“Kenapa?” “Ya?” Starla mengerjap. Ia langsung mendongak dan menatap Saga yang bertanya pelan padanya. Sial. Gara-gara memikirkan Revanno Starla sampai melupakan kalau saat ini sedang ada Saga di hadapannya. “Ah, nggak kok. Nggak apa-apa.”“Aku pikir, kamu masih kepikiran soal mantanmu tadi,” ujar Saga meledek.Starla langsung memelotot. “Enak saja. Jangan sembarangan,” balasnya tidak terima.Saga terkekeh. “Aku hanya bercanda. Maaf,” ujarnya pelan. “Mulai sekarang jangan sungkan lagi kalau kita bertemu di jalan ya. Kamu bisa menyapaku kapanpun kamu mau, termasuk meminta bantuanku. Anggap saja kita berteman mulai hari ini,” imbuh Saga sambil tersenyum.Starla berdecih. “Mana bisa kita berteman hanya karena sudah bertemu sebanyak dua kali.”“Berarti kamu maunya kita bertemu terus supaya bisa di katakan sebagai teman?” Saga menaikkan sebelah alisnya.Starla langsung menggeleng. “Bukan begitu maksudku.”“Lalu apa?” Saga kembali terkekeh. “Sudahlah, Starla. Kamu jujur saja. Aku justru l
“Terima kasih atas kerja samanya Pak Reihan. Saya akan selalu memberitahukan perkembangan proyeknya nanti,” ujar Revanno sambil menjabat tangan pria paruh baya yang bernama Reihan tersebut.“Saya juga berterima kasih sekaligus senang karena bisa bekerja sama dengan CEO muda dan berbakat seperti Anda,” balas Pak Reihan yang tersenyum.“Ah, Anda ini bisa saja. Sudah banyak yang bilang seperti itu,” kelakar Revanno dan berhasil membuat kedua pria itu tertawa sembari berjalan keluar dari ruang rapat.“Saya bersungguh-sungguh, Pak Revanno. Saya jarang sekali menemui seorang CEO yang masih muda dan tampan seperti Pak Revanno.”“Sudah, Pak. Tidak perlu memuji seperti itu. Saya jadi semakin enak nih.” Lagi-lagi Revanno menanggapinya dengan bercanda. Dan Pak Reihan hanya tertawa.Begitu Pak Reihan pamit dan masuk ke dalam lift, Revanno langsung menghadap Starla dan menatap wanita itu dengan alis terangkat. Revanno merasa sejak tiba di ka
Starla dan Revanno masih sama-sama terdiam di posisinya masing-masing. Starla berdiri di depan pintu dan Revanno berdiri sambil menatap heran ke arah wanita yang kini sedang berdiri di hadapannya. Kalau boleh jujur, rasanya Starla sudah sangat kesal dan ingin sekali memukul dan memaki Revanno pada saat ini juga. Starla rasa, Revanno benar-benar sama sekali tidak sadar dengan kesalahan yang sudah pria itu lakukan.“Nggak usah menatapku seperti itu!” Bentak Starla dengan nada kesal.Revanno hanya mengernyit. “Kenapa memangnya? Nggak ada yang melarangnya juga,” sahut Revanno santai.Starla ingin menjerit dalam hati. Berbicara dengan Revanno rasanya sudah seperti berbicara dengan orang gila yang sering lewat di pinggir jalan.“Aku yang melarang! Apa perlu aku tulis di keningku sekalian supaya kamu bisa sadar?!” Ketus Starla.“Terserah sih. Tapi kalau kamu maunya seperti itu ya silahkan.” Revanno mengangkat bahunya acuh.Starla melongo. “Kamu masih belum sadar juga ya? Kalau aku itu masih
Starla berhasil menghabiskan beberapa potongan slice Pizza yang di belikan oleh Revanno. Bahkan ia tidak peduli dengan tatapan yang sejak tadi Revanno berikan padanya ketika ia menyantap makanannya. Karena sungguh ia benar-benar sangat lapar dan ingin segera menghabiskan makanan tersebut tanpa sisa. Mengingat kalau sudah sejak sore tadi perutnya belum terisi makanan sedikitpun. “Akhirnya.” Starla mendesah lalu menyandarkan punggungnya ke sofa panjang yang ada di depan TV. “Ambilkan minuman dong.” Revanno memelotot. Tidak puas hanya dengan menyuruhnya membelikan makanan. Sekarang Starla masih menyuruhnya untuk mengambilkan minuman. Oh, ia benar-benar merasa di kerjai. Starla tertawa dalam hati ketika Revanno langsung beranjak ke dapur dan kembali dengan membawa segelas minuman untuknya. Ia yakin pasti Revanno sangat kesal sekarang. Tapi setidaknya Starla sudah cukup merasa lega karena sudah berhasil menyuruh-nyuruh Revanno malam ini. Gelas yang sudah kosong itu Starla berikan lagi
