Share

Bos Misterius

Malam ini dengan pakaian lusuhnya yang setengah basah, Anna datang ke bar. Perasaannya kacau sejak beberapa hari kemarin.

Ia tak mendapatkan jatah tidurnya dengan baik dan kehilangan minat akan segala hal. Namun Anna sadar ia harus tetap bekerja dan menghasilkan uang.

“Oh, Anna? Aku tak melihatmu selama beberapa hari terakhir. Kau ada tugas malam ini?”

Wanita itu mendudukkan diri di kursi bar di hadapan Bima tanpa berniat menjawab pertanyaan lelaki itu. Meletakkan kepalanya dengan malas hingga menimbulkan kekehan pelan dari yang lebih tua.

“Siapa targetmu kali ini?” tanya Bima lagi.

“Siapa lagi, seorang pria tua kaya yang menyebalkan pastinya.”

Kekehan lain yang lebih keras keluar dari mulut Bima, lelaki bertubuh tegap dan jangkung itu sibuk membersihkan gelas dan memandangi wanita di hadapannya.

“Itu bagus, setidaknya kau bisa mendapatkan banyak uang dari mereka. Namun hati-hati saja, terkadang mereka bukan orang sembarangan, jangan sampai kau berurusan panjang dengan lelaki-lelaki tua hidung belang itu,” nasihat Bima.

“Tentu saja mereka bukan orang sembarangan, orang-orang kotor yang memiliki banyak musuh. Kurasa mereka telah ditakdirkan untuk hidup di neraka.”

“Kalau kau tahu begitu, kenapa masih ingin berhubungan dengan para lelaki tua itu.”

“Yeah ... setidaknya lelaki tua lebih baik dari pada lelaki-lelaki muda yang sok kaya dan hebat, padahal mereka tak memiliki nilai sama sekali. Menghamburkan uang milik orang tua mereka dan memiliki banyak pasangan di luar sana.”

Bima menaikkan sebelah alisnya, bingung. “Kau berbicara seolah-olah pernah berurusan dengan seseorang seperti itu.”

Senyuman miring terlukis di wajah si wanita muda. Anna mendekatkan diri dan berteriak sedikit lebih keras untuk mengalahkan dentuman musik yang menggelegar di antara mereka.

“Memang, aku memiliki banyak korban dari perintah bos yang tak dapat kutolak. Dan sebagian dari mereka para lelaki muda.”

“Siapa bosmu?” tanya Bima tertarik.

“Angela!”

Anna baru saja akan menjawab pertanyaan Bima, sebelum seseorang memanggil namanya dengan keras dari lantai atas.

“Perlakukan dia dengan baik, Roy.” Bima berteriak tak kalah garang, sebelum akhirnya menatap wanita itu dengan lembut.

“Hubungi aku kalau terjadi sesuatu,” lanjutnya.

“Tidak pernah terjadi apa pun,” tutup si wanita muda yang kini telah melenggang pergi ke lantai atas.

Anna dan Bima telah menjadi ‘partner in crime’ sejak satu tahun terakhir. Tepatnya saat Bima menemukan seorang wanita muda nan lugu di dalam bar miliknya.

Dengan melihat penampilannya, Bima pikir Anna hanyalah mahasiswa cupu yang tersesat ke dunia malam.

Namun nyatanya ia salah, sebab gadis muda yang tahun ini genap berusia 24 tahun itu tengah menjalankan misi melayani para pria hidung belang sebagai pekerjaan utamanya.

Ia menjebak beberapa klien dan orang-orang berpangkat besar atas  perintah seseorang yang masih menjadi misteri hingga saat ini.

Anna selalu mendapatkan panggilan melalui nomor sekali pakai dan menerima bayaran dua kali lipat. Yaitu dari seseorang misterius yang ia sebut dengan ‘Bos’ dan dari setiap lelaki yang ia jebak.

Meskipun begitu, tak pernah sekali pun ia melakukan hubungan intim dengan mereka, ia belum tersentuh dan suci. Sebab ia memiliki caranya tersendiri untuk menyelesaikan pekerjaannya.

Dengan begitu Anna harus menjalani dua kehidupan yang berbeda bagaikan langit dan bumi. Sebagai Leanna Anastasya dan Stacy Angela.

***

Jauh di sudut ruangan, Sean mengamati Jason yang tengah asyik menyantap makan siang miliknya.

Anak laki-laki berusia delapan tahun itu tampak lebih mungil dari anak-anak seumurannya, terkadang menimbulkan kekhawatiran tersendiri bagi Sean.

“Papa! Lihat ini! Wortelnya berbentuk kelinci!”

Sean menyunggingkan senyuman tipis, terlalu menggemaskan dan melegakan melihat Jason ceria seperti saat ini.

Terkadang Sean pikir terlalu banyak beban yang harus diterima oleh putranya itu, entah beban pendidikan maupun sosial.

