Share

Skandal Video Syur

‘Breaking News: Mantan Atlet Nasional Sean Nagara Terlibat Skandal Video Syur’

‘Siapakah Sosok Wanita Muda dalam Video Syur Berdurasi 10 Detik Sean Nagara?’

‘Mengungkap Sosok Wanita Misterius Sean Nagara: Ibu dari Jason Nagara?’

Sean memijit kepalanya yang berdenyut sakit, berbagai kabar miring mengenai video syur dan berbagai foto yang tersebar  di media sosial tak mampu ia lenyapkan begitu saja.

Tim cyber perusahaan memang sudah bertindak, pun dengan agensi yang sempat menaunginya dulu. Meskipun setiap foto dan video sudah dihapus, tentu jejak digital itu tak akan menghilang begitu saja.

“Tuan, tim cyber sudah berhasil menyelesaikan tugasnya. Kami sudah menghubungi semua perusahaan media dan membuat klarifikasi. Semua artikel, video dan foto yang tersebar juga tidak dapat ditemukan.”

“Kau yakin? Ares, kau paham betul menghapus artikel dan menghubungi media tak akan menyelesaikan masalah ini. Tak semudah itu. Aku benar-benar ... Akh!”

Sean tak mampu menahannya lagi, ia benar-benar marah sekarang. Ia dipermalukan dan difitnah. Bukan hanya tentang kariernya yang akan hancur, namun masa depan Jason juga.

“Tuan-“

“Sudah berapa lama kau menjadi sekretarisku? Masih perlu kubimbing satu per satu? Selesaikan masalah ini sampai beres! Aku tidak mau tahu hari ini harus selesai!” marahnya.

Ares, sekretaris Sean itu undur diri dari ruang kerja sang atasan, meninggalkan Sean dengan isi kepalanya yang berisik.

Tok tok tok ....

Namun belum sempat ia menghela nafas, pintu ruangannya kembali diketuk dari luar. Yang kemungkinan bukan Ares pelakunya.

“Siapa?”

“Saya Mia, Tuan. Saya membawa seseorang yang ingin bertemu dengan Anda.”

CEO Neo Sport itu mengernyit samar, untuk apa karyawannya itu membawa seseorang secara langsung ke ruangannya alih-alih melakukan panggilan telefon? Terlebih di saat genting seperti saat ini.

“Masuk,” perintahnya.

Pintu bercat cokelat itu terbuka, menampilkan sosok yang mampu membuat Sean terkejut dan tertegun di saat bersamaan.  

Di sana, tepat di ambang pintu berdiri Anna dengan penampilannya yang tak kalah acak-acakan dari saat terakhir kali mereka bertemu.

“Maaf Tuan, Nona Anastasya memaksa bertemu dengan Anda dan sedikit menimbulkan keributan di bawah. Saya-“

“Aku mengerti, kau boleh pergi,” potong Sean tepat.

Ia berdiri dari duduknya, melonggarkan dasi navy yang ia kenakan dan berjalan menuju sofa di tengah ruangan. Mempersilahkan Anna duduk di sana.

Mereka duduk berhadapan dengan jarak satu meter yang membentang penuh dengan kesunyian. Sean yang memasang wajah datar dan Anna yang menunduk gelisah dengan meremas kedua telapak tangannya.

“Apa yang kau inginkan?”

Benar-benar dingin, lontaran tanya dari mulut Sean semakin membuat Anna terdiam dan menciut.

“Nona Anastasya, aku bertanya padamu,” katanya lagi.

Namun Anna masih diam tak bergeming, menyiapkan jawaban terbaik sebelum mengeluarkan sepatah kata dari mulutnya.

“Kau tidak bisa berbicara?”

“A-a ... aku ....”

“HAH!”

Sean menghela nafas kasar, menyandarkan tubuh pada sandaran sofa dan menyugar rambutnya asal. Ia benar-benar kesal dan Anna tahu itu.

“Maaf ....”

Akhirnya pun hanya satu kalimat singkat yang berhasil terucap dari bibirnya yang mulai bergetar.

CEO ternama itu mengernyit sejenak, mendekatkan tubuhnya untuk memastikan bahwa ia tak salah dengar.

“Maaf? Kau mengatakan maaf? Sekarang kau menyesali perbuatanmu?”

“Maafkan aku, aku tahu semua ini salahku, tapi aku ingin meminta bantuanmu, kau harus menolongku. Tuan Nagara kau harus menolongku.”

Sean tak habis pikir kala sosok wanita muda di hadapannya tiba-tiba berdiri dan menjatuhkan diri di samping sofa. Berlutut dengan kedua telapak tangan yang menyatu untuk memohon pertolongannya.

Bibirnya semakin bergetar dengan sepasang matanya yang mulai memerah dan berair. Sungguh ia mampu merasakan ketakutan yang teramat dalam di sana.

Lagi-lagi ia menarik nafas dalam, bangkit dari duduknya dan menghampiri Anna yang terduduk ketakutan.

