Revanno seketika menoleh saat mendengar namanya di sebut. Tak lama, seorang pria paruh baya masuk dengan pandangan lurus tertuju padanya.
‘Ah, dia Ayahku.’ Revanno mengeram dalam hati.Menjengkelkan bukan kalau mengetahui pengganggunya adalah Ayahnya sendiri? Revanno tidak mengerti, apa juga tujuan Ayahnya kesini?Ayah Revanno duduk di sofa, tepat di sebelah Revanno. Sedangkan Starla memasuki kamarnya. Mungkin saja dia ingin mengganti pakaiannya yang di mata Revanno kelewat menggoda itu.Rasanya saat ini Revanno ingin menyusul Starla saja masuk ke dalam kamarnya dan bergelut di atas ranjang tanpa busana.“Tumben sekali kamu tidak pergi ke Klub. Ada gadis baru di sana.”Ya, begitulah Ayah Revanno. Sifat Ayah dan anak itu memang tidak jauh berbeda. Walaupun kehidupan Revanno sekarang cukup sukses dan banyak di segani orang, namun di balik itu semua ia mempunyai keluarga yang cukup berantakkan. Ibunya sudah pergi meninggalkannya dan Ayahnya sejak Revanno masih berusia sepuluh tahun. Entah pergi kemana sampai sekarang pun Revanno tidak mengetahui kabar Ibunya sama sekali. Mungkin itu yang menjadi penyebab Revanno jadi sedikit enggan jika harus berhubungan dengan seorang wanita.Bagi Revanno wanita sama saja brengseknya. Mereka juga bisa dengan mudahnya pergi meninggalkan pasangan dan keluarganya begitu saja tanpa merasa bersalah.Sedangkan Ayahnya, walaupun sudah di tinggal pergi oleh istrinya tetap menjadi pria yang tidak pernah merasa kesepian. Tentu saja, waktunya hampir tiap malam selalu di habiskan di Klub bersama dengan para wanita penggoda di sana. Sudah pasti kebutuhannya selalu terpuSagan. Dan tentunya, sifat itulah yang menurun ke Revanno. Tapi Revanno merasa Ayahnya sedikit curang, karena Ayahnya tidak menyukai jika Revanno terlalu banyak menghabiskan waktunya di Klub.Mungkin Ayahnya hanya tidak terima saja jika Revanno benar-benar mewarisi sifatnya. Dan kabar bahagianya, Revanno memang tidak sepenuhnya mewarisi sifat Ayahnya.Tidak seperti Ayahnya yang selalu berganti pasangan setiap harinya. Jika di bandingkan, tetap Revanno tak akan mampu menandingi Ayahnya yang selalu membobol gawang kenikmatan setiap harinya.Revanno hanya akan melakukannya jika benar-benar sudah tidak mampu menahan nafsunya. Tapi semenjak ia bertemu dengan Starla di klub malam itu, keinginannya menjadi semakin tidak terkontrol saja. Bahkan harus Revanno akui sekarangpun ia selalu merasakan seperti itu jika berhadapan dengan Starla. Entah rasa macam apa itu, yang pasti Revanno sangat menginginkan Starla.Hal lain yang menjadi perbedaan dari Ayah dan anak itu adalah jika Revanno memilih untuk meneruskan dan mengembangkan bisnis perusahaan, lain halnya dengan Ayahnya. Pria paruh baya bernama Marcus Immanuel yang Revanno akui sebagai Ayah itu kini malah merintis bisnis dengan mendirikan sebuah Klub, yang saat ini sudah berhasil menjadi salah satu Klub ternama di Ibukota.Awalnya memang perusahaan Nexus itu adalah hasil kerja keras Marcus dari nol. Hingga akhirnya setelah perusahaan itu berkembang baik pria itu mewariskannya kepada anaknya. Dan sekarang, Marcus lebih memilih menghabiskan hidup dan masa tuanya di Klub yang juga ia dirikan sendiri.“Untuk apa aku ke klub? Aku sudah punya wanita,” ujar Revanno santai.Ayahnya tampak terkejut. “Serius? Kamu pacaran?! Sejak kapan kamu bisa serius dengan wanita?”Tepat saat itu, Starla keluar dari kamarnya menggunakan mini dress model sabrina yang membuat napas Revanno terasa sesak mendadak.‘God, godaan apa lagi ini?’ Revanno berujar dalam hati.Tidak terlalu seksi sebenarnya. Bahkan menurut Revanno jauh lebih seksi kimono yang Starla kenakan sebelumnya. Tidak terlalu pendek tapi saat Starla yang memakainya semua terlihat cantik dan menggairahkan bagi Revanno tentunya.