Share

Kaki Tangan Ricard

Tidak ada yang berani mendekati kamar berukuran kecil itu. Di mana Farah tampak merangkak pelan dengan tubuh yang penuh lebab. Namun, wanita yang berada di sana merasa sangat miris dengan apa yang terjadi pada Farah.

Clarissa yang tadinya duduk bersandar dengan kondisi yang sama tidak tega membiarkan Farah terus meringis meminta tolong. Sementara itu, tidak ada satu pun yang berani mendekatinya. Dia pun segera mendekat, membantu Farah berdiri.

Tubuh Farah yang eksotis sebenarnya tidak terlalu menampakkan beberapa luka lebam bekas pukulan dari Ricard.

"Nah, gitu dong. Sesama wanita cantik itu harus tolong menolong. Kalian jangan hanya menyelamatkan diri sendiri," celetuk Leon dengan angkuh.

Para wanita di ruangan yang cukup besar itu sudah berdandan sebaik mungkin. Mereka mengikuti intruksi Leon agar bisa terjual dengan mahal dan di tempatkan pada bar-bar ternama. Tidak ada jalan lain lagi bagi mereka untuk bisa kabur atau selamat dari cengkraman Ricard dan Leon.

Akan tetapi, tidak pada Clarissa. Wanita yang sudah tampak cantik secara natural itu tidak ingin berdandan lebih cantik lagi. Dia menyukai penampilannya yang apa adanya, dibanding harus menggunakan make-up yang di luar kebiasannya.

Semua wanita yang sudah berdandan terlihat tidak gugup sama sekali. Mereka seolah pasrah dengan apa yang akan mereka hadapi di depan nantinya. Apalagi melihat kemungkinan selamat dari tempat itu sangatlah kecil.

"Ayo, semua keluar! Mobil sudah menunggu kita!" ajak Leon pada wanita-wanita cantik yang sudah tampil dengan pakaian seksi.

Mereka sama sekali tidak bisa membantah ucapan Leon. Apalagi saat melihat tatapan nanar dua orang bodyguard di depan pintu. Mau tidak mau, mereka pun harus mengikuti langkah Leon keluar dari ruangan yang terasa pengap udara itu.

Cukup lama Clarissa mematung, sembari mengusap pelan pundak Farah yang terlihat lebam. Dia tampaknya tidak tertarik dengan ajakan Leon untuk segera meninggalkan tempat itu. Apalagi meninggalkan Farah yang tampak tidak sanggup berjalan.

"Kenapa kamu masih berdiri di sini?" tanya Ricard yang menyadari masih ada yang berdiri di ruangan itu.

"Saya tidak ingin pergi! Apa bedanya menjadi jalang di sini dan di luar sana!" bantah Clarissa dengan begitu berani.

Ricard menatap Clarissa begitu nanar. Dia merasa ditantang oleh wanita cantik seperti Clarissa. Bahkan, selama ini dia belum pernah menemui wanita seberani Clarissa yang menantang keinginannya.

"Wah ... wah ... kamu memang wanita pintar, ya? Baru kali ini saya menemui wanita seperti kamu. Dan saya sangat menyukai itu," ucap Ricard dengan mengangkat sudut bibirnya.

Clarissa bergidik ngeri melihat pria yang seluruh tubuhnya nyaris dipenuhi tato, berjalan pelan ke arahnya. Dia tidak sanggup membayangkan jika pria dengan tatapan tajam itu akan memperlakukan dirinya sama dengan Farah.

Wanita dengan rambut sedikit ikal itu memilih mundur satu langkah. Dia menghindari pria itu semakin mendekat di hadapannya.

"Kamu jangan mendekat, atau saya akan ...." Ucapan Clarissa terputus. Dia mengingat tempat itu sebuah tempat yang dia sendiri tidak tahu apa namanya. Apa yang bisa dilakukannya pada pria di depannya itu?

"Ckckck! Saya suka gayamu, selain cantik kamu sungguh berani. Oke, jika itu maumu. Saya akan beritahu Leon jika kamu tidak akan ikut dengan mereka dan memilih tetap tinggal di sini dengan wanita yang menggairahkan ini," tunjuk Ricard pada Farah yang masih menunduk, karena ketakutan mengingat yang dilakukan pria itu.

