Keesokan harinya Pulang dari Bandung aku semakin percaya diri, terlebih lagi setelah kencan dengan Noni. Ternyata aku memang harus membebaskan diri dari berbagai ketakutan, aku harus lebih santai menghadapi keadaan. Virna memang tidak mungkin telepon aku, karena dia hanya memasukkan nomor ponselnya di daftar kontakku. Aku sangat yakin kalau dia mau menguji aku, apakah aku bersedia untuk meneleponnya. Saat aku berada di taman perumahan aku telepon Virna, “Hai Vir.. kok kamu gak kelihatan di taman?” tanyaku Virna katakan pagi itu dia tidak di rumah, dia sedang berada di luar rumah. Virna mengajakku untuk bertemu, “Di mana Virna?” tanyaku lagiVirna katakan kalau dia sedang staycation di sebuah hotel dan dia memberikan nama hotelnya, juga nomor kamarnya. Aku tidak buang kesempatan itu, aku segera pulang ke rumah untuk segera mandi. Saat aku sedang berpakaian, Sri masuk ke kamar, “Tuh kan! Kalau sudah sehat aja gak betah di rumah, mas mau kemana rapi gitu?” tanya Sri penuh kecurig
“Dalam keadaan habis sakit aja stamina om masih okey, gimana sebelumnya ya?” puji Virna “Om cuma bisanya seperti tadi itu, Virna, maaf ya performa om kurang bagus.” aku sedikit merendahkan diriVirna memelukku, “Om.. apa yang aku rasakan tadi sudah lebih dari cukup. Makanya aku membayangkan om saat masih sehat.”Aku jelaskan pada Virna, bahwa sesuai dengan usiaku saat ini performaku sudah jauh menurun. Namun, Virna menganggap kalau aku masih mampu mengimbangi durasinya dalam bercinta. Selama ini Virna bisa merasakan seperti itu jika berhubungan dengan lelaki seusianya. Baginya apa yang aku suguhkan padanya sudah lebih dari cukup. “Ada yang istimewa dari om, cara om memperlakukan aku. Om benar-benar pakai perasaan saat melakukannya.”“Kalau itu soal kebiasaan aja, Vir, om selalu menganggap pasangan bercinta itu adalah kekasih. Om tidak akan bercinta dengan wanita yang tidak om sukai.”Virna mempererat pelukannya, “Terima kasih om sudah perlakukan aku dengan penuh cinta.” ucap Virna
Satu bulan kemudianPernikahan pak Anggoro dan Adriana tidaklah dirayakan secara meriah, mengingat isteri pak Anggoro juga belum lama meninggal. Sebuah pernikahan yang sangat sederhana, yang dirayakan di villa pak Anggoro di puncak. Aku hadir bersama isteriku, sengaja aku minta Sri untuk menemaniku. Tadinya Sri tidak ingin pergi, karena dia tahu di acara itu pasti ada Widarti Mama Noni, yang merupakan mantanku sebelum menikahi Sri. “Mas.. biarlah aku di rumah saja, aku tidak ingin nanti Widarti malah tidak menerima kehadiranku.” ucap Sri saat itu“Sri.. mas justeru ingin perlihatkan pada Widarti, bahwa aku bahagia bersama kamu. Aku ingin semua orang tahu, bahwa aku bangga sama kamu, Sri.”Akhirnya Sri bersedia menemaniku malam itu. Sri terlihat cantik sekali, karena memang dia tidak pernah berdandan seperti itu. Kami berangkat dari rumah dengan menggunakan mobil kantor yang dipinjamkan pak Anggoro. Sampai di Villa kami agak terlambat, sehingga kedatangan kami menjadi perhatian bany
196. EndingTiga bulan kemudian Noni yang pada awalnya tidak tertarik dengan Nara, menjalin hubungan hanya untuk menyenangkan hati orang tuanya. Lambat laun cintanya berlabuh juga pada Nara, “Mas.. Kok kamu sabar sekali menghadapi aku?” itu dikatakan Noni satu hari sebelum akad nikahnya dengan Nara padaku. “Non, aku sangat yakin dengan kekuatan cinta, mencintai itu seperti titik air di atas batu. Harus intens dan serius, itulah yang akhirnya aku dapatkan.” jawab Nara penuh keyakinan Noni memeluk Nara sangat erat, “Kamu hebat, mas, kesabaran kamulah yang membuat aku jatuh cinta pada akhirnya.” bisik Noni. Nara jelaskan pada Noni, bukan hanya dalam mencintai harus yakin pada perasaan. Tapi, dalam segala hal manusia harus serius pada tujuan hidupnya. Bagi Nara, cukuplah penderitaan sudah menjadi bagian hidupnya. Sekarang dia ingin menghiasi cintanya pada Noni penuh dengan kebahagiaan. “Aku sangat berharap Papa besok hadir pada pernikahanku, tanpa ada Papa hidupku belumlah lengkap.
