Home / Romansa / Terjebak Gairah Panas Majikanku / Bab 5: Akhirnya Menyerah

Share

Bab 5: Akhirnya Menyerah

last update Last Updated: 2025-06-29 13:40:40

Setelah pertimbangan yang begitu berat, hati Evi dilanda badai yang tak kunjung reda. Bayangan wajah ibunya yang lemah di ranjang rumah sakit terus membayangi. 

Ia akhirnya menghampiri Liam dan menatap wajah lelaki itu dengan tatapan datarnya. 

“Sa-saya … saya bersedia, Pak. Asalkan Bapak tepati janji Bapak akan membayar saya secara tunai.” 

Seketika, senyum terukir di wajah lelaki itu. Senyum tipis, seperti kemenangan yang sudah ia prediksi sejak awal. Tapi tetap, Liam menjaga gayanya yang dingin dan tenang. Tak ada sorak, tak ada pelukan. Hanya satu anggukan kecil dan satu kalimat pelan yang membuat jantung Evi bergetar.

“Keputusan yang bijak. Aku akan mengirim uangnya segera.” 

Sebelum melangkah pergi ke kantor, Liam mendekat. Tangan kirinya mengangkat dagu Evi dengan lembut namun mengandung otoritas. Tatapan mereka bertemu. 

Mata kelam itu seolah mampu menelanjangi isi kepala Evi. Tanpa sepatah kata pun, Liam menunduk dan mengecup bibirnya. Hangat dan singkat, tapi meninggalkan sengatan aneh di seluruh tubuhnya.

Ketika pintu tertutup dan suara langkah Liam menjauh, Evi berdiri kaku di tempat. Ia menyentuh bibirnya yang baru saja disentuh lelaki itu. Degup jantungnya tidak bisa ia kendalikan.

“Apa yang sudah aku lakukan,” bisiknya pada dirinya sendiri. “Maafkan aku, Bu Nala….”

Waktu sudah menunjuk angka dua siang. 

Evi duduk di sudut ruang tamu mewah sambil menggenggam ponselnya erat. Matanya terus-menerus melirik ke layar, menunggu notifikasi yang belum kunjung datang—uang dari Liam. Uang yang katanya akan langsung ditransfer hari itu juga untuk membayar operasi ibunya.

Namun, rasa tak sabar itu bercampur dengan ketakutan. Ketakutan akan malam yang akan datang. Ketakutan akan perjanjian diam-diam yang telah ia sepakati. Ketakutan karena ia tahu, setelah uang itu masuk, ia tidak bisa lagi mundur.

Ia mencoba mengalihkan perhatian dengan menyeduh teh, menyalakan TV, bahkan membuka buku yang tak pernah selesai ia baca. Tapi tak satu pun berhasil menenangkan pikirannya. Setiap detik terasa menghantam batinnya.

Tak lama, sebuah notifikasi masuk. Transfer berhasil.

Tangannya gemetar saat membuka pesan dari bank. Jumlah uang itu cukup untuk membayar seluruh biaya rumah sakit dan perawatan ibunya. 

Air matanya menetes, bukan karena bahagia… tapi karena sadar ia telah menjual harga dirinya. 

Untuk cinta? Tidak. 

Untuk kebaikan? Entahlah.

Malam pun tiba. Evi berdiri di depan cermin, mengenakan piyama lusuhnya, saat ia mendengar suara mesin mobil berhenti di depan rumah. 

Jantungnya seolah melompat ke tenggorokan. Beberapa detik kemudian, pintu terbuka dan suara langkah sepatu kulit itu kembali mengisi rumah.

Evi tak berani keluar dari kamar. Tapi suara Liam memanggil dari luar.

“Ke kamar tamu. Sekarang,” titahnya dengan nada datar, tapi mengandung tekanan yang tak bisa ditolak. 

Dengan tubuh menggigil, Evi berjalan menuju kamar tamu. Tangan mungilnya meraih kenop pintu, membuka pelan, dan langsung tertegun.

