Melanie bergeming mendengar ucapan sang ibu. Mau menyesal pun tidak mungkin karena nasi sudah menjadi bubur. Apa yang telah terjadi tidak bisa dirubah kembali, semuanya sudah hancur. Ia kehilangan apa yang dulu telah digenggam. Mengejar cinta Elvaro kini sudah sia-sia, semua hancur karier pun hancur. Ia meratapi nasibnya yang tragis tidak pernah terbayangkan jika semuanya akan berakhir seperti ini. Ia masih terdiam, mencerna apa yang telah terjadi. Semua adalah kesalahannya, mengapa sampai terlena hingga akhirnya tersungkur dan tertimpa tangga. Benar-benar sial, dirinya saat ini. Melanie pun bergegas berganti baju dan mengambil tas. Pikirannya tertuju pada satu orang. "Mau ke mana kamu?" Sang ibu bertanya karena ia merasa pembicaraan mereka belum selesai.Ya, putrinya selalu seperti itu, tidak mau mendengarkan apa yang ia ucapkan. Nasihatnya pun tak pernah Melanie turuti, Melanie selalu mengikuti egonya sendiri. Jika hancur, akan seperti orang yang tak punya pikiran. Bu Marta ha
Satu bulan berlalu hubungannya dengan Bella semakin dekat. Bahkan wanita itu sudah berani mengadukan apa saja yang membuat hatinya gundah. "Apa sulitnya menandatangani surat cerai itu." Kali ini Elvaro dipusingkan oleh urusan perceraiannya dengan Melanie. Wanita itu tetap tidak mau bercerai darinya. Sudah salah dan kini mempersulit perceraian mereka. Benar-benar menyusahkan. Elvaro merasa geram akan hal itu. "Tidak masalah jika Pak El menikah dengan Bella masih berstatus suami Melani, sah sah saja," ujar Pak Hanung. Ya, tidak ada masalah jika Elvaro menikah dengan Bella walaupun ia belum resmi bercerai dengan Melanie. Agama pun tak melarang, hukum juga. "Aku ingin benar-benar bebas dari wanita itu," ungkap Elvaro. Pak Hanung mengerti, mungkin keliennya tak ingin ada masalah d8 kemudian hari karena Melanie. Elvaro mengusap wajahnya dengan gusar. Ia mencoba untuk berpikir bagaimana membuat Melanie setuju. Kini itulah yang mengganggu pikirannya. Orang tuanya berhenti ikut campur,
Masih dengan emosi, Melanie ke luar dari ruangan Elvaro. Wanita elegan itu bertemu di lobi dengan Dion, suami Mellisa. Pria dengan kemeja biru laut itu begitu senang melihat Melanie.“Sepertinya ada yang sedang kesal, kita bicara di kafe depan. Kali saja aku bisa mencari solusi seperti waktu itu,” ujar Dion. Melanie melirik ke sekitar, ia melihat tidak ada yang curiga dengan keduanya. Wanita itu menunduk, lalu mengikuti Dion yang sudah berjalan lebih dahulu. Sepeti biasa, tidak ketinggalan kaca mata dan masker untuk menutupi dirinya yang sebagai aktris terkenal. Tidak jauh dari tempat keduanya duduk, David yang tidak sengaja melihat Melanie dan Dion pun berpikir untuk tetap di tempatnya. Padahal pria itu segera inginkan kembali ke ruangannya. Namun, jarak mereka jauh dari jangkauan telinga David. Pria itu hanya bisa melihat tanpa mendengarnya.Melanie pun mencoba memperhatikan sekitarnya. Sementara, Dion sudah memesan minuman. Pria itu langsung mengajak bicara Melanie untuk me
“Kita bicarakan nanti. Aku mau mandi lebih dulu,” ujar Tuan El.Pria itu bangkit lalu melangkah menuju kamarnya. Sementara, Bella menatap Bu Siti, ia merasa bersalah karena salah bicara pada Tuan El. Harusnya, tidak ada pertanyaan sepeti itu pikir Bella. Namun, semua sudah terjadi, tapi ia meyakinkan dirinya jika sejatinya pertanyaan itu memang harus di pertanyakan.Bella pun merapikan bekas minum sang tuan. Sedikit berpikir, ia memilih tidak bertanya hal itu lagi. Bella menarik napas panjang, lalu duduk kembali setelah mencuci piring. “Kamu kecewa?” tanya Bu Siti. “Entah, aku merasa takdir pernikahan tidak berpihak padaku. Menikah dengan Edo, malah di jual. Sekarang, seperti tergantung. Bahkan, sampai sekarang aku tidak pernah bertemu Edo.”“Untuk apa berharap bertemu dia?” “Hanya memastikan, apa dia berpikir saat menjualku.”“Setelah itu, apa lagi yang akan Nona lakukan?” tanya Bu Siti.“Entah.”Perasaan Bella tidak menentu, ia pun memilih untuk menikmati udara malam di
Setelah pembicaraannya dengan sang istri, Ferdinan akhirnya menemui Elvaro di ruangan kerjanya pagi dini hari. Elvaro bingung dengan kehadiran sang ayah yang tidak memberikan kabar.Elvaro mempersilahkan masuk Ferdinan. Pria dengan dasi hitam dan jas senada itu pun duduk di sofa ruangan itu. Sepertinya ia tidak ingin basa basi dan langsung ingin membahas masalah pernikahan kedua sang anak.“Bisa aku tebak kedatangan Papa ke sini untuk membahas pekerjaan atau pernikahan aku dan Bella,” tebak Elvaro.“Papa tahu kamu bisa menduga kedatangan Papa kali ini akan membahas apa. Papa tidak suka basa basi, apa kamu sudah pertimbangkan dengan baik dengan pernikahan itu?”Elvaro menarik napas, benar dugaannya sang ayah akan membahas masalah Bella. Sudah berulang kali ia tak ingin berdebat dengan masalah ini, tapi Ferdinan terus saja memaksa untuk membahasnya. “Aku sudah memikirkan dengan baik, apa salahnya menikah dengan Bella? Toh sama saja dengan Melanie. Perselingkuhan yang membuat semua
Bu Siti langsung menghadang Edo yang hendak mendekati Bella. Ia tidak suka melihat calon istri Tuannya di dekati pria lain apalagi orang yang membuat takdir Bella berubah.“Jangan pernah muncul di hadapan Nona Bella lagi.”“Jangan ikut campur! Bel, lebih baik kita pergi, kita perbaiki semuanya!” Edo meraih tangan Bella, kembali di tepis olehnya. “Cukup Edo, kita sudah selesai, tidak ada yang harus di perbaiki. Aku sudah menjadi istri Tuna El, jangan pernah mengganggu aku. Ayo Bu,” ujar Bella.Bella pun gegas membayar belanjaannya, sedangkan Edo hanya bisa memandang dari kejauhan karena ada satpam yang di minta menjaga Bella saat ia mengantri. Hati Bella tidak karuan, harusnya ia berterima kasih pada Tuhan karena kembali mempertemukan dengan Edo. Namun, semua pertanyaan yang ada di benaknya sudah tidak ingin ia tanyakan karena sudah jelas perbuatan itu begitu jahat. Ia tidak butuh alasan untuk tahu kenapa dan bagaimana bisa ia tega menjual dirinya pada Tuan El.Bella dan Bu Sit
“Jadi Mama mengharapkan aku miskin dan gila?” Sebuah pertanyaan yang terlontar dari bibir Melanie membuat sang ibu tertawa tipis. Tidak ada yang mengatakan jika menginginkan sang anak seperti itu. Marta hanya tidak ingin Melanie terus menerus memikirkan Elvaro yang mungkin sudah bahagia dengan pilihannya. “Terserah kamu, pikir saja sendiri.”Marta pun ke luar dari kamar, terlalu lama si tempat itu membuat ia semakin kacau. Bahkan, ia saja mulai cemas dengan banyaknya tagihan yang datang ke rumah karena belum di bayar oleh Melanie.Jika terus menerus seperti itu, karier yang dibangunnya akan hancur dan Marta berpikir Melanie tidak akan kuat dengan kemiskinan.Sementara, Melanie terduduk lemas sembari membaca beberapa pesan masuk dari Dion. Pria itu yang selalu mengabarkan kondisi suaminya Elvaro. Bahkan, pernikahan itu pun ia tahu dari mulut ipar Elvaro.“Argh, sialan kamu Bella!” Ronald menghubunginya, tangan itu masih memegang ponsel yang sama sekali tak ingin ia pencet tom
Bella membuka mata setelah malam tadi di buat tidak berdaya oleh Elvaro. Pria itu tertidur lelap dengan memeluk tubuhnya, suara mendengkur pria itu membuat Bella tersenyum. Walau bukan pertama kali mereka melakukannya, tapi kali ini bagi wanita itu sangatlah berbeda. Dengan statusnya yang kini sudah menjadi istri Tuan El, Bella pun siap melayani suaminya kapan saja. Ia mencoba keluar dari pelukan sang suami, tapi pria itu terus saja memeluknya erat. “Tuan, aku mau baung air kecil,” bisik Bella. “Ehm.”“Tangannya, bisa pindah sebentar?” tanya Bella lagi.Akhirnya pria itu melepaskan pelukannya, matanya masih tertutup. Padahal hari ini sudah waktunya bekerja, tapi pria dengan balutan selimut itu masih saja memejamkan mata. Perlahan Bella ke kamar mandi, udara dingin pun membuat air sangat dingin ketika tersentuh ke kulit. Bella mengguyur sekujur tubuhnya, tidak menyangka ia akan menjadi nyonya Elvaro walau banyak yang menentang pernikahan mereka.Bella tidak berlama-lama di kamar ma