Rambut panjangnya disanggul asal, wajahnya tampak sembab akibat terlalu banyak menangis. Kemeja baby blue yang ia kenakan tampak lusuh di tubuh kurusnya.

“Bangunlah.” Sean membawa tubuh ringkih itu  terduduk kembali pada sofa panjang ruangannya.

“Apa yang kau  inginkan, Nona Anastasya?”

“Maaf, panggil saja aku Anna, aku tak berhak menerima sopan santunmu” ucapnya dengan wajah sembab seraya menunduk dalam.

“Baiklah, aku tidak memiliki banyak waktu sekarang, katakan apa tujuanmu datang kemari.”

Tak seperti sebelumnya, Sean mulai melunakkan suaranya. Amarahnya yang menggebu terhadap Anna kini lenyap sudah.

Tak ada lagi rasa kesal dan dendam yang sempat menguasai benaknya. Semua sirna saat pertama kali ia melihat keadaan wanita itu di ambang pintunya hari ini.

“Kumohon selamatkan aku,” ujarnya dengan suara serak dan sesenggukan.

“Katakan yang jelas, Anna.”

“Aku benar-benar tak pernah bermaksud membuat semuanya menjadi kacau seperti ini. Aku ... aku tidak tahu sama sekali bahwa mereka menaruh kamera tersembunyi di sana. Aku juga tidak tahu siapa dirimu sebenarnya.

Dan juga ... dan juga Tuan ... percayalah, tidak ada yang terjadi malam itu. Aku bahkan tak menanggalkan pakaianku sedikit pun. Aku datang ke sana saat kau sudah terlelap dan aku hanya berbaring di sisimu. Aku sama sekai tak mengerti dengan isi dari video singkat itu.” jelasnya panjang lebar disertai tangisan.

Sean tak habis pikir, ia benar-benar kalut, bukan karena penjelasan konyol itu melainkan karena sikap wanita di hadapannya yang benar-benar membuatnya pening.

“Tenanglah, aku mengerti. Sejak awal aku mengerti bahwa kau hanya melakukan perintah seseorang.”

Penjelasan dan kata-kata penenang itu tak membuat tangis Anna berhenti. Ia pun tampak sulit mengendalikan dirinya saat ini.

Jadilah ia yang memilih diam untuk sementara waktu. Menyandarkan tubuh ke sofa seraya memikirkan solusi atas semua kegilaan ini. Dengan diiringi suara tangisan ‘merdu’ tentu saja.

“Aku benar-benar menyesal, semua menjadi rumit saat terakhir kali kita bertemu. Saat aku berusaha menjebakmu,” ujarnya dengan suara yang semakin menciut.

“Siapa yang menyuruhmu?”

“Aku tidak tahu,” jawabnya cepat. “Aku- aku sudah beberapa kali melakukan perintah serupa namun tak pernah terbayang akan menjadi seperti ini pada akhirnya.”

Sean ingin mengetahui lebih jauh tentang pernyataan wanita itu, namun ia sadar ini bukan saat yang tepat untuk mengulik lebih jauh kehidupannya . Jadi ia memutuskan untuk tetap diam dan mendengarkan.

“Keluargaku berurusan dengan rentenir, kami terlibat hutan puluhan juta dan tak mampu melunasinya. Sedangkan aku baru saja mendapatkan pekerjaan pertamaku di sekolah Jason setelah dua tahun kelulusanku dari universitas. Aku ... benar-benar kacau jika harus kehilangan semuanya saat ini.”

“Anna, jika kau melakukan semua ini untuk menarik simpatiku, maka hentikan-“

“Tidak! Bukan seperti itu maksudku. Aku tidak ingin menjadi pusat perhatian, aku tidak mau reputasiku hancur.

Selama ini aku hidup seorang diri tanpa ada satu pun manusia yang peduli denganku. Dan aku baru saja mendapatkan pekerjaan pertamaku, aku tidak mau kehilangannya, aku tidak bisa kehilangan pekerjaan dan dikucilkan lagi.”

“Aku mengerti,” ucap Sean setelah sekian lama terdiam membisu. “Kau boleh pergi sekarang.”

“Tunggu!”

Anna menahan langkah Sean yang berniat meninggalkannya. “Kau tidak bisa pergi begitu saja,” katanya dengan nada putus asa.

“Mengapa kau bersikap seolah-olah aku harus bertanggung jawab atas semua keributan ini?”

“Aku tahu, dan aku meminta bantuanmu, tolong ....”

“Anna, dengan tingkahmu yang seperti ini kau malah membuat segalanya menjadi semakin rumit. Kau pikir apa yang akan dikatakan oleh orang-orang di bawah sana saat melihat kau datang menemuiku dalam keadaan kacau?”

Sang wanita muda diam dan menunduk, sedangkan Sean tengah berusaha bersikap se-normal mungkin.

Sesekali melirik ke sisi kiri ruangan, memeriksa posisi Ares yang memang sengaja ia biarkan untuk melihat semuanya dari ruang sekretaris yang hanya terhalang pembatas kaca.

“Tuan ....”

“Ikut denganku sekarang.”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status