“Ini kekasihku, Starla namanya. Dia tinggal di sini.” Kata Revanno mengenalkan Starla.Starla langsung melempar tatapan tajam pada Revanno. Namun, sepertinya Revanno tak menghiraukannya.Dengan terpaksa Starla harus duduk di sebelah Revanno setelah Bos gilanya itu menepuk-nepuk kursi di sebelahnya. Revanno segera merangkul pundak Starla, begitu wanita itu duduk di sampingnya. Revanno mengulum senyum ketika Starla mendadak berubah menjadi gadis penurut semenjak kedatangan Ayahnya.“Dari mana Ayah tahu kalau aku berada di sini?” Revanno bertanya pada Ayahnya.“Pengawalmu.”Revanno mengangguk setelah mendengar jawaban singkat dari Ayahnya.Ayahnya dan Starla mulai asyik berbincang. Dan sialnya, Revanno malah merasa terabaikan.Bagaimana bisa wanita berisik ini bisa langsung akrab sekali dengan Ayahnya?Revanno bertanya-tanya dalam hati sambil memperhatikan Starla yang masih terlihat asyik mengobrol dengan Ayahnya—Marcus. Tiba-tiba pandangan Revanno berhenti pada leher mulus Starla. Sungguh menggoda!Andai saja Ayahnya tadi tidak mengganggunya mungkin saat ini leher mulus itu sudah penuh dengan tanda mahakaryanya.Ah lagi, Revanno mengeram dalam hati. Lalu ide jahilpun terlintas dalam kepalanya.Revanno segera meletakkan dagunya ke pundak Starla. Revanno dapat merasakan Starla sedikit menegang, mungkin karena kaget dengan aksi mendadaknya. Namun, Starla tidak protes dan melanjutkan percakapannya dengan Marcus. Revanno mulai berani menempelkan hidungnya ke leher dan menghirup aroma tubuh Starla yang sangat memabukkan itu.Starla masih diam.Hingga akhirnya Revanno memberanikan diri untuk memberikan kecupan di leher Starla. Ia mengecupnya beberapa kali hingga ke tengkuknya. Revanno menyadari wajah Starla mulai memerah karena aksinya.“Sepertinya putraku sudah tidak tahan, Starla. Sebaiknya kamu layani dulu,” ujar Marcus sambil melirik kelakuan anaknya.“Ah, nggak—““Ya, seharusnya Ayah mengatakan itu sudah dari satu jam yang lalu. Bukan mengulurnya hingga sekarang,” sahut Revanno cepat memotong perkataan Starla.Revanno menahan tawa saat melihat ekspresi wajah Starla saat ini. Pasti wanita itu tengah malu karena perkataan Ayahnya.“Terserah. Kalau begitu, Ayah pulang dulu.”Starla segera bangkit dan melepSagan kedua lengan Revanno yang sejak tadi melingkar di perutnya. Ia mengantar Ayah Revanno hingga ke depan pintu. Dan setelah Starla menutup pintunya ia terlihat kaget setelah mendengar sebuah teriakkan dari luar.“AYAH PESAN SEBELAS CUCU, NAK!”Seketika tawa Revanno langsung pecah dan Starla hanya bisa menatap Revanno dengan tatapan tajam.Sungguh menyebalkan!Starla masih tidak habis pikir dengan perkataan Ayah Revanno. Yang benar saja sebelas cucu?Starla segera mendekati dan duduk di samping Revanno begitu tawa Bos gilanya itu mulai mereda.“Pak Revanno, saya hanya sekretaris Bapak bukan kekasih Bapak!” Ucap Starla dengan penuh penegasan.“Kamu bukan hanya sekedar sekretarisku saja, Starla. Tapi kamu itu my sexcretary.” Revanno menatap Starla dengan intens. “Jadi ... bukankah sekarang saatnya kamu memberikan apa yang sudah menjadi kesepakatan kita?”Belum sempat Starla menjawab. Tangan Revanno sudah berhasil merengkuh pinggangnya hingga posisi mereka kini lebih dekat. Tanpa aba-aba Revanno langsung mendaratkan kecupan dan ciuman di bahu Starla. Lalu menjalar ke lehernya.Satu hal yang menjadi kekhawatiran Starla, suara bodohnya yang selalu saja keluar dari mulutnya ketika Revanno menyentuh tubuhnya.“Aahh.”Benar saja, suara bodoh itu lolos juga ketika Revanno menggigit lehernya.Tiba-tiba suara dering dari ponsel Revanno membuat aktivitas mereka terhenti. Starla diam-diam tersenyum lega dan segera menjauhi Revanno, karena ia tidak ingin kalau Revanno melihat wajahnya yang sudah berubah warna. Starla berusaha menahan tawanya ketika Revanno terlihat mengumpat beberapa kali sebelum mengangkat panggilan itu.Saat Starla selesai menegak segelas air, Revanno datang dan menarik tangannya. Membawa Starla keluar apartemen.