Home / Romansa / Terjebak Gairah Panas Majikanku / Bab 4: Jadilah Pemuasku!

Share

Bab 4: Jadilah Pemuasku!

last update Last Updated: 2025-06-29 13:40:12

Jeritan Evi spontan keluar mana kala dadanya diremas kuat oleh tangan Liam yang berurat.

“P-Pak Liam….”

Tubuh gadis itu bergetar. Kali ini lebih hebat. Tubuhnya terasa dingin, tetapi keringat tidak berhenti bercucuran.

“Bukankah kamu sudah biasa melakukan ini dengan tamu-tamu kamu terdahulu?” sahut Liam. Ia sedikit melirik Evi yang wajahnya terlihat sudah sangat merah.

Sesaat, Evi merasa tersinggung. Tubuhnya menegang.

Ia memang pernah menjadi pemandu karaoke di sebuah karaoke bar kecil di kampungnya. Sebuah rumah sederhana yang disulap menjadi tempat hiburan malam, tempat ia mencari nafkah.

Namun, Evi bukan penjaja kepuasan. Banyak teman-temannya yang mengambil tambahan dengan menemani tamu mereka sampai ke ranjang. Tapi tidak dengan Evi.

“Saya bukan wanita murahan!” sahut Evi, kali ini suaranya terdengar lebih tegas. Ada kemarahan yang tersirat jelas di sana. 

Setelahnya, memanfaatkan ketercenungan Liam, Evi pun mengerahkan seluruh tenaganya untuk bangkit dari pangkuan Liam.

“Saya rasa, malam ini adalah malam terakhir saya bekerja di sini, Pak. Selamat malam.”

Dengan hentakan kaki yang keras, Evi berjalan menuju kamarnya. Meninggalkan Liam yang terpaku, di antara rasa tidak percaya dan marah.

“Argh! Sialan!” Pria itu mencengkeram rambutnya kencang, marah pada dirinya sendiri.

Memasuki kamar, tidak lupa Evi mengunci pintu. Tubuhnya langsung luruh ke lantai, dengan tangis yang akhirnya tumpah bak air bah.

Jauh-jauh ia bekerja, merantau ke kota demi penghasilan yang lebih pantas. Namun ternyata, di sinilah justru ia dapat penghinaan.

Evi merasa tubuhnya kotor, karena sentuhan-sentuhan Liam.

“Bodoh!” raung Evi. Ia sadar, seharusnya ia bisa langsung berkelit lepas dari kungkungan Liam. Bukan menunggu pria itu melakukan hal yang lebih jauh lagi.

Saat pria itu meremasnya … Evi memang marah. Namun, entah mengapa ada sebuah gelenyar aneh yang juga muncul bersamaan.

Gelenyar itulah yang membuat Evi tidak bisa langsung berpikir cepat. Ia sempat terlena oleh sentuhan Liam. 

Suami orang. 

Dan majikannya sendiri.

“Aku akan cari pekerjaan lain!” tekadnya yang langsung merapikan beberapa potong pakaiannya ke dalam tas.

Tepat ketika Evi berdiri dan hendak keluar dari kamarnya, ponselnya berbunyi nyaring. Sebuah panggilan masuk dari kampung muncul.

Evi mengusap air matanya sebelum menjawab panggilan itu.

“Halo, Dek. Ada apa?” tanya Evi langsung. Perasaannya mendadak tidak enak, sebab tidak biasanya orang kampung menelepon ia malam-malam begini.

“Mbak Evi … Ibu masuk rumah sakit. Serangan jantung, dan kata dokter harus segera dioperasi.”

Adiknya, Selly, terisak. Di belakangnya, Evi samar-samar mendengar sang adik dipanggil oleh dokter, diiringi suara mesin-mesin rumah sakit.

“Mbak akan cari uang secepatnya,” kata Evi, air matanya kembali jatuh. “Kamu tenang aja, ya. Ibu pasti selamat. Mbak akan carikan uangnya,” ulang Evi lagi. Suaranya terdengar yakin, meski sebenarnya ia panik luar biasa.

Dari mana ia akan mendapatkan uang?

Usai telepon ditutup, tangan Evi langsung terkulai lemah.

Ia baru saja bilang ingin resign dari pekerjaannya sekarang. Namun, mendengar kabar seperti ini, sepertinya keluar bukanlah pilihan terbaik.

Evi butuh uang yang jumlahnya tidak sedikit. 100 juta untuk biaya operasi, juga perawatan ibunya yang tidak punya asuransi apa-apa.

Satu-satunya jalan untuk Evi bisa menolong ibunya adalah bertahan di sini. Menebalkan hati, juga muka … ia bertekad akan merendahkan dirinya di hadapan sang majikan untuk bisa dipinjamkan uang.

**

Esok harinya, Evi bangun lebih pagi. Ia menyiapkan semuanya seperti biasa.

Nala bangun lebih dulu. Majikan perempuannya itu memang selalu turun lebih dulu dari kamar untuk berangkat kerja lebih pagi.

“Bu Nala, apa boleh saya ngomong sebentar?” tanya Evi ragu-ragu.

Nala meliriknya, lantas melihat jam tangan mahal yang melingkar di tangannya. “Soal apa, Vi? Tolong cepat, ya. Saya ada meeting pagi ini.”

Evi mengangguk. “Begini, Bu. Saya minta maaf sebelumnya kalau lancang. Tapi, saya mau pinjam u—”

Suara dering telepon milik Nala menginterupsi. Wanita itu langsung mengangkatnya, dan berbicara serius beberapa detik.

“Vi, maaf. Tapi saya harus berangkat sekarang. Urusanmu nanti sama suami saya saja, ya. Kamu bilang saja sama dia.”

“Tapi, Bu, ini soal—” Kata-kata Evi tertahan, sebab Nala sudah hilang duluan dari hadapannya.

Mendengar ia harus berurusan lagi dengan Liam, pria yang melecehkannya semalam, Evi menjadi gamang.

Haruskah? Bagaimana kalau Liam melakukan hal yang sama seperti semalam, atau malah lebih parah?

Ketakutan-ketakutan itu terus menghantui. Akan tetapi, Evi kembali teringat kondisi ibunya yang butuh penanganan cepat. 

Tak punya pilihan lain, ia pun akhirnya menunggu Liam turun. 

Sekitar setengah jam berikutnya, Liam baru turun dari kamar. Pria itu kini sudah memakai pakain kerjanya yang formal.

“Bukannya kamu bilang mau resign? Kenapa masih di sini?” ujar Liam dengan pandangan sinis.

Evi langsung menundukkan kepala. Jantungnya berdebar kencang, terlebih melihat mata Liam yang seperti elang yang seolah siap memangsanya.

“Maaf untuk semalam, Pak. Tapi saya tidak jadi keluar. Saya… mau pinjam uang,” cicit Evi nyaris tidak terdengar.

Dengusan Liam terdengar kemudian. “Jadi, kamu masih butuh uang?” 

Menahan kekesalannya pada tiap perkataan Liam, Evi menjelaskan, “Semalam, saya dapat kabar dari kampung, kalau Ibu saya serangan jantung dan harus dioperasi segera.”

Liam masih mencerna. Ia menatap Evi tampak menilai.

Beberapa detik setelahnya, pria itu baru berbicara, “Saya bersedia kasih kamu cuma-cuma, tapi dengan satu syarat.”

Evi langsung mengangkat kepala dan mengerjapkan mata, menatap Liam yang kini tampak tersenyum tipis. 

“A-apa syaratnya, Pak?”

Liam melangkah mendekat dengan kedua tangan di saku celana. Ia berdiri tepat di samping tubuh Evi, lalu berbisik, “Tubuhmu. Jadilah pemuasku.”

