“Galih, aku bilang buka pintunya!” Viana naik pitam.Tak cukup Galih menabrak dan membuat kaki kanannya sedikit pincang, pria itu juga mengurungnya di dalam kamar tidur Lauren.Andai punya kekuasaan seperti Cintya, sumpah, Viana ingin memulangkan Galih ke negara asalnya. Dan akan dia buat pria berusia 27 tahun itu seumur hidup tidak bisa masuk negara Arama lagi, begitu pula Rumi.“Aku pasti buka, tapi besok,” sahut Galih, enteng.Dibanding dengan Rumi, Viana memang lebih dekat dengan Galih. Itu karena, sebagai resepsionis dia harus tahu jadwal kunjungan Lauren ke KIC, supaya tidak bentrok dengan Cintya.“Buka sekarang!”Brak! Brak! Brak!Viana menggedor pintu sekuat tenaga. Apapun yang terjadi, dia harus pulang malam ini. Viana takut diam-diam Galla menjemputnya di rumah kakek, meskipun kemungkinan itu hanya 1 persen.Telapak tangan Viana merah dan panas, terlalu lama menggedor pintu. Tapi hasilnya menghianati usaha. Viana berhenti karena Galih tidak menyahutinya lagi.Tubuh Viana mer
“Ok,” sahut Galih, terpaksa.Viana menatap punggung Galih yang berjalan menuju garasi. Viana akui Teofilano sangat menyayangi Lauren. Terlihat dari mansion dan juga beberapa mobil koleksian Lauren. Sedan, hatchback, MPV dan Sport, semuanya ada.Dan mobil sedan putih itu kini di depan Viana. Viana menatap Rumi dan Olek bergantian sebelum masuk ke baris penumpang. Perlahan, roda bergerak meninggalkan mansion pagi ini.Viana segera menelpon sahabatnya—Cherry.“Cherry, kamu di kos?”“Ya,” sahut Cherry“Aku mau ke tempatmu,” kata Viana. Dia berencana minta tolong Cherry mengganti cat rambutnya.“Jangan lupa bawa ja—"Viana terlanjur menutup telpon karena tidak tahu masih ada yang ingin Cherry katakan. Tapi kurang lebih dia tahu, Cherry minta mahar jajan.“Lih, kalau lihat minimarket berhenti ya,” pesan Viana, yang langsung mendapat anggukan dari Galih.Viana mengambil 2 sachet semir rambut warna coklat ketika sepasang mata mengamatinya dengan tatapan tak biasa.“Semir rambut udah, jajan ud
Viana keluar dari kamar kos Cherry dengan suasana hati kurang baik. Entah kenapa sebal melihat Cherry yakin dirinya hamil.Viana membuka pintu mobil dan duduk dibelakang kursi pengemudi. Dia sedikit terhibur dengan kondisi jok mobil yang empuk, kabin senyap dan sejuk, serta setiran Galih yang halus saat menginjak rem, ganti haluan, dan menyalip kendaraan lain.Sangat berbeda dengan Galla. Viana mabuk setiap naik mobil pria itu. Galla suka ngerem mendadak dan ngebut di tikungan.“Kursus setir mobil dimana kamu?” Viana penasaran.“Di arena balap.”Viana mematung. Suara itu bukan suara Galih, tapi Teofilano!Beberapa jam lalu Galih minta maaf kepada Teofilano kalau dia terpaksa mengantar Viana pulang. Alasannya takut Viana bunuh diri. Kemudian Teofilano menanyai posisi Galih yang kebetulan tak terlalu jauh dari KIC.Teofilano menuju lokasi Galih dan menyuruh pria itu kembali ke mansion. Sementara dia, menggantikan posisi Galih.“Turunkan aku!” pinta Viana.Bukannya menurunkan Viana, Teof
“Check out jam 12. Bangunkan aku, kecuali kamu ingin kita menginap di sini lagi.”Selesai mengatakannya, Teofilano tidur sembari memeluk Viana. Dengan mata terpejam, diam-diam sudut bibirnya terangkat, gaya missionaris sudah dia coba, doggy style baru saja. Sepertinya lain kali perlu mencoba gaya spooning.Ya, posisi mereka saat ini memang seperti teknik spooning.“Terima kasih, Viana,” Teofilano sangat puas. Selain Viana enak dimakan, perempuan itu mau dia apakan saja. Tidak seperti dua istrinya, Lauren pemilih, Cintya monoton.Viana tidak menjawab, dia anggap Teofilano gila. Sebab orang waras tidak akan melakukan ini.Hati Viana hancur, tubuhnya remuk. Gara-gara gagal menutupi perselingkuhan Teofilano, dia dipaksa menjadi Lauren.Memang, Viana tidak disuruh mencuci baju, masak, nyapu ngepel lantai—seperti yang dia lakukan di rumah suaminya. Tapi melayani nafsu bejat Teofilano, jauh lebih melelahkan.Viana menoleh sejenak ke belakang. Memperhatikan Teofilano yang sudah memejamkan mat
