Share

Nasib Buruk

Suasana di ruangan yang cukup luas itu terasa begitu mencekam. Samar-samar terdengar suara rintihan kecil milik Farah yang baru saja diseret oleh Ricard ke kamar yang cukup kecil itu.

Di antara mereka ada yang menutup telinga, karena tidak tega mendengarkan hal yang memilukan itu. Dua orang bodyguard dengan tubuh gempal di depan pintu, tampak menatap mereka dengan nanar. Sebuah pistol di tangan mereka siap melesetkan pelurunya pada siapa yang mencoba membangkang.

Leon tampak serius menikmati rokok yang ada di tangannya. Sesekali dia menyentuh layar ponsel yang ada di atas meja. Para wanita yang ada di ruangan itu menatap nanar ke arah Leon. Pandangan mereka menyimpan sebuah dendam yang kelak akan mereka lampiaskan.

Begitu juga dengan Clarissa. Wanita itu berusaha bangkit dengan kondisi tubuh yang tampak lemah. Tangan kirinya terus saja memegangi pipi yang masih memerah bekas tamparan dari Leon.

Berkali-kali Leon meminta mereka agar diam dan berhenti menangis. Namun, di antara mereka tetap saja meringis ketakutan dengan nasib mereka ke depannya. Sementara itu, Leon semakin suka melihat hal itu. Dia tidak hentinya menyunggingkan senyum pada wanita-wanita itu.

"Tuan, saya mohon. Lepaskan saya," ucap seorang wanita yang masih terlihat lebih muda dari yang lainnya.

"Lepaskan? Lepaskan kata kamu? Ha ha ha ... kamu jangan bercanda manis, kami sudah menerima pembayaran untuk itu. Jangan sekali-kali berharap kalian akan bebas dari sini, sebelum kami mengirim ke luar negeri" bentak Leon seakan tidak lagi mengerti bagaimana ketakutan yang dirasakan wanita itu.

"Dasar manusia iblis! Kalian tidak punya hati sedikit pun. Apa kalian tidak punya ibu atau saudara perempuan, sehingga tega berbuat seperti ini pada kami?" umpat Clarissa yang membuat mata Leon menatap nanar ke arahnya.

Ucapan Clarissa membuat Leon merasa semakin geram. Ingatannya kembali pada sosok wanita yang telah melahirkannya itu, wanita yang dibunuh dengan cara yang keji oleh orang yang sama sekali tidak diketahuinya.

Leon melangkah pelan ke arah Clarissa. Wanita cantik dengan bagian dada yang sedikit terbuka itu tampak ketakutan. Di memilih mundur, saat Leon melangkah maju ke depannya. Pria dengan tubuh yang cukup ideal itu semakin mendekat dengan seringai yang menakutkan.

Beberapa wanita yang berdiri di samping Clarissa memilih minggir ke samping dan memberi jalan untuk Leon.

"Clarissa ... mulutmu boleh juga. Bibirmu yang tampak sensual itu membuatku semakin penasaran," tutur Leon yang terus saja mendekat ke arah wanita itu. Kini posisi tubuhya tersandar di dinding tembok. Leon pun menumpukan lengannya ke arah dinding tepat di atas kepala Clarissa, sehingga nyaris membuat wanita itu tidak punya akses lagi untuk melepaskan diri dari cengkraman Leon.

"Apa yang akan kau lakukan, Bajingan?" tanya Clarissa menutup wajahnya dengan kedua tangan.

"Apa? Bagaimana jika kita bersenang-senang dulu, sebelum saya memberitahu tentang mereka?" tanya Leon dengan seringai menjijikkan penuh birahi.

Clarissa semakin ketakutan. Pria dengan tubuh yang cukup kekar itu kini hanya berjarak beberapa centi di depan wajanya. Bagaimana dia bisa menghindari Leon, sementara kini tangannya ditumpukan ke dinding oleh Leon.

Tanpa basa basi lagi, Leon mengecup bibir Clarissa dengan paksa. Dia seakan tidak peduli banyak mata sedang melihat ke arahnya dengan pandangan miris. Sebagian mereka berusaha menutup mata dan membuang muka, karena begitu jijiknya dengan aksi yang dilakukan Leon di depan banyak orang.