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (6)
goodnovel comment avatar
Mbak Nana
gagal deh mau resign. karena orang tua membutuhkan uang untuk pengobatan.
goodnovel comment avatar
SumberÃrta
ya ampun... kenapa ya pas banget sihhhh moment nyaaa
goodnovel comment avatar
Nining Mulyaningsi
wasidaww to the point banget kamu liam .hayohh Evi kamu pasti dilema kan karena nyawa ibumu taruhannya.
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Terjebak Gairah Panas Majikanku   Jangan Tuduh Aku Sembarangan!

    "Aku dengar Rafael masih sering bertemu dengan Nala. Katanya ada saksi mata yang lihat mereka di sebuah hotel minggu lalu."Sarah duduk dengan wajah muram di sofa, jemarinya menggenggam erat ponsel miliknya. Entah sudah berapa kali dia membaca pesan dari temannya yang baru saja menelpon dengan nada penuh rahasia.Kalimat itu berputar-putar di kepalanya, menusuk seperti jarum yang tak henti. Sarah menggigit bibir bawahnya, rasa gelisah menghantam dada.Hatinya menolak mempercayai, tetapi otaknya tak bisa menepis rasa curiga yang semakin menguat.Langkah kaki berat terdengar dari arah pintu. Rafael pulang. Jas kerjanya masih melekat, dasi longgar tergantung di leher, dan wajahnya tampak letih.Namun, begitu matanya bertemu dengan sorot tajam Sarah, ia tahu ada sesuatu yang tidak beres.“Ada apa? Kenapa tatapanmu begitu?” Rafael meletakkan tas kerjanya di meja dan tetap mencoba untuk tenang.Sarah menarik napas panjang, berus

  • Terjebak Gairah Panas Majikanku   Tidak Bisa Ikut Pulang

    Telepon genggam Liam bergetar pelan di meja tunggu rumah sakit. Nama Ardi terpampang di layar dan membuat alis Liam langsung berkerut. Ia menghela napas sebelum menggeser layar untuk mengangkat.“Ardi? Ada apa?” tanyanya dengan lemas, sudah cukup lelah dengan segala kejadian belakangan ini.Di seberang sana, terdengar suara Ardi yang tergesa bahkan nyaris putus-putus karena emosi. “Liam, kabar buruk. Nala kabur.”Liam refleks berdiri dari kursinya dan membuat beberapa orang di ruang tunggu menoleh ke arahnya. “Apa maksudmu kabur? Bukannya polisi sudah melacak keberadaannya?!”Ardi menghela napas panjang. “Aku juga tidak percaya awalnya. Tapi polisi barusan mengonfirmasi. Mereka datang ke penginapannya di kampung, tapi kamar sudah kosong. Nala pergi sebelum mereka tiba. Jejaknya hilang, Liam. Hilang begitu saja.”“Bajingan!” Liam menghantam meja dengan kepalan tangannya. “Kenapa bisa sebodoh itu?! Polisi terlambat, padahal kita sudah punya bukti CCTV! Dia bisa ke mana sekarang?!”“Aku

  • Terjebak Gairah Panas Majikanku   Panik

    “Sialan!” Nala menjerit histeris, tangannya meraih ponsel itu lalu melemparkannya ke dinding.Kamar penginapan murahan itu berantakan. Tirai jendela terayun-ayun ditiup angin malam yang masuk dari celah kaca, membawa aroma lembap yang bercampur dengan keringat dan parfum murahan Nala.Lampu kamar yang temaram menyorot wajahnya yang kusut—make up-nya luntur, lipstik merah menyala itu sudah berantakan, dan matanya sembab akibat kurang tidur.Puluhan akun gosip, berita daring, dan komentar netizen yang menyebut namanya tanpa ampun.Ia menjambak rambutnya sendiri hingga tubuhnya terhuyung maju-mundur.“Siapa?! Siapa yang berani memutarbalikkan fakta begini?!”Nala kembali berteriak, menendang kursi hingga terbalik, lalu meraih botol parfum dan melemparkannya ke cermin.Pecahan kaca berhamburan dan memantulkan wajahnya yang tampak lebih mirip wanita gila ketimbang wanita elegan seperti yang selalu ia