“Kamu memang minta ditiduri, Viana!”Teofilano marah. Tidak menyangka, setelah semalam dia hajar, Viana berani memancing emosinya lagi. Perempuan itu meninggalkannya. Bahkan membawa mobilnya.Padahal, tujuan Teofilano membawa Viana ke Kana untuk mengajak perempuan itu ke suatu tempat.Usai membersihkan diri, Teofilano keluar kamar. Dia melihat Kim Seok, 40 tahun—manager King Palace Hotel berdiri di area restoran.Kim melempar senyum, “Selamat malam, Pak. Mau pesan sesuatu?”“Espresso double shot,” sahut Teofilano.“Baik, Pak. Untuk makanannya?”“Gak perlu.”Teofilano tidak bisa langsung makan setelah bangun tidur. Sebab itu dia hanya butuh kopi dan rokok. Sementara Teofilano terus berjalan mencari tempat duduk yang agak sepi, Kim bergegas menelpon bagian finance untuk memesan tiket pesawat di travel agen langganan mereka.King Palace Hotel adalah hotel milik Teofilano. Hotel ini dia dirikan bersama sahabatnya, Vincenzo dan Don Alberto. Hotel bintang 5 ini dibangun di kota Kana, kota ya
Di lounge bandara khusus penumpang bisnis class, Teofilano tersenyum simpul melihat Linda di sampingnya. Dia tidak menyangka Linda mau ikut dengannya malam ini.“Kamu cantik dan smart, Linda. Aku suka kamu.”Linda menunduk. Malu sekaligus senang dipuji orang setinggi Teofilano. “Terima kasih, Pak.”Teofilano menawari Linda bekerja di club malamnya, KIC. Dengan kecantikannya dan semangatnya mencari uang, Teofilano yakin Linda bisa menghasilkan banyak uang untuknya.“Temani mereka minum dan ijinkan mereka menyentuhmu sedikit. Mereka akan mengeluarkan uang untukmu. Tapi kalau kamu mau dapat lebih, ajak mereka menghabiskan uang di tempat kita."“Ya, Pak,” sahut Linda, sembari menyusun rencana bagaimana caranya dia merayu orang-orang itu minum banyak. Sebab dia belum pernah melakukannya.“Tadi Bapak bilang komisi saya dihitung perbotol ya,” Linda memastikan.“Ya.”Di dalam pesawat Linda melirik Teofilano yang memejamkan mata. Sebagian kecil dari dirinya menghalu bagaimana rasanya pria tampa
CeklekViana membuka pintu. Terkejut melihat Galla duduk di ruang tamu, lengkap dengan laptopnya.Saat ini pukul 2 malam. Viana baru sampai rumah karena ban motornya bocor. Terpaksa Viana mendorong motor karena satu-satunya tambal ban yang dilewati tutup.“Masih ingat rumah?!”Viana melempar senyum kuda ke wajah Galla yang masam. Dia masih ingat percakapan terakhir mereka ditelpon, 2 hari lalu. Galla menyuruhnya pulang saat itu juga, jika ingin lanjut berumah tangga. Ternyata, Viana baru bisa pulang hari ini.“Masih,” sahut Viana ketar-ketir, sebab nasib rumah tangga berada di ujung tanduk saat ini.“Aku akan segera mengurus perceraian kita.”Rahang Viana jatuh, dia pikir Galla tidak sungguh-sungguh dengan ancamannya. Viana segera merengek kepada Galla.“Galla, bisa kau maafkan aku?”Galla tak menjawab. Dia kembali fokus membuat layout untuk restoran barunya nanti. Karena konsepnya berbeda dengan restoran sebelumnya, sebab itu Galla harus memikirkan setiap detailnya.“Kamu nabrak oran