Clarissa berusaha meronta dengan tindakan yang dilakukan Leon padanya. Namun, semua itu percuma saja. Tidak ada yang berani menolongnya. Dia meringis kesakitan oleh perlakukan kasar Leon. Akan tetapi, tetap saja semua orang memilih diam.

"Kamu tahu kenapa aku melakukan semua ini, Cantik?" bisik Leon tepat di dekat telinga Clarissa.

Clarissa tidak menjawab, dia hanya menggeleng pelan.

"Karena kehilangan merekalah aku menjadi seorang yang tidak punya hati, mereka tidak akan kembali, kalian adalah alat, karena dendam yang tidak terlampiaskan."

Mendengar penuturan Leon, Clarissa pun akhirnya menangis. Tubuhnya yang berada dalam kungkungan pria dingin tanpa empati itu, sama sekali tidak bisa digerakkan. Dia merasa miris saat mengingat nasibnya telah di ujung tanduk. Begitu juga dengan para wanita yang lain.

Baru saja Leon hendak mendekatkan bibirnya kembali pada Clarissa, dia pun dikejutkan oleh suara dering ponsel di kantong celananya.

Leon langsung mengangkat panggilan itu. Ternyata panggilan dari Max. Pria yang tandinya melingkarkan tangannya di pinggang Clarissa segere melepaskan begitu saja.

"Hallo, kau ada di mana? Kenapa lama sekali?" tanya Leon yang tampak sedikit emosi.

"Saya sudah ada di depan, Boss. Mereka sudah menunggu di pelabuhan. Sebaiknya kita suruh saja mereka ke sini sekarang. Tapi jangan lupa berdandan agar terlihat cantik dan menarik," ujar Max memberikan masukan pada Leon.

Leon pun tampak puas dengan ucapan seseorang di ujung telepon. Dia segera melangkah menuju kursi plastik yang berjarak beberapa meter dari tempatnya berdiri semula.

Sementara itu, Clarissa yang sudah terlepas dari cengkraman Leon mulai menggerutu. Dia juga menyapu bibirnya bekas kecupan Leon yang begitu menjijikkan baginya. Ingin rasanya dia kembali menangis. Namun, dia tahu jika semua itu percuma.

Leon manusia iblis itu tidak akan membiarkannya lari dan keluar dari tempat itu dengan mudah. Satu perangkap lagi telah berada di halaman rumahnya. Sebentar lagi tubuh mereka akan diperjualbelikan layaknya barang. Entah bagaimana nasib mereka selanjutnya setelah pergi dari sini.

"Dengar semuanya, kalian jangan ada yang berusaha kabur dari sini. Sebentar lagi kita akan berangkat ke pelabuhan. Sekarang berdandanlah secantik mungkin, semakin cantik kalian, semakin tinggi harga kalian, dan itu artinya kalian juga akan ditempatkan pada tempat yang istimewa di bar-bar ternama di luar negeri. Jika kalian sengaja tidak berdandan, maka bersiaplah kalian akan menjadi gembel jalanan di sana."

Peringatan dari Leon membuat mereka bergidik ngeri. Wanita mana yang menginginkan hidupnya berada dalam dua pilihan yang sama-sama, akan tetap menghancurkan masa depan mereka.

Mereka pun berlomba-lomba menggunakan make-up yang sebaik mungkin. Berharap kehidupan mereka akan sedikit lebih baik dari pada hidup di jalanan. Namun, tidak dengan Clarissa. Wanita itu sama sekali tidak ingin berdandan sesuai yabg diperintahkan oleh Leon. Dia menunggu nasib dengan pasrah. Berharap masih ada yang bisa mengeluarkannya dari tempat itu.

Tidak berapa lama, Ricard pun keluar dari kamar yang berukuran kecil itu. Dia tampak tersenyum puas sambil memasang beberapa buah baju yang masih tersisa.

"Tolooong!" teriak wanita bernama Farah dari kamar itu.

Semua saling berpadangan. Mereka tidak tahu apa yang bisa dilakukan untuk menyelamatkan wanita itu. Mereka sama sekali tidak punya keberanian untuk mendekat ke kamar itu. Tampak seorang wanita keluar dari kamar itu dengan merangkak. Tubuhnya penuh lebam dengan beberapa pakaian yang sudah tercabik.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status