  • Terjebak Gairah Panas Majikanku   Liam akan Bertanggungjawab

    Waktu sudah menunjuk angka delapan malam. Liam baru saja tiba di rumah sakit tempat Mila masih dirawat di sana.Di dalam sebuah ruang perawatan, Mila terbaring lemah di ranjang. Wajahnya masih pucat meski sudah lebih baik dibanding saat pertama kali pingsan.Matanya menatap kosong ke arah langit-langit, sesekali terpejam dengan tarikan napas panjang yang terdengar berat.Pintu kamar diketuk pelan kemudian terbuka. Liam masuk dengan langkah mantap, wajahnya tegang namun penuh kendali.Ia membawa sebuah keputusan bulat dalam hati: hari ini, dia tidak akan pulang sebelum semua jelas.“Ibu Mila,” sapa Liam dengan suara lembutnya.Mila menoleh. Wajahnya menegang begitu melihat Liam, campuran antara marah, kecewa, dan ragu.“Kamu …,” gumamnya pelan tapi tajam.Liam mendekat ke ranjang lalu berdiri tepat di sampingnya. “Aku datang bukan untuk membuat Anda semakin marah. Aku datang untuk bicara. Unt

  • Terjebak Gairah Panas Majikanku   Bukti Nyata sudah Tersebar

    Di perjalanan pulang, Ardi menyalakan ponselnya dan langsung menghubungi Liam.“Liam, aku sudah dapat buktinya,” ucap Ardi tanpa basa-basi.Liam yang terdengar lelah di seberang sana langsung menegakkan badan. “Bukti apa?”“Rekaman CCTV club malam. Malam itu Nala bukan hanya datang, tapi juga menggoda Rafael. Dan wajahnya jelas terekam. Jadi, fitnah yang dia sebarkan tentang Evi bisa kita balikkan. Dunia akan tahu siapa yang sebenarnya murahan di sini.”Liam terdiam sejenak lalu menghela napas panjang penuh kelegaan. “Bagus, Ardi. Kamu memang selalu bisa diandalkan. Kirimkan segera semua bukti itu padaku. Aku akan pastikan polisi menerimanya besok pagi.”“Sudah tentu,” sahut Ardi dengan senyum miring.“Tapi, jujur saja, aku ingin lebih dari sekadar laporan polisi. Nala sudah terlalu jauh. Dia menghancurkan reputasi Evi, mempermalukan keluarganya, dan membuat seluruh kampung memusuhinya.“Jika hanya dilaporkan, dia bisa saja lolos dengan uang atau pengaruhnya. Aku ingin menjatuhkannya

  • Terjebak Gairah Panas Majikanku   Senjata Makan Tuan

    “Liam. Kamu udah lihat akun anonym yang sedang viral di media sosial? Dia menghina Evi. Menyebar foto seksi sambil melayani pria!”Suara Ardi terdengar terburu-buru di seberang telepon, penuh dengan nada panik.Liam yang baru saja keluar dari ruang perawatan Evi langsung terhenti langkahnya di koridor rumah sakit.Jantungnya seketika berdegup kencang, wajahnya menegang seiring informasi itu merambat masuk ke kepalanya.“Apa?” suaranya serak, namun berisi bara.“Akun anonym yang mengirimnya? Sudah pasti ini ulah Nala, kan? Pagi tadi dia datang ke kampung Evi dan menyebar fitnah, dan sekarang dia menyebar di media sosial! Bajingan!”Tangannya yang memegang ponsel mengepal begitu keras, urat-urat di pergelangannya menonjol.Napas Liam memburu dan matanya menajam ke arah kosong seakan menembus dinding rumah sakit.“Astaga, ulah Nala ternyata.” Ardi terdengar makin cemas. “Sekara

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status