“Pak jangan … jangan lakukan ini ….”Galla meremas bantalnya mendengar Viana menggigau. Dia melemparkan bantalnya ke sofa, tidur.“Saya tidak mau menghianati suami saya … meskipun dia tidak berfungsi ….”Galla sontak menoleh ke Viana, darahnya mendidih, harga dirinya tergores dikata tidak berfungsi. Tapi dia kembali memejamkan mata. Yang penting dia tahu dirinya, terserah Viana menganggapnya seperti apa.Viana membuka matanya sedikit, melirik Galla yang tidur dengan gelisah. Puas bisa balas dendam kepada pria yang ingin menceraikannya itu.Ya, Viana hanya pura-pura menggigau, untuk menyampaikan keluhannya. Nyatanya dia memang tidak hanya memaafkan Galla dalam satu hal saja, tapi juga hal lain.Bagaimanapun bahasa kasihnya adalah sentuhan fisik. Segala sesuatu yang berbau intimasi menyukakan hatinya. Baik itu pelukan, ciuman atau sex. Sayang Galla tak pernah melakukannya.Sebagai finishing sebelum bangun, Viana melanjutkan, “Saya mohon … jangan … jangan … jangaaaaaaaa—”“Viana!” Galla
Viana terpaksa mengemas barangnya, karena Galla tak mengijinkan dia datang ke ruko ini lagi. Semua itu gara-gara Teofilano menfitnat Mr Fox kalau pria itu sering datang ke sini.“Kenapa tidak kamu katakan ruko ini milikmu?!” geram Teofilano.“Karena ruko ini memang bukan milikku! Viana tak kalah geram.“Tapi aku beli ruko ini untukmu. Inilah upahmu tidur denganku.”Viana diam sejenak, sebelum akhirnya membalas. ”Jadi kamu ingin aku bilang pada Galla kalau ruko ini milikku, hasil dari tidur denganmu?”“Ya! kalau kamu berani. Tapi kalau tidak berani, beritahu Galla kamu Stevanie Laurencia King, anak Nit Kit. Itulah identitasmu. Tidak ada yang tidak bisa kamu beli dengan identitas itu!”“Aku bukan Stevanie Laurencia King!”“Kamu Stevanie Laurencia King! Dan kamu sudah menjadi milikku sebelum kamu lahir!”“Kamu gila … benar-benar gila.”“Karena itu jangan pergi, supaya aku tidak merebutmu dengan caraku.”Viana membatu. Entah kenapa saat ini dia merasa Teofilano tidak cinta padanya, tapi t
Vonny memejamkan mata. Menikmati alunan music yang menenangkan jiwa dan pikiran, aroma terapi yang menyegarkan tubuh, dan nikmatnya pijatan terapis favoritnya.“Ibu lama nggak datang ke sini, saya kira pindah ke tempat lain.”“Nggak sempet, Deb,” sahut Vonny kepada Debora—terapis favoritnya“Gimana kabar, Ibu? Baik-baik saja?”“Ada baik, ada enggak.”Debora tertawa. “Mikirin Bapaknya apa anaknya?”“Dua-duanya. Tapi Bapaknya udah sembuh sekarang, nggak berani keluar kota bawa cewek lagi setelah aku coba bunuh diri waktu itu. Anaknya yang belum.”Vonny memang sering curhat dengan terapis favoritnya ini.“Belum pisah sama istrinya yang bermasalah itu?” Debora memang mengingat semua cerita client-clientnya.“Belum. Makin hari aku makin nggak ngerti sama jalan pikirnya. Entah apa yang dilihat dari perempuan itu, sudah diselingkuhi 2 kali masih aja mau, kayak nggak ada perempuan lain. Aku sampe nggak berani ketemu temen atau saudara, takut ditanya macem-macem,” curhat Vonny.Sebenarnya, Gal
Viana terkejut melihat mobil Teofilano masih ada di ruko. Dia membuka pintu ruko dengan kunci duplikat yang biasanya dibawa Ivana dan Ilyasa. Sementara kunci aslinya, yang biasa dia bawa dibawa Teofilano.Viana naik ke lantai 2, mulutnya mengangga, melihat lantai 2 disulap seperti rumah. Triplek penyekat kamar dan kasur busa hilang. Diganti sofa busa yang muat untuk 2 orang, meja, karpet dan lampu berdiri.Entah kenapa Viana merasa ruko ini homy. Viana segera membuang pikiran buruknya. Ruko ini memang punya kenangan, pertemanannya dengan Mr Fox dan percintaannya kemarin pagi dengan Teofilano, tapi bukan untuk dikenang.Viana mendengar kran menyala, artinya pria itu di kamar mandi. Viana kembali ke bawah, dia menyiapkan pesanan sembari mengirim pesan kepada Galla.Viana : Aku minta maaf sudah berpikiran jelek ke kamu. Aku akan berusaha untuk tidak mengulanginya lagi.Pesan Viana terkirim tepat saat ada tangan kurang ajar memeluknya dari belakang.“Udah dari tadi?” tanya Teofilano.“Bar