Di atas ranjang putih bersih, tergantung di hanger, tergeletak sepotong kostum maid. Tapi bukan kostum biasa—potongan bajunya sangat pendek, dengan renda dan pita kecil. 

Lengan bajunya hanya sebatas pundak, dan roknya… Tuhan. Jauh dari kata sopan. Bahkan sepatu hak tinggi dan stocking jala hitam telah disiapkan di sisi ranjang.

Di atasnya, secarik kertas kecil bertuliskan tulisan tangan Liam: 

“Pakai ini. Aku tunggu.”

Tangannya gemetar saat meraih kostum itu. Mata Evi panas, napasnya tersengal. Tapi ia tahu… tak ada jalan kembali. Ia sudah menandatangani perjanjian diam itu, meski tanpa tinta atau saksi.

Beberapa menit kemudian, Evi berdiri di depan cermin kamar tamu. Ia bahkan nyaris tak mengenali dirinya sendiri. Gaun maid itu melekat ketat di tubuhnya, menonjolkan setiap lekuk tubuh yang selama ini ia sembunyikan. 

Pipinya merah, bukan karena malu, tapi karena amarah pada diri sendiri yang tak mampu berkata “tidak.”

Ketukan terdengar.

Tok. Tok. Tok.

Belum sempat Evi menjawab, pintu terbuka perlahan. Liam muncul di ambang pintu, mengenakan kemeja hitam yang atasannya terbuka dua kancing. Tatapan pria itu langsung menyapu tubuh Evi dari ujung kepala hingga kaki.

Senyum miring muncul di sudut bibirnya. “Bagus. Kamu cepat belajar.”

Evi menunduk, tubuhnya menegang. Ia merasa seperti barang pajangan, seperti boneka hidup yang harus memuaskan pemiliknya.

Liam melangkah masuk lalu menutup pintu di belakangnya. Langkahnya perlahan, tapi pasti. Udara di ruangan terasa berubah—lebih panas, lebih sunyi, dan penuh tekanan yang membuat napas Evi tersangkut di dada.

Liam berdiri di depannya, satu tangan menyentuh pinggang Evi, menyusuri sisi tubuhnya dengan pelan. Jemari lelaki itu terasa seperti bara api di kulit Evi. 

“Kamu gemetar, Evi,” bisik Liam di telinganya.

“Sa-saya … saya takut,” lirih Evi nyaris tak terdengar.

Liam tertawa pelan. Suara rendahnya terdengar menyebalkan tapi entah kenapa membuat bulu kuduk Evi meremang. 

“Kamu tidak perlu takut. Aku tak akan menyakitimu … selama kamu menurut.”

Tangan Liam berpindah ke dagu Evi dan mengangkatnya perlahan hingga wajah mereka kembali bertemu. Tatapan mata Liam membuat Evi seolah kehilangan pijakan. 

Wajah itu mendekat, dan Evi nyaris menutup matanya, tapi kemudian Liam berhenti hanya beberapa senti dari wajahnya.

“Aku bisa menyentuhmu sekarang,” ucap Liam dengan pelan, napasnya hangat menyentuh kulit Evi, “tapi aku ingin kamu memintanya.”

Evi menelan ludah dengan tubuhnya yang masih gemetar. 

“Tidak akan,” jawabnya lemah, nyaris seperti bisikan.

Liam menyeringai. “Kita lihat seberapa lama kamu bisa bertahan.”

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (6)
goodnovel comment avatar
SumberÃrta
kesian kamu viii
goodnovel comment avatar
SumberÃrta
hmmmmm akhirnya Liam punya tempat pelampiasan
goodnovel comment avatar
Nining Mulyaningsi
aduhhh demi ibumu kamu rela menjual harga dirimu Evi. semoga saja Nala gak b*n*h kamu kalau dia tau kelakuan kalian .
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Terjebak Gairah Panas Majikanku   Sang Provokator

    “Iya. Aku udah cari tahu dan nggak ada satu pun bukti yang aku terima. Liam bukan pria seperti itu,” ucap Nala masih yakin bahwa Liam tidak memiliki simpanan wanita seperti dugaannya.Suaranya terdengar mantap, tapi matanya menyimpan sedikit keraguan yang tak bisa ia sembunyikan.Ia masih ingin percaya pada suaminya, pada rumah tangganya yang selama ini ia pertahankan mati-matian.Rafael menaikkan alisnya, kemudian mengangguk-anggukkan kepala seolah sedang memahami, meski sebenarnya tengah menanam benih keraguan lebih dalam lagi.“Kalau begitu, hati-hati saja dengan Evi. Dia itu penggoda handal. Mungkin Liam memang tidak akan tergoda, tapi siapa yang bisa jamin bahwa Evi tidak mengincarnya sejak lama?”Kalimat itu seperti jarum tajam yang menembus ke dinding hati Nala. Untuk sesaat, ia terdiam.Wajahnya tak menunjukkan reaksi apa pun, tapi pikirannya melayang-layang dalam kebingungan.Evi memang selama ini terlihat tenang, tak pernah neko-neko, bahkan cenderung penurut. Tapi… justru i

  • Terjebak Gairah Panas Majikanku   Memprovokasi Nala

    “Jangan mengada-ngada, Pak! Lepaskan saya!” pekik Evi sekali lagi, suaranya menggema di dalam ruang tamu yang sepi.Suasana mendadak mencekam, hawa dingin dari pendingin ruangan tak mampu menyamarkan ketegangan yang menggantung di udara.Namun Rafael justru menyeringai, genggaman tangannya makin erat pada pergelangan tangan Evi, seolah ia menemukan kesenangan dari penderitaan wanita di hadapannya itu.“Apa kamu tuli, huh?” gumam Rafael dengan nada datar yang menyeramkan. “Aku kan, sudah bilang padamu tadi. Aku sudah mencarimu ke mana-mana, tapi tidak juga ditemukan. Dan sekarang kita sudah bertemu. Tentu saja aku tidak akan melepaskanmu begitu saja.”Tatapan Evi tajam, napasnya terengah karena emosi yang ditahan. Dengan sekuat tenaga, dia menarik lengannya hingga terlepas dari genggaman Rafael.“Bapak gila, huh?” semprotnya, wajahnya memerah karena marah. “Masih banyak perempuan di luar sana yang mau melayani Anda. Jangan cari saya! Saya tidak mau melayani pria seperti Anda!”Kata-kat

  • Terjebak Gairah Panas Majikanku   Kedatangan Pria tak Dikenal

    Sepulang dari pasar, Evi sempat mampir sebentar ke warung kopi kecil untuk menenangkan pikirannya setelah pertemuannya dengan Hana.Namun, percakapan tadi justru semakin memenuhi kepalanya dengan banyak pertanyaan tentang rumah tangga majikannya, juga tentang perasaan aneh yang semakin tumbuh terhadap Liam—suami dari Bu Nala.Begitu sampai di rumah, suasana tampak sepi. Tak ada suara musik dari kamar atas, tak ada derap kaki Nala yang biasanya sibuk bicara di telepon dengan rekan kerja.Evi membuka pintu rumah perlahan, menyeret kantong belanjaan yang cukup berat ke dalam, dan menutup pintu dengan pelan agar tak mengganggu siapa pun.Namun langkahnya terhenti mendadak begitu kakinya menginjak karpet ruang tengah.Matanya membelalak.Seorang pria asing sedang duduk dengan santai di atas sofa ruang tamu berbalut kulit mahal itu, kaki kirinya disilangkan di atas kanan, satu tangan merogoh saku celana, dan yang lain memegang gelas teh yang entah kapan dihidangkannya.Tatapan mata pria itu

  • Terjebak Gairah Panas Majikanku   Bertemu Teman Lama

    Evi menoleh ke arah garasi mobil. Pandangannya tertuju pada ruang kosong di sisi kiri garasi, tempat mobil Nala biasanya terparkir.Namun pagi ini, tempat itu masih lengang. Tidak ada suara mesin, tidak ada jejak ban baru, dan tidak ada tanda-tanda kepulangan sang nyonya rumah.Dia menghela napas pelan. Embusan pagi yang masih dingin menyentuh wajahnya yang sedikit lelah."Bu Nala nggak pulang dalam semalam. Dia pergi ke mana kira-kira?" gumamnya sembari mempererat pegangan tas belanja yang sudah dia siapkan sejak tadi.Hari ini, seperti biasanya di akhir pekan, Evi akan pergi ke pasar untuk belanja bulanan.Tak butuh waktu lama, suara deru mesin terdengar mendekat. Mobil berwarna putih berhenti tepat di depannya.Supirnya menurunkan kaca dan menyebut nama Evi. Dia mengangguk dan membuka pintu, lalu masuk ke dalam kabin mobil.Sepanjang perjalanan, Evi hanya diam. Pandangannya tertuju keluar jendela, menyaksikan deretan toko dan pepohonan pinggir jalan yang berlalu cepat. Tapi pikiran

  • Terjebak Gairah Panas Majikanku   Tidak akan Membiarkanmu Pergi

    Evi menatap Liam seraya meremas ujung bajunya sendiri. Dia tidak bisa tenang. Hatinya berdenyut cepat, dadanya sesak oleh bayang-bayang yang membelit pikirannya.Liam yang berdiri tak jauh darinya, bersandar di kusen pintu dengan tangan terlipat di depan dada.Matanya tak lepas menatap Evi—tatapan dalam, penuh intensitas yang membuat tubuh perempuan itu seolah sulit bergerak."Evi," suara Liam terdengar rendah namun mantap.Evi menoleh, tatapan matanya ragu. “Pak Liam ... ini salah,” ucapnya dengan pelan.Liam menggeleng kemudian melangkahkan kakinya menghampiri Evi. “Tidak. Ini tidak salah,” katanya tegas. “Perasaan bisa berubah kapan saja, bukan? Aku tahu kamu terkejut. Tapi itu kenyataan yang harus kamu tahu, Evi.”Evi menggigit bibirnya mendengarnya. “Tapi ... saya cuma pembantu di rumah ini, Pak. Derajat saya nggak pantas disandingkan sama Bapak.”Liam tertawa pelan. “Kalau hatiku sudah tertaut padamu, kamu pikir aku masih peduli pada status? Tidak, Evi. Aku tidak peduli dengan s

  • Terjebak Gairah Panas Majikanku   Mencintaimu Sejak Lama

    Evi menelan salivanya perlahan. Tenggorokannya terasa kering seketika, seolah udara di sekelilingnya berubah menjadi pasir yang sulit dihirup.“Pak Liam… nggak bercanda, kan?” ucapnya pelan, nyaris berbisik.Tatapannya penuh rasa tak percaya. Dia berharap, barangkali, pria itu hanya sedang meluapkan kekesalannya lewat sindiran. Tapi tidak. Tatapan Liam terlalu serius untuk itu. Terlalu jujur untuk disebut main-main.Liam terkekeh. Bukan tawa bahagia, tapi tawa getir yang menyiratkan rasa muak dan luka dalam yang ditertawakan agar tidak terlalu menyakitkan.“Menurutmu …,” katanya sembari menatap ke langit yang mulai kelam, “apa aku impoten? Apakah aku cepat keluar atau sebagainya?”Ia menoleh ke Evi. “Kamu sudah tahu sendiri bagaimana ganasnya aku di ranjang, bukan?”Evi terdiam. Jantungnya berdetak lebih cepat. Wajahnya memanas. Ada rasa malu, tapi juga terseret ke dalam bayang-ba

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status