Sebuah tamparan mengenai pipi Bella. Deswita begitu emosi mendengar apa yang di katakan oleh wanita di hadapannya. Kalimat yang membuat hatinya semakin membenci calon istri anaknya itu. Bu Siti merelai Deswita yang kembali ingin menampar pipi Bella. Deswita menarik napas panjang lalu menatap tajam Bu Siti. “Maaf, Nyonya. Bukan saya lancang, tapi jangan sampai Nyonya main tangan sepeti ini. Hal ini tidak baik, lagi pula sebenarnya –“ “Sebenarnya apa?”Bu Siti bingung harus meneruskan apa tidak. Ia takut Tuan El marah padanya karena mengatakan jika Bella tidak hamil anaknya. Padahal ia tahu pagi tadi Bella sibuk mencari pembalut dan dirinya yang membelikannya ke supermarket di depan. Lalu, ia pun melihat saat Bella mencuci darah menstruasinya. Bagaimana bisa dia hamil jika sedang datang bulan pikir Bu Siti.“Sebenarnya saya bingung dengan kedatangan Nyonya karena saya memang benar-benar tidak tahu tentang kehamilan Non Bella.”Bu Siti lega bisa berbicara lancar walau ia tahu be
Tuan El segera memeluk Bella, ia berbisik pada wanita itu. "Baiklah, Sayang, tunggu saatnya kita menikah."Bella tersipu malu mendengar panggilan 'sayang' tersebut. Jantungnya berdebar kencang. Ya, seorang Elvaro dapat mengatakan hal itu. Tangan kekarnya erat memeluk tubuhnya. Wanita itu tak sengaja melirik ke arah Bu Siti yang tengah membawa nampan dan dua gelas jeruk. Bella segera melepaskan pelukan Elvaro, ia malu saat ketahuan dipeluk El oleh wanita itu. Bu Siti hanya tersenyum bahagia melihat pemandangan romantis tersebut. Elvaro tak tau malu, ia justru merangkul Bella. Tidak memedulikan kehadiran Bu Siti yang tengah menyuguhkan jus jeruk. "Terima kasih, Bu," tutur Elvaro. Bella yang hendak saja bangkit, tangannya kembali dicekal oleh Elvaro. Lelaki itu tidak membiarkan sangat wanita pergi. "Tetaplah di sini, temani aku," tutur Elvaro. Bella menggeleng, ia melirik ke arah Bu Siti memberi isyarat kepada Elvaro. "Tidak apa-apa, Bu Siti pun tak masalah melihat kita justru s
"Dari mana kamu tau jika wanita itu hamil?" tanya Bu Marta. Ya, pertanyaan pertama yang ia lontarkan saat sangat anak terlihat sedikit tenang. Informasi dari siapa yang mengatakan hal itu. "Melissa yang mengatakan itu padaku," ujar Melanie. Adik iparnya lah yang mengatakan jika wanita itu sudah hamil dan Elvaro bersikukuh akan segera menikahinya. Kini ia tengah memikirkan cara untuk menyingkirkan bayi dalam kandungan Bella, itu adalah penghalang besar baginya untuk kembali menjadi nyonya Elvaro. Melanie tak terima mengapa posisinya mudah tergantikan, apalagi Bella yang tiba-tiba muncul menjadi calon istri El saat dirinya berusaha merebut kembali hati sang lelaki lalu ditambah dengan kehamilan Bella. Dirinya segera bangkit meraih tas yang tergeletak di lantai. Ya, ia harus mencari Sekutu untuk menghancurkan Bella. Sang ibu segera mengejar Melanie, ia takut dengan keadaan sang putri yang sangat masih kacau. Bu Marta takut terjadi sesuatu kepada anaknya itu. "Mau ke mana kamu?" t
Setelah beberapa hari lalu hampir ketahuan, Dion memilih untuk menyewa seseorang mengawasi pergerakan di rumah besar Elvaro. Ia tersenyum simpul saat melihat beberapa foto yang dikirim oleh orang suruhannya yang telah berhasil mengawasi. Melanie juga terus menerornya agar segera melakukan rencana yang telah mereka buat. Dion, duduk santai di sebuah kafe kali ini ia tengah menemui janji temu dengan Melanie. "Lambat sekali dirimu," ujar Melanie yang baru saja tiba. "Sabarlah, jika ingin hasil yang memuaskan kau harus sabar," ucap Dion. Melanie mengangguk, sebenarnya mana mungkin dirinya akan sabar. Ia sudah muak dengan apa yang terjadi. "Jangan sampai orang bayaranmu, melakukan kesalahan sekecil apa pun," ungkap Melanie. Dion mengedipkan sebelah matanya. ***Bu Siti tengah bersiap dengan aneka catatan bulanannya. Ia melirik ke arah Bella yang terlihat begitu murung. "Non, mau ikut saya belanja?"Bella terdiam jujur dirinya sangat bosan setiap hari berada di rumah, tak ada kegia
