Bab 15"Mas kenapa?" tanya Sabrina saat Elang hanya diam saja ketika di perjalanan. Ia membingkai wajah sang suami dengan dua mata indahnya.Elang menoleh, lalu membalas tatapan Sabrina sambil mengulum senyum."Ngga apa-apa.""Seperti ada yang sedang di pikirkan.""Enggak, kok. Mas ngga apa-apa. Cuma agak lelah aja.""Ya sudah, nanti kalau sudah sampai Mas bisa langsung balik ke Mbak Kayla." Sabrina memaksa bibirnya untuk mengatakan hal itu meskipun sebenarnya dalam hatinya ada rasa berat."Mas ngga balik ke sana dulu."Sabrina tersentak. Secercah rasa lega tiba-tiba saja timbul dalam hatinya yang sempat layu."Kenapa, Mas?""Papa ngasih waktu kita seminggu lagi untuk bersama." Elang menoleh sekilas.Sabrina menahan senyum yang hendak terbit di wajahnya. Lalu, tiba-tiba saja terbayang dalam wajahnya bagaimana perasaan Kayla saat mengetahui bahwa dirinya masih harus berjauhan dengan sang suami satu minggu lagi."Pasti Mbak Kayla sedih," lirih Sabrina mencoba memposisikan diri."Ngga ap
Bab 16"Sabrina?" pekik Elang. Ia langsung berdiri salah tingkah mendapati istrinya sedang mendengarkan obrolannya dengan sang papa."Kamu sudah lama di situ?" tanya Elang lagi.Helaan napas dalam keluar dari bibir wanita yang sedang berdiri di belakang Elang itu. Lalu bibirnya tersungging sedikit. "Enggak, kok. Baru aja.""Ke—kenapa ngga duduk di situ?" sahut Elang sambil menunjuk sofa dengan ekor matanya."Aku ngga mau ganggu Mas. Makanya aku tunggu di sini." Sabrina menjawab sekenanya. Ia merasa ada yang tidak beres dengan sang suami. Ia pun berinisiatif untuk melakukan sesuatu hal."Mas, boleh ajak Papa dan Mama ke sini kalau mau. Biar aku siapkan makan malam nanti." Sabrina berujar setelah menetralisir hatinya yang tak menentu."Kamu yang siapkan?" tanya Elang lagi. Dahinya mengerut penuh lipatan, seolah meragukan kemampuan Sabrina."Iya. Aku bisa kok masak," jawab Sabrina mantap. Tak ada keraguan dalam ucapannya."Beneran?" sahut Elang lagi.Sabrina mengangguk yakin. Ia bermaksu
Bab 17Sabrina mendorong troli belanja sendirian. Ia hanya diantar oleh Elang tapi tidak ditemani masuk ke dalam supermarket. Terbersit rasa dongkol dalam hati Sabrina, tapi ia segera menepisnya."Perjuangan baru dimulai," batin Sabrina setelah mengembuskan napas kasar dengan semangat.Sabrina melenggang menuju kasir setelah ia selesai mendapatkan bahan makan yang ia butuhkan. Ia harus mengantri di belakang sepasang suami istri yang tampak mesra dan serasi.Hati Sabrina bersorak penuh cemoohan. Namun, hal itu bukanlah sesuatu yang bisa membuat langkah Sabrina mundur. Apa yang dilihat makin menambah semangatnya untuk menjadi satu-satunya istri Elang Hastanta."Berat ya?" ucap Elang sambil mengambil alih tas belanjaan dari tangan Sabrina untuk dimasukkan ke dalam bagasi."Berat sih. Tapi setelah lihat wajah Mas, beratnya jadi hilang," seloroh Sabrina menghibur diri.Elang tertawa, lalu dengan cepat melangkah menuju kursi kemudi. Ia tak bisa berada di luar dengan leluasa sebab berada di
Bab 18Acara makan malam berlangsung dengan lancar. Mereka menikmati masakan Sabrina dengan antusias dan saling memuji. Tak hanya Bu Laras, Pak Rahardjo pun turut memuji masakan menantu keduanya itu."Nikmati liburan kalian seminggu ini, semoga seorang cucu segera hadir diantara kalian," ucap Pak Rahardjo setelah ia selesai menikmati masakan Sabrina."Mohon doanya saja, Pa. Elang juga sedang berusaha," jawab Elang setelah menatap wajah sang istri, lalu menggenggam tangan Sabrina dengan lembut.Wajah Sabrina merona. Hatinya berbunga-bunga mendapatkan perhatian berlebih dari mertuanya yang baru saja ia kenal. Ucapan Pak Rahardjo itu bak secercah harapan untuk menjadi pemilik tahta dalam hati sang suami."Iya. Mama juga. Makanya kami setuju kalian menikah, biar Elang bisa dapat keturunan dari darahnya sendiri. Soal Kayla, dia pasti mengerti nanti. Kalau sekarang belum saatnya. Biar Mama yang temani dan hibur dia, kamu jangan khawatir," ucap Bu Laras penuh semangat."Sebenarnya Elang suda
Bab 19Sabrina terdiam beberapa saat setelah mendengar ucapan Bu Laras. Kebaikan mereka mengharapkan imbalan yang bukan main beratnya.Anak adalah hadiah dari Tuhan yang tidak bisa dipaksakan, bagaimana jika imbalan dari kebaikan mereka adalah dengan hadirnya seorang madu?Tentu berat bagi Kayla. Akan tetapi, bagi Sabrina itu adalah penyemangat untuk terus berjuang demi bisa mendapatkan apa yang mereka mau. Semua wanita memiliki rahim, tentu bukan hal yang mustahil bagi perempuan yang baru saja melepas masa lajangnya itu. Harapan masih terbuka lebar untuknya."Semoga Sabrina bisa segera kasih Mama cucu ya?" ucap Sabrina kemudian. Ada rasa percaya dalam dirinya untuk bisa memberikan apa yang mereka mau."Pasti itu. Kamu lebih muda, badanmu terlihat lebih segar tentu banyak kemungkinan untuk kamu bisa segera hamil."Sabrina mengangguk. "Doakan ya, Ma. Semoga aku ngga mengecewakan Mama dan Papa."Bu Laras mengangguk. Kemudian ia meraih tangan Sabrina untuk digenggamnya erat. Seulas senyu
Bab 20Malam itu berakhir di peraduan yang penuh peluh dan gairah. Malam panjang yang penuh dengan lenguhan dan sarat akan cinta. Dua insan sedang menikmati indahnya surga dunia."Makasih ya," bisik Elang di telinga Sabrina yang sudah tak lagi sanggup menahan kelopak matanya untuk terbuka. Ia sudah kenyang akan buaian cinta yang diberikan oleh sang suami.Elang pun turut terpejam di sisi Sabrina sambil memeluk badan langsing yang terbalut akan selimut.Hati berganti hari. Siang pun berganti malam. Hingga hari ke tujuh keberadaan Elang di rumah itu. Malam itu, Sabrina duduk terpekur sambil menatap layar ponselnya. Ia berada posisi yang sulit malam ini."Kenapa Sayang?" tanya Elang. Ia duduk di samping Sabrina yang sedang menatap layar ponsel dengan pandangan nanar. Di dalam layar ponsel itu, terdapat foto Elang sedang memeluk Sabrina dari belakang dengan wajah yang penuh akan kebahagiaan."Ini malam terakhir Mas di sini," gumam Sabrina. Mata yang semula dipenuhi oleh mendung, kini mul
Bab 21Mobil Elang melaju dengan perlahan. Hatinya mendadak tak karuan. Ia tak tahu harus bahagia atau bersedih saat ini. Bahagia karena perjumpaan dengan Kayla yang hanya menunggu hitungan menit atau bersedih karena harus berpisah dari istri kedua yang sudah ditemani selama dua Minggu ini.Ponsel Elang berdering. Nama Kayla tertera di dalam layar itu.Berulang kali Elang mengembuskan napas perlahan untuk mengatur hatinya agar bisa berbicara dengan tenang pada Kayla.Dengan malas Elang meraih ponselnya yang ia letakkan di atas jok samping, lalu menggeser tombol gagang warna hijau dengan perlahan."Assalamualaikum, Sayang. Sudah dalam perjalanan ya? Aku sudah siapin semuanya. Aku sudah ngga sabar untuk bisa berjumpa denganmu.""Waalaikum salam. Iya, sudah di jalan ini. Paling setengah jam lagi aku sampai. Kamu masak apa hari ini?" tanya Elang mengalihkan rasa tak nyaman dalam dirinya."Mama masak banyak hari ini. Katanya spesial buat nyambut kamu. Aku juga turut bantu tadi.""Jangan ca
Bab 22"Kamu sudah konsultasi ke dokter kandungan? Kok ngga nunggu Mas?" Elang menyahuti. Sebab kesepakatannya adalah mereka pergi dan konsultasi berdua."Bukan konsultasi khusus. Cuma aku banyak tanya sendiri pas bikin jadwal. Kan dokternya ngajakin ngobrol, ya aku sekalian aja tanya-tanya. Kan lumayan bisa kita usahain sebelum benar-benar menjalani program hamil." Kayla melirik Elang sekilas."Ngga apa-apa. Ngga ada salahnya mengkonsumsi makanan yang baik. Kapan kalian akan pergi ke dokter kandungan?" Bu Laras turut menyahuti."Di telepon tadi kamu ngga bilang kalau udah bikin jadwal," sela Elang."Lupa, Mas. Saking senengnya aku denger kamu sudah dalam perjalanan, semuanya jadi ngga kepikiran.""Terus? Kapan kita bisa pergi? Ini kan weekend." Elang mengerutkan dahinya."Aku udah booking dari minggu lalu, tapi karena Mas belum bisa pulang jadi dokternya mau layani kita di hari Sabtu besok." "Besok?" sahut Elang cepat."Iya. Bagus kan, kita bisa secepatnya melakukan program hamil."