Ricard pun keluar dari ruangan itu menyusul Leon--keponakannya. Dia akan memberitahukan jika wanita bernama Clarissa dan Farah akan tetap tinggal sebagai mainannya.

Sementara itu, di luar rumah mewah dua buah mobil sudah menunggu para wanita itu. Leon hanya memilih duduk di tangga sambil melihat wanita-wanita itu masuk ke mobil. Di baru menyadari jika ada yang kurang dari mereka. Baru saja hendak melangkah ke dalam rumah, Ricard pun muncul di depannya.

"Om, apa Clarissa dan farah masih di dalam?" tanya Leon pada sang paman.

"Biarkan mereka tetap tinggal di sini. Mereka telah memilih untuk tidak ikut. Setidaknya akan jadi mainan baru kita nantinya," ucap Ricard sambil tertawa angkuh. Leon yang selama ini hanya menjadi kaki tangan Ricard, tidak bisa berbuat apa-apa. Dia ikut tertawa puas dengan kabar itu. Baginya semua itu bukanlah hal penting. Apa pun pilihan Clarissa, tentu dia sudah mekikirkan risiko yang akan dihadapinya nanti saat tinggal bersama Ricard.

Leon pun menarik napas lega, satu urusannya selesai sesuai rencana. Semua wanita yang awalnya direkrutnya dengan iming-iming sebuah pekerjaan di luar negeri yang menjanjikan, telah masuk ke dalam mobil. Mereka akan dikirim pada sebuah jaringan mafia terbesar yang berkembang di luar negeri.

Leon tidak peduli lagi bagaiamana nasib mereka setelah itu. Dia hanya menjalankan apa yang sudah menjadi misi sang paman selama lebih kurang sepuluh tahun belakangan. Tidak terhitung lagi, berapa wanita yang telah masuk perangkapnya untuk dijadikan wanita penghibur di bar-bar ternama di luar negeri.

"Leon, kamu urus mereka berdua. Masukkan ke kamar sebelah tempat wanita jalang lainnya disandera. Mereka tidak akan langsung menerima manisnya tinggal bersama Ricard!" perintah sang paman--Ricard yang berlalu dengan angkuh.

Leon yang masih berdiri mematung, kembali menghisab sebatang rokok yang ada di tangannya. Leon pun mengembuskan napas panjang. Dia harus baru saja lega menyelesaikan satu pekerjaan, kini satu pekerjaan lagi sudah menunggunya.

Pria dengan tubuh tegap dan jambang tipis itu segera memastikan semua wanita itu sudah aman di dalam mobil. Dia harus terlebih dahulu mengantarkan mereka ke pelabuhan. Di mana mereka akan diserahkan pada sebuah jaringan yang biasa membeli dan mengirim para wanita itu pada bar-bar tempat-tempat hiburan lainnya.

"Semua sudah beres?" tanya Leon memastikan pekerjaan anak buahnya sudah dijalankan dengan baik.

"Sudah, Bos. Mereka sudah aman di dalam sana. Kita berangkat sekarang, Bos?" tanya anak buah Leon dengan tubuh gempal dan lebih sangar.

"Oke, ayo berangkat! Pastikan pintu terkunci dengan aman!" perintah Leon sambil menuju mobil mewahnya yang masih ada di garasi.

Leon memastikan dua mobil yang membawa wanita-wanita itu sudah berangkat lebih dulu. Dia pun segera menyusul di belakang.

***

Sebuah mobil telah menunggu kedatangan mereka di sisi pintu masuk pelabuhan. Seorang pria bermata sipit tersenyum puas saat melihat wanita-wanita cantik turun dari mobil. Pria dengan kaca mata hitam itu berdecak kagum dengan kerja Leon dan juga Ricard.

Leon tidak pernah sama sekali mangkir saat Tuan Lim meminta kiriman. Dia selalu memberikan sesuai permintaan. Kali ini Tuan Lim menyambut Leon dengan sumringah. Dia begitu bangga bisa bekerja sama dengan Leon yang merupakan orang kepercayaan Ricard.

"Terima kasih, Tuan Leon. Bisnis kita akan berkembang pesat. Mereka sangat memuaskan saya," ucap Tuan Lim sembari mengulurkan tangannya ke arah Leon.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status