Setelah mendapatkan kabar yang tidak enak tentang Bella yang terjatuh dari tangga, membuat Elvaro panik. Ia mencemaskan kondisi sang calon istri. Bu Siti mengatakan jika calon istrinya itu sampai dilarikan ke rumah sakit, karena tidak sadarkan diri. Pikirannya kacau, ia tak bisa melanjutkan diskusi itu. Tak apalah kehilangan kesempatan emas asal dirinya dapat memastikan secara langsung keadaan calon istrinya itu. "Maaf, Pak, saya tidak dapat melanjutkan obrolan ini." Elvaro segera memutuskan diskusi yang baru setengah jalan berlangsung itu. "Ada apa Pak El, kok, terlihat cemas begitu?" tanya Rianto. Ia adalah ketua direksi yang akan menjalin kerja sama dengannya itu. "Maaf, Pak, calon istri saya mengalami kecelakaan dan sekarang dilarikan ke rumah sakit," papar Elvaro. Ia merasa tak enak, tetapi dilanjutkan pun tak mampu berpikir, pikirannya tetap pada Bella. Rianto paham, ia tak keberatan untuk melanjutkan diskusi dilain kesempatan. Dirinya juga memiliki keluarga dan paham deng
Melanie memilih untuk undur diri lebih dahulu dari perayaan keberhasilannya itu. "Lah, Mel, tidak mau lebih lama di sini?"Ia menggeleng, menolak tawaran Dion. "Aku ada kerjaan, lain kali, ya," ujar Melanie. Dion mengangguk ia tau kesibukan sang artis yang baru saja naik daun itu. Melanie segera meraih tasnya dan tak lupa memakai masker penyamarannya. Sekarang dirinya bisa tidur dengan nyenyak setelah melakukan rencana untuk menggugurkan bayi yang Bella kandung. Ia juga bisa fokus dengan pekerjaan yang tengah di jalani saat ini. Setelah beberapa hari ini karena Bella pikirannya terganggu. Sangat-sangat menguras waktu dan tenaganya. Mobil yang ia pakai sudah lengkap dengan perlengkapan shooting, mulai dari makeup hingga baju ganti. Melanie segera menancap gas mobilnya menuju lokasi, ia melirik jam sudah terlambat beberapa menit. "Semoga tidak macet," ujar Melanie. Ia terus bersenandung, menikmati masa euforia kemenangannya. Setelah sampai ke lokasi, Melanie segera dihampiri ma
David, asisten Elvaro datang untuk melihat kondisi Bella yang sudah sadarkan diri. Ia duduk bersebelahan dengan Elvaro. Setelah menyelidiki tentang kecelakaan yang menimpa calon istri dari bosnya itu ia belum dapat menyimpulkan apakah benar-benar kecelakaan atau ada pihak yang sengaja. Ia juga mendengar penuturan dari Bu Siti kronologi yang terjadi pada Bella. Tak lupa dirinya pun langsung mengecek CCTV swalayan sesuai perintah dari Elvaro. "Aku sudah melihat rekaman CCTV tak ada yang mencurigakan, hanya seseorang yang terburu-buru berjalan sampai menyenggol Non Bella," papar David. Elvaro mengangguk, tetapi dirinya masih menaruh kecurigaan yang amat besar. "Kau, sudah membereskan pekerjaan kantor?" tanya Elvaro. David mengangguk, ia datang untuk meminta tandatangan Elvaro karena ada beberapa berkas yang harus dibubuhi persetujuan. "Ada beberapa kontrak kerja sama yang harus ditandatangani."Elvaro mengangguk, ia membaca beberapa point kerja sama. Dirinya telah mempercayakan pek
Melissa berpapasan dengan sang ibu saat ia keluar dari ruangan. Wajah masamnya pun tak dapat dirinya sembunyikan dari Deswita. Kini hari-harinya terasa begitu rumit, sang suami terus-terusan meneror akan bagian yang akan diberikan untuknya apabila orang tua Melissa telah tiada. Jelas sebagai anak dirinya merasa tersinggung saat Dion menanyakan akan hal itu. Suaminya begitu gila akan harta dan jabatan. Sudah dijelaskan jika ayahnya tak mungkin memberikan jabatannya kepada ia apalagi Dion, tetapi tetap tak peduli. "Ada apa? Wajahmu seperti asam jawa begitu?" tanya Deswita. Melissa berusaha terlihat biasa, tak mau membuka aib rumah tangganya di hadapan sang ibu. Biarkan ia yang menangani sendiri, apabila orang tuanya tau makan akan semakin rumit. "Hanya sedikit problem kerjaan, Ma," kilah Melissa. Ia tak mungkin mengatakan hal yang sebenarnya pada sang ibu jika dirinya tengah kesal akibat pertengkarannya dengan Dion tidak pernah usai. Dion seolah tidak pernah lelah membahas perihal