“Ada apa?” Tanya Starla ketika Revanno terus menariknya.“Kamu ikut aku ke Klub.”Starla mengernyit tak paham. Baginya itu bukan kalimat ajakan maupun kalimat perintah. Itu seperti kalimat yang menjengkelkan.“Aku nggak mau!” Tolak starla spontan.“Aku nggak mengajakmu. Aku hanya bilang 'kamu ikut aju ke Klub'. Jadi, mau nggak mau kamu harus mau karena itu bukan kalimat ajakkan,” tutur Revanno.Butuh beberapa saat bagi Starla untuk memahami kalimat Revanno. Ia semakin sadar kalau Revanno itu benar-benar licik.Belum sempat Starla menjawabnya. Revanno sudah lebih dulu menggendong tubuh Starla menuju lift. Bukan gendongan ala bridal style yang bisa membuat Starla bersemu. Tapi gendongan ala tukang beras!Tentu Starla marah. Ia berteriak meminta turun.“Revanno turunkan aku! Aku belum memakai sepatu!” Sesekali Starla memukul punggung Revanno.“Ck, berisik! Berapa ukuran sepatumu?”“37.” Starla menjawab sambil berteriak.Wanita itu terus berteriak hingga menjadi bahan tontonan sepanjang perjalanan menuju tempat di mana mobil Revanno terparkir. Revanno menurunkan Starla di dalam mobilnya.“Apa kamu tahu, Starla? Kalau kamu itu sangat berisik! Sekali lagi aku dengar kamu berisik seperti tadi aku nggak akan segan-segan untuk menelanjangimu di depan umum,” ujar Revanno di akhiri dengan seringainya.Starla hanya melotot, menatap horor ke pria gila yang kini sudah duduk di sampingnya lalu melajukan mobilnya begitu saja.“Revanno.”“Ya?”Starla membelai wajah pucat Revanno. “Kamu baik-baik saja?”Revanno mengangguk seraya menelan ludah susah payah. Membuat Starla tertawa pelan.“Kenapa tertawa?” Revanno menatap istrinya dengan kening bertaut.“Yang ingin melahirkan itu aku, kenapa kamu yang panik dan pucat seperti ini?”“Yang ingin kamu lahirkan itu anakku, kenapa aku nggak boleh panik seperti ini?”Starla tersenyum simpul, membawa kepala Revanno ke dadanya. Membelainya lembut. “Jangan panik seperti itu. Aku baik-baik saja. Wajah kamu pucat sekali.”Revanno mengangkat kepala, sejajar dengan kepala Starla. Mata kelamnya menatap Starla lekat. “Berjanjilah padaku, kamu akan baik-baik saja.”Starla mengangguk. “Aku pasti baik-baik saja. Ini bukan pertama kali aku melahirkan, Revanno. Apa kamu lupa?” Tanyanya menatap Revanno. “Dan ini juga bukan pertama kalinya kamu menemaniku saat ingin melahirkan.”Revanno meringis. “Tapi tetap saja, Starla. Rasanya tetap sama tegangnya. Dan khawatir juga. Aku sangat kha
“Starla dimana?” Joshep yang tengah menyiapkan bekal untuk piknik bersama cucunya menatap Revanno yang memasuki dapur, dengan rambut basah.“Tidur,” jawab Revanno singkat. Revanno mulai mengambil beberapa telur untuk membuat omelet.“Tidur?” Tanya Joshep dengan satu alis terangkat, kemudian pria itu mengulum senyum. “Kelelahan?” Godanya.Revanno hanya tertawa pelan seraya mengangguk. Mulai memecahkan beberapa telur ke dalam mangkuk. “Apa perlu Ayah membawa Sera untuk menginap di hotel?”Revanno menoleh, ide itu terdengar sangatmenggoda. Namun, apa Starla akan mengizinkannya?“Ayah ajak ke hotel saja, ya. Hotel yang ada di Ubud. Ayah ingin mengajak Sera untuk melihat pemandangan yang ada di sana. Dia pasti suka.” Kata Joshep.Revanno mendekati Ayahnya, lalu memeluk Ayahnya singkat. “Terima kasih, Ayah.”Joshep mengangguk, menepuk- nepuk pelan bahu Revanno. “Dalam rangka mendapatkan cucu kedua, Ayah rela menjaga Sera selama yang kamu inginkan,” ujar Joshep sambil mengedipkan sebelah
“Sera ingat apa pesan Papa?” Revanno berjongkok di depan putrinya. Menatap gadis kecil itu sambil tersenyum.“Nggak boleh nakal dan menyusahkan Kakek sampai Papa dan Mama kembali ke Jakarta.”Revanno tersenyum, menepuk puncakkepala putrinya. “Pintar.”Revanno lalu merentangkan kedua tangannya dan memeluk Sera dengan begitu eratnya.“Hanya beberapa hari, Papa dan Mama akan pulang,” ujar Revanno pelan seraya mengecup kepala anaknya. Sementara Sera hanya mengangguk saja.Revanno dan Starla akan pergi berlibur ke Bali, hanya berdua. Setelah beberapa tahun tidak menghabiskan waktu hanya berduaan, Starla merasa sangat membutuhkan waktu untuk quality time berdua dengan suaminya. Dan Revanno menyetujui hal itu.“Ya sudah. Kalian cepat berangkat sana.” Joshep mengenggam tangan cucunya.Revanno sengaja menitipkan Sera kepada Ayahnya karena memang sejak awal Joshep-lah yang menawarkan diri untuk menjaga Sera selama Revanno dan Starla pergi berlibur. Lagipula sekarang Joshep juga sedang menikm
Starla terengah dengan Revanno yang terus menghunjam ke dalam tubuhnya dari belakang. Wanita itu memejamkan mata, mencengkeram kain yang mengikat kedua tangannya.“Revanno …” Starla mendesah. Ia mendapatkan kenikmatan yang selalu mampu membuatnya tergulung ombak yang begitu dalam.Revanno mencengkeram dada Starla dan menarik istrinya agar menempel ke dadanya. Starla berpegangan pada paha Revanno. Pria itu mendorong kuat-kuat dan menenggelamkan dirinya di sana. Terengah dengan bibir di leher istrinya. Bernapas terputus-putus.Ketika napas mereka tidak lagi memburu seperti tadi, Revanno mengecup leher Starla. Tubuh mereka masih menyatu lekat. Revanno memeluk perut untuk istrinya posesif, enggan melepaskannya. Bibir Revanno mengecupi bahu Starla. Sementara istrinya itu bersandar lemah di dada bidangnya.“Mama!” Teriakan nyaring membuat mata Starla yang semula terpejam, kini terbuka lebar. “Mama!”“Revanno, Sera,” ujar Starla pelan, tubuhnya lelah, Revanno tidak penah hanya cukup satu kal
Lima tahun kemudian.Mobil itu sudah terparkir dengan sempurna di depan rumahnya. Yang paling kecil turu dengan cepat, berlari masuk ke dalam rumah dengan wajah cemberut. Sementara, pria yang menyerupai gadis kecil itu mengikutinya dari belakang dengan senyum tipis dan gelengan kepala pelan.“Mama ... Mama ...” teriak gadis kecil itu hampir memenuhi setiap sudut ruangan. la membuka pintu rumah, mendorong dengan kasar, lalu masuk ke dalamnya disusul dengan sang Ayah yang membawakan tas sekolahnya.“Mama!” Teriaknya lagi, kali ini dengan air wajah yang memerah.Datanglah sang Ibu dari balik pintu dapur, menyambut anaknya yang baru pulang sekolah seperti biasanya. “Loh, anak Mama pulang sekolah kenapa wajahnya di tekuk seperti itu? Ada apa? Siapa yang berani membuat donat gula Mama marah?”Masih memasang wajah cemberut dengan bibir yang maju tak mundur sama sekali, gadis kecil itu bersidekap. “Sera nggak mau di jemput Papa lagi,” ujarnya nyaring.Mendengar hal itu, Starla lantas beralih
Kencan yang Revanno bayangkan adalah jalan-jalan menaiki mobil, berhenti di taman yang sepi dan menikmati jajanan yang ada di sana. Seharusnya. Ya seharusnya memang seperti itu. Namun, hal itu tidak mungkin karena ini adalah malam Minggu. Ia sudah merangkai semua rencana itu di dalam kepalanya, tetapi realita memang tidak seindah ekspetasi. Pasalnya, baru saja mobilnya keluar dari pelataran rumah sakit, kemacetan sudah menunggu mereka.Revanno menghela napas, wajahnya tertekuk masam, sedikit kesal lebih banyak mengumpat. Starla yang duduk di sampingnya bersama dengan Sera di dalam gendongan wanita itu sudah beberapa kali mengomeli Revanno. Meski Sera belum mengerti, atau memahami apa yang sang Ayah ucapkan, tapi tetap saja rasanya tidak tenang sekali mendengar Revanno mengumpat kasar di depan Sera.“Sabar, Revanno …” Sudah beberapa kali Starla berujar seperti itu. Kali ini ia menambahkan dengan usapan lembut di lengan suaminya. “Nggak apa-apa kok agak malam, Sera juga sudah memakai ba