“Jason, ingin pergi liburan bersama papa?” tanya Sean seraya berjalan mendekat menuju sang putra yang tengah terduduk di atas karpet di tengah ruang tengah.

Bocah lelaki itu menggeleng samar. “Tidak, aku di rumah saja.”

“Kenapa? Kau tidak ingin menemui Kakek Samin?”

Sean tersenyum singkat kala Jason tampak terdiam dan berpikir sejenak. Namun itu tak berlangsung lama, sebab lagi-lagi bocah itu menggeleng pelan.

“Wah ... jadi Jason benar-benar tak ingin pergi? Bukankah kau lelah dengan pembelajaran di sekolah? Di rumah kakek Samin kau bisa bermain sepuasnya, kita bisa menghabiskan libur akhir pekan di sana,” terang Sean lembut.

“Papa harus bekerja, lagipula nanti merepotkan kakek Samin.”

Lagi, setiap jawaban yang keluar dari bocah kelas 2 SD itu tak pernah berhenti membuat Sean tercengang.

Dengan lembut sosok ayah tunggal mengusap puncak kepala sang putra. “Hei ... tak perlu memikirkan itu sayang, yang terpenting kau bisa bersenang-senang di sana. Papa juga akan bermain bersamamu.”

Hening menyelimuti keduanya, bocah laki-laki itu menunduk dalam, semakin membuat Sean risau tentang apa yang sebenarnya ada di dalam pikirannya.

“Kakek Samin itu siapa Pa?” tanya Jason tiba-tiba.

Sean tak akan berbohong bahwa ia merasa terkejut dengan pertanyaan Jason sekarang.

“Kakek Samin adalah Kakek Jason, dia orang yang baik.”

“Apa setiap orang yang baik bisa menjadi kakek dan ayah ya, Pa?”

“Jason ....”

Bocah laki-laki berkulit pucat itu menunduk. Sean tahu ada yang salah, dan ia kembali mengusap puncak kepala sang putra.  

Menyentuh setiap helai rambut ikalnya yang berwarna cokelat kemerahan. Bola matanya yang berwarna cokelat terang menatap Sean dengan pandangan nanar. Ia sama sekali tak mirip dengan sang ayah.  

“Teman-teman bilang aku bukan anak Papa,” katanya tiba-tiba. “Anak-anak di kelas lain juga memanggilku anak pungut. Anak pungut itu apa Pa?”

Oh tidak, lelaki berusia 31 tahun itu sudah tak tahan lagi. Sean menyugar rambutnya kasar dan berdiri dari duduknya.

“Papa ....”

“Siapa yang mengatakan hal seperti itu? Itu tidak benar, kau tidak perlu khawatir Jason. Papa akan berbicara dengan ibu guru agar tidak ada lagi yang berbicara seperti itu padamu, mengerti?”

“Tapi ....”

“Jason, ingat apa yang selalu papa katakan?”

Mereka mempertemukan sepasang netra berbeda warna itu dan saling memandang lekat. Menyalurkan rasa percaya dan kasih sayang.

“Tak perlu mendengarkan ucapan buruk orang lain.”

Sean tersenyum dan merengkuh bocah kecil di hadapannya dengan hangat. Dalam otaknya terbersit niat untuk segera menghubungi guru Jason dan menyelesaikan masalah ini segera.

Drrt ....

Namun belum sempat ia merealisasikan niatnya, ponsel dalam saku kemejanya bergetar. Diraihnya benda persegi itu dan menemukan pesan singkat dari sang sekretaris di sana.

“Sialan!”

Jason sungguh terkejut dengan umpatan sang ayah. Bocah sekolah dasar itu beringsut, Sean yang menyadari kesalahannya pun memilih untuk melemparkan ponselnya dan merengkuh kembali sang putra.

Sebuah foto yang menampilkan dirinya tengah tertidur di atas ranjang bersama seorang wanita tiba-tiba tersebar di sosial media.

Dilihat dari angle pengambilan gambar, tentu saja mereka memasang kamera tersembunyi di sana. Foto itu menampilkan wajah Sean dengan jelas dan sedikit mengaburkan wajah si wanita.

Seketika amarahnya memuncak, ia merasa marah dan malu. Dan hanya satu orang yang ada dalam benaknya saat ini.

Seseorang yang harus bertanggung jawab untuk semua kegilaan ini. Dan ia adalah Anna.

Memang ini bukan kali pertama Sean dijebak oleh musuh-musuhnya yang sebenarnya tak ia ketahui dengan pasti siapa dalangnya.

Mulai dari usaha untuk membuatnya celaka, menghancurkan perusahaannya, menyebarkan rumor di dunia olahraga, hingga mengusik keluarganya.

Namun kali ini rasanya berbeda, ia tak pernah merasa dipermalukan hingga membuat harga dirinya hancur dan jatuh. Sean marah.

“Benar-benar brengsek!”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status