“Viana.”“Jasmine.”Mereka berjabat tangan usai Galla mengenalkan Jasmine kepada Viana. Viana terkejut, karena pernah melihat perempuan ini sebelumnya. Perempuan inilah yang hari itu dia lihat di toko buku horizon.2,5 tahun lalu, Viana disuruh beli kalender khusus oleh kepala marketing KIC. Dia pergi ke toko buku horizon dan melihat seorang wanita cantik bergelayut manja di lengan Galla. Meski Viana tidak tahu hubungan mereka, tapi dari cara perempuan itu bergelayut, Viana merasa ada hubungan istimewa diantara mereka berdua.Viana menelpon Galla saat itu, berpura-pura menanyai keberadaan pria itu. Galla mengatakan dirinya ada di kantor padahal ada di toko buku horison. Viana menangis dan kembali ke KIC dengan mood buruk. Dia tidak menyangka ada orang ketiga dalam rumah tangganya.Itu sebabnya saat Agung—sopir Cintya tiba-tiba mengatakan mereka sudah ada di parkiran, Viana marah kepada Agung karena moodnya sudah buruk sejak awal. Akhirnya Lauren tak punya waktu untuk keluar dari ruang
Mereka masuk ke sebuah restoran. Vonny bingung menentukan menu yang akan mereka makan bersama.“Pa, kamu mau makan apa? Ayam? Sapi?” tanya Vonny.“Apa aja, Ma.”“Michael, Reyna, Galla, mau makan apa kalian?” lanjut Vonny, sengaja tak menyebut Viana.Viana pun peka, tahu Vonny tak menginginkan dirinya ikut makan bersama mereka. Dia membuka ponsel untuk mengecek olshopnya, barang kali ada order lagi.Semua satu suara dengan Gustav, makan apa saja boleh. Viana merasa Vonny beruntung. Punya anak dan suami yang nurut dan sangat sayang padanya. Entah apa yang dilakukan Ibu mertuanya itu, dia seperti kepala di rumah ini.Jika Vonny bilang A, semua akan A. Vonny bilang B, semua akan B. Viana sekarang tahu arti Vonny di mata suami dan anak-anaknya. Jujur Viana suka melihat rumah tangga seperti ini.Vianapun juga ingin punya suami dan anak-anak nurut seperti itu suatu hari nanti, jika diijinkan.Tak terasa pesanan mereka datang. Vonny mengisi piring Gustav. Michael mengisi piring Reyna. Viana m
“Toko lampu?” Viana teringat toko lampu Ayah dan Ibunya ketika kecil. Ayahnya menjual lampu mulai dari bohlam hingga lampu kristal gantung yang biasanya ada dirumah orang-orang kaya.Tapi, lampu-lampu seperti itu tidak hanya di rumah orang kaya, tapi juga di hotel dan mall. Dan di kota yang berjuluk surga bagi orang kaya ini, lampu sudah seperti fashion. Anehnya, sedikit yang menjalani bisnis itu. Teofilano melihat peluang itu.“Ya.”Viana menggeleng. “Aku tidak pandai berbisnis.”“Tidak ada orang yang pandai, semua learning by doing.”“Tahu, tapi aku tidak mau berbisnis lagi kecuali dengan uangku sendiri. Dan aku tidak bisa menerima ruko ini.”Viana kapok bisnis menggunakan uang orang lain. Karena kalau bangkrut, rasa bersalahnya seberat ini.sViana pergi membersihkan diri dan ketika keluar dari toilet Teofilano sudah tidur. Dia turun ke lantai 1 untuk melanjutkan packingannya.Viana melamun. Entah bagaimana nasibnya nanti. Teofilano kekeh ingin menjadikannya teman hidup sampai tua n
Viana mengambil red wine yang ditawarkan oleh pembawa minuman. “Terima kasih.”Dari tadi Viana menghindari Teