Risa Abdullah sebenarnya tidak ingin datang ke tempat kerja hari ini, tapi menurut saran Adnan ketika mereka makan bersama kemarin, sebaiknya dia menjelaskan banyak hal kepada rekan kerjanya daripada menghindar terus-menerus. “Hari ini aku akan melapaskanmu atas belas kasihku. Tapi, mulai besok, kamu harus lebih patuh kepadaku.” Helaan napas Risa terdengar berat ketika kakinya melangkah menyusuri trotoar menuju gedung tinggi di depannya. Dia teringat kalimat ancaman super dingin dari Shouhei melalui sambungan telepon. Tepat ketika Risa sudah berada di mobil Adnan usai mereka berempat berpisah dari tempat mereka makan bersama. “Oh, Tuhan... aku tidak mau terlihat di mana pun. Kakiku rasanya berat sekali,” keluhnya dengan wajah muram dan lesu, merasa mulai sesak napas jika harus berhadapan dengan rekan kerjanya di ruangan yang sama. Dia pasti akan mendapat berbagai macam pertanyaan tanpa henti. Hal yang paling ingin dihindarinya adalah Bu Sari. Wanita itu pasti akan menempel kepadan
#WARNING RATE 21 + (MOHON MAAF ATAS KETIDAKNYAMANANNYA!) .............. “Ma-maaf... maafkan aku...” isak Risa dengan rasa bersalah memenuhi wajahnya. Shouhei yang baru saja mendapat perawatan di tangannya yang terkena gunting tajam, akhirnya hanya meliriknya dingin dan tidak mengatakan apa-apa. Sebenarnya dia tidak mau membuat Risa merasa terbebani, tapi bukankah ini bagus? “Ke-kenapa kamu tidak mengatakan sesuatu?” tanya Risa gugup. Sekarang, mereka berada di kantin rumah sakit. Keduanya duduk saling berhadapan. “Aku harus berkata apa? Aku terluka di sini. Berusaha menepati janjiku untuk membuatmu percaya kepadaku, tapi apa yang kamu lakukan?” “Sho-Shouhei...” gugup Risa dengan wajah memelas tak berdaya. Benar. Shouhei mencoba mengajaknya menikah mendadak. Tapi, bukan menikah dengan cara seperti itu yang dia inginkan. Di negara mereka memang tidak dilarang memiliki lebih dari satu istri. Tapi, yang dilarang itu adalah memiliki suami lebih dari satu. Namun, jika ben
Sabtu keesokan harinya, Risa Abdullah merasa dongkol karena Ayana Diandra Wiratama datang ke kantor mereka dengan wajah sok perhatian dan memelas sedih. Tentu saja karena dia melihat tangan Shouhei yang terluka. “Hei, mereka benar-benar romantis, ya?” puji Vera yang mengintip melalui kaca jendela ruang kerja Shouhei. Risa Abdullah yang duduk di meja sekretaris juga menatap ke arah jendela di mana kedua orang itu terlihat berinteraksi sangat akrab. Mulut Risa dimajukan kesal. Kemarin, dia baru saja melakukan adegan panas di kamar pribadi pria itu yang ada di ruang kerjanya. Tapi, keesokan harinya, dia malah bersama wanita lain? Risa yang sedang memegang polpen di tangan kanan, sadar atau tidak nyaris saja mematahkannya menjadi dua! “Aku dengar kalau pernikahan mereka juga akan diadakan bulan ini. Apa menurutmu semua orang akan diundang?” tanya Vera cepat, melirik Risa penasaran. Sejujurnya, dia ingin melihat reaksi Risa terkait hubungan kedua orang tersebut, tapi ekspresinya malah
Risa Abdullah kehilangan kata-kata. Setelah berpikir dia bisa memisahkan diri dari dua makhluk yang paling ingin dihindarinya di dunia ini, ternyata malah bertemu juga dalam waktu dekat. Ya. Dia sekarang satu meja dengan Shouhei dan Ayana! Bagaimana bisa seperti itu? Mari kita mundur beberapa menit sebelumnya! “Bagaimana kalau kita makan di sana saja? Aku dengar kalau daging panggangnya adalah yang terbaik!” seru Bu Sari yang sibuk menyetir sendirian. Vera yang duduk di sebelahnya hanya bisa tersenyum cengengesan dengan air liur hampir saja jatuh dari mulutnya! “Bagaimana, Risa? Kamu mau, tidak?” tanya Vera seraya menghapus air liur di sudut bibirnya. Risa Abdullah duduk di kursi belakang bersama Aisyah Giandra, rekan kerja yang dulu sempat membuat masalah dengannya. “Entahlah. Terserah saja. Aku tidak peduli kita makan di mana. Aku hanya ingin segera makan saja saat ini,” balasnya acuh tak acuh, bertopang dagu di tepi jendela mobil sambil setengah melamun. Icha yang mendengarn
Bu Sari melirik dengan senyum curiga malu-malu, dan segera memberi kode mata ke arah Icha. Wanita muda itu tahu maksudnya, tapi dia sungguh tidak mau lagi setelah kejadian terakhir kali. Dia bahkan sudah gugup jika harus bertemu bos mereka seperti sekarang. Karena tidak mau terlibat lagi, Icha pura-pura menikmati makanannya dengan sangat gembira. “Wuah! Makanan ini sangat enak! Aku sungguh jarang makan makanan Jepang begini! Terima kasih atas traktirannya! Saya tidak akan malu-malu memakannya. Sayang kalau makanan sebanyak ini tidak habis, kan?” Suara Icha yang sangat penuh antusias itu begitu heboh hingga tidak hanya membuat Bu Sari jengkel, tapi juga membuat suasana antara Risa dan Shouhei akhirnya mulai berangsur-angsur normal. Ayana yang tertawa senang mengomentarinya gembira. “Syukurlah kamu senang. Makan saja yang banyak. Kalau perlu, nanti aku akan memesankan semua orang untuk dibawa pulang.” Vera yang mendengar itu seketika ikut-ikutan bersemangat. “Wuah! Aku juga tidak aka
Selama makan di tempat terpisah, Shouhei berperilaku sangat manja. Bahkan, dengan alasan tangannya yang terluka, dia membuat Risa menjadi tidak enak hati. “Kamu masih mau makan sambil baring begini? Tidak takut tersedak?” omel Risa kesal, menatap pria yang masih saja tiduran santai di pangkuannya. Shouhei menjawabnya malas-malasan dengan mata terpejam. “Tentu saja. Aku ini adalah seorang korban, makanya harus diperlakukan dengan baik. Lagi pula, aku makan dengan hati-hati, tidak akan tersedak seperti katamu.” Risa merasa nadi di pelipisnya berdenyut bertubi-tubi mendengar balasannya. Karena tidak mau membuat masalah lebih rumit, akhirnya dia membiarkannya bertingkah semaunya sampai mereka selesai makan di sana. “Kenapa kamu malah tidak mau bangun? Cepat bangun! Kamu mau jadi sapi, ya? Aku juga harus segera kembali ke kantor!” “Risa Abdullah, aku adalah bosmu. Apa yang kamu takutkan? Selain itu, bukankah aku sudah menjelaskan kepadamu kalau aku mengatakan kepada mereka kita ada uru
Tidak ada yang bisa membantah Shouhei ketika pria itu sudah memutuskan sesuatu. Termasuk ketika dia berkata Risa harus tidur bersamanya semalaman. Itu benar-benar terjadi dan tidak bisa ditolak. Kesal karena mendapati bos dingin itu berlaku semena-mena kepadanya untuk kesekian kalinya, Risa hanya diam ketika dia bangun di pagi hari. “Ayolah, Risa Abdullah. Aku adalah pria yang sedang terluka. Tidak bisakah kamu membantuku membersihkan diri daripada hanya berbaring di situ dengan wajah masam?” goda Shouhei dengan nada membujuk kepada wanita yang memunggunginya di kasur. Risa tidak mengatakan apa pun, hanya menarik selimutnya lebih erat menutupi tubuhnya. Alasan bekerja di luar kota hingga mereka harus bersama semalam sungguh membuat hati Risa kesal. Bagaimana dia membohongi kedua orang tuanya yang sudah mempercayainya dengan bertunangan bersama Adnan Budiraharja? Penyesalan dan rasa bersalah menggigit hatinya. Melihat sang wanita belum juga tergerak, Shouhei yang sudah berdiri di
Karena terlalu lelah, Risa baru terbangun ketika siang hari telah tiba. Saat terbangun, tidak ada siapa pun di sekitarnya dan terasa sangat sunyi. Ujung matanya melirik sebuah kertas di atas nakas dan diraih dengan cepat. Ternyata itu adalah pesan pendek dari Shouhei. Bunyinya seperti ini: “Jika kamu sudah bangun, segera membersihkan diri. Aku sedang ada pertemuan penting di lantai bawah. Hubungi aku jika kamu sudah siap untuk jalan-jalan bersamamu.” Risa mencengkeram kertas dengan perasaan kesal. Apanya yang akan jadi miliknya selama 24 jam penuh? Pembohong! Katanya tidak akan mengurusi apa pun selain dirinya, tapi kenapa dia malah mengurusi bisnis lagi? Risa bukannya mau bersikap egois, tapi sungguh dia tidak mau dibohongi terus menerus olehnya yang selalu saja bersikap seenaknya sendiri. Kesal karena dianggap seperti anak kecil tidak berdaya, Risa berniat meninggalkan hotel dan tidak mau meladeninya lagi. Sialnya, baru saja dia hendak turun dari ranjang, bagian pribadinya ter