[Salam kenal ya om…] sebuah pesan yang muncul di chat Messenger, saat aku baru saja on line, segera aku balas.[Salam kenal juga..][Ganggu gak om…?] dia kembali membalas Pesan ku, aku pun kembali membalas pesannya.[Gak juga sih… emang kenapa?] balasku lagi.[Aku cuma mau bilang terima kasih aja om.. ] balasnya[Terima kasih untuk apa? ] tanyaku merasa aneh, gak dikasih apa-apa kok mengucapkan terima kasih? Pikirku saat itu.[itu lho om… om kan sudah confirm permintaan pertemanan ku.. hehehe.. aku senang banget om sudah mau kenalan..] balasnya.Sambil terus chat, aku coba buka profilenya, mencari tahu imformasi tentang dirinya. Sementara dia terus mencecar pertanyaan yang aneh-aneh. namanya Noni evengelesta, umurnya 18 tahun, masih kuliah. Kalau lihat fotonya cantik juga. Tapi, aku curiga sama namanya, pastilah ini nama hanya di dunia maya.Setelah itu dia kembali kirim pesan,[Om
Hari ini adalah hari ketiga kegelisahan ku. Aku mulai merasa kehilangan Noni, aku cuma diam terpaku di depan Laptop. Sekali-kali mataku menatap ke ponsel, kalau-kalau ada telepon yang masuk. Tiba-tiba ponselku bergetar, segera aku raih dan aku lihat dilayar LCD-nya nama anakku, bukanlah nama Noni. Aku bicara sebentar dengan anakku, aku merasa anakku adalah juga Noni. Anakku menyadarkan ku kalau aku adalah seorang ayah, seorang kepala keluarga, dan aku sangat bangga dengan status itu. Tidak ingin aku mengubahnya menjadi orang tua yang tidak tahu akan umurnya.***Hari ketujuh setelah perkenalanku dengan Noni, tidak ada juga kabar dari Noni. Tapi aku tidaklah terlalu hirau, aku mulai terbiasa tanpa Noni. Seperti halnya dulu sebelum aku mengenalnya. Ponselku bergetar, ada pesan yang masuk, segera aku baca :[Om… maaf ya kalo Noni gak kasih kabar.. Noni lagi terbaring di Rumah sakit.. Noni juga gak tahu sakit apa.. Noni kangen sama om, Noni pengen banget kete
Aku menjadi sangat mencemaskan keadaan Noni, aku membayangkan hal yang terburuk terjadi pada Noni. Aku kembali meneteskan airmataku. Ini hal yang sebetulnya tidak aku sukai, karena aku terbiasa kuat menghadapi situasi yang sangat sulit sekalipun.Belum ada tanda-tanda Noni melewati masa kritisnya, aku dan nenek terus berdoa untuk kesembuhan Noni. Hari menjelang malam dokter dan suster masih terus keluar masuk ruang rawat Noni. Aku mengajak nenek ke mushalla rumah sakit untuk melakukan sholat maghrib.Sekitar jam 12 malam, aku dibangunkan dokter yang jaga, dokter mengatakan kalau Noni sudah melewati masa kritis. Aku diminta untuk terus mengawasi Noni karena ditakutkan kondisinya kembali drop. Aku mencoba mengeggengam tangan Noni, aku usap rambutnya, perlahan-lahan Noni membuka matanya."Oom.. kok gak pu..lang..?" Ucap noni terbata-bata"Om akan jaga kamu sayang.. sampai kamu sembuh.." Aku berusaha untuk menghiburnya.Noni men
Serba salah aku menjawab pertanyaan Noni, aku takut dia salah menfasirkan sikapku, "Om laki-laki yang normal non.. cuma om tahu diri, dan tahu memantaskan apa yang tidak pantas.." Jawabku."Aku pantas gak buat om?" Dia mendesakku. Aku bingung menjawabnya.Aku katakan pada Noni, "Kamu pantas jadi anak om..." Jawabku."Kalau aku gak mau jadi anak om gimana?” tanya Noni lagi. "Maunya kamu apa dong?" Aku balik bertanya."Aku maunya jadi kesayangan om.. orang yang om sayangi.." Jawabnya."Kan kamu sudah jadi orang yang om sayangi? makanya om tidak mau memperlakukan kamu seperti wanita murahan.. " Aku jelaskan pada Noni.Hari mulai larut malam, di luar hujan masih terus turun. Noni masih terus menggodaku dengan berbagai pertanyaan. Aku mulai merasa perutku masuk angin, karena pakaian dalam yang aku kenakan masih basah. Noni juga masih memakai pakaian dalamnya yang basah."Kamu itu baru sembuh