan seulas senyum tipis.Si sopir membawanya ke lift khusus di ujung lorong pendek di sebelah barat, kemudian menekan tombol bertulis 'CEO' yang ada di deretan tombol paling atas."Tuan ada di ruangannya
“B-ba ...” Suara Jenna tersekat di tenggorokan. Tak mampu menyelesaikan sepatah kata pun di ujung lidahnya karena bibirnya yang bergetar hebat.Seringai keji tersungging tinggi di ujung bibir Jerome.Jenna menoleh ketika pengawal itu keluar, berdiri di samping pengawal yang lainnya dengan ponsel yang disembunyikan Jenna di tangan. Jemarinya berselancar di layar ponsel selama beberapa saat, lalu wajahnya terangkat dan menggeleng sekali pada Jerome.Jerome mengulurkan tangan meminta ponsel tersebut.“J-jerome, aku bisa menjelaskan ini,” cicitan Jenna sangat jelas. Berusaha berdiri di antara kedua kakinya yang lembek seperti jeli.Jerome tak menggubris. Semakin dalam ia mencoba mencari apa yang ada di dalam ponsel tersebut, kemarahan di dalam dadanya semakin mendidih. Tak ada apa pun yang bisa ia temukan di dalam sana. Setiap jejak sudah dihapus bersih. Terakhir, ia membanting ponsel tersebut di lantai, tepat di samping Jenna.