Dengan langkah kesal Starla berjalan dan membuka pintu apartemennya. Ini sudah lewat tengah malam dan bisa-bisanya ada orang yang berani mengganggu acara tidurnya. Dan ... Sungguh mengejutkan, ketika Starla membuka pintunya ternyata Revanno-lah pelakunya. Pria itu sudah berdiri di depan pintu apartemen Starla. Masih menggunakan kemeja kerja yang lengannya sudah tergulung hingga ke siku. Dasi dan jasnya sudah tidak ada. Entah dimana Revanno membuangnya Starla juga tak ingin memperdulikannya. Rambutnya sudah tak serapi pagi tadi, dan bahkan dari jarak mereka Starla bisa mencium bau alkohol yang cukup menyengat. Walaupun pria itu adalah Bos gilanya dengan kadar kebrengsekkan dan kemesuman yang tiada tara. Tapi entah kenapa Starla tetap saja terpaku ketika pandangan mereka bertemu. Seutas senyum muncul dari sudut bibir Revanno ketika Starla menatap ke arahnya. Dan tentu saja hal itu langsung membuat Starla mengalihkan pandangannya. “Kenapa kamu ke sini?” Starla memutuskan untuk bersuar
“Gawat! Gawaaat! Aku bisa terlambat!” Starla berteriak panik Ia segera bangun mencari piyama tidurnya yang tergeletak di lantai. Memakainya lalu secepat kilat berlari mengambil sebuah pil dan segelas air minum. “Astaga, Starla. Kamu kenapa, sih? Kamu itu memang hobi sekali berisik ya.” Revanno yang masih terlelap pun ikut kaget mendengar teriakan dari Starla. Starla menaruh gelas ke atas nakas, lalu menoleh ke arah Revanno yang hendak melanjutkan tidurnya lagi. “Kamu lupa? Bukannya kamu yang menyuruhku untuk minum pil kontrasepsi ini. Dan aku biasa meminum pil ini pukul 6 pagi. Nggak boleh terlambat.” “Iya. Iya terserah.” Revanno kembali menarik selimut untuk menutupi tubuh polosnya. Starla hanya berdecak lalu berjalan masuk ke dalam kamar mandi. Selesai mandi ia kembali keluar hanya dengan menggunakan handuk kimononya. Duduk di depan meja rias sambil mengeringkan rambutnya. “Mau kemana kamu?” St
Revanno menghentikan mobilnya di dekat basement apartemen, ketika melihat Starla sedang turun dari sebuah mobil. Setelah itu di susul oleh seorang pria yang keluar dari pintu yang lainnya. Revanno terus memperhatikan apa yang Starla lakukan saat ini. Di mana Starla dan pria itu tengah tertawa bersama. Melihat hal tersebut membuat tangan Revanno tanpa sadar mencengkeram stir kemudinya. Dan pemandangan itu menjadi lebih menyebalkan ketika tangan pria yang tidak di kenal Revanno itu terlihat menepuk puncak kepala Starla sebelum akhirnya kembali masuk ke dalam mobilnya. “Sial! Siapa si brengsek itu? Dan apa harus Starla secentil itu dengan pria lain?” Gumam Revanno yang tampak kesal. Tanpa menunggu lama Revanno langsung memilih untuk menginjak gas dan membawa mobilnya masuk ke dalam basement apartemen, tempat parkir mobilnya berada. Pria itu berjalan keluar dari mobil, dan langsung masuk ke dalam lift yang berada di basement apartemen. Revanno menuju lantai dimana kamarnya berada. “C
Starla merasa kalau sejak tadi Revanno terus saja berusaha untuk mengajaknya berbicara. Namun, Starla justru hanya menanggapinya dengan jawaban-jawaban yang singkat. Biar saja Revanno sadar kalau pria itu sudah benar-benar keterlaluan. Memangnya Revanno pikir, Starla tidak sakit hati saat ia di tuduh seperti itu. Bagaimanapun juga Starla merasa tersinggung dengan perkataan Revanno. “Starla, kita perlu bicara?” Revanno menarik tangan Starla ketika hendak keluar dari dalam lift. “Bicara apa ya, Pak? Saya rasa masalah pekerjaan sudah selesai semua. Jadi sudah tidak ada yang perlu di bicarakan lagi. Permisi,” ujar Starla yang berniat untuk meninggalkan Revanno. “Bukan masalah pekerjaan!” “Ah, kalau begitu saya tidak bisa bicara sekarang. Nanti saja. Saya harus segera menghadiri meeting lima menit lagi.” Mata Starla melirik jam yang ada di ponselnya. “Batalkan meetingnya.” “Tidak bisa, Pak. Ini meeting dengan divisi keuangan. Nanti kalau saya tidak ikut, Pak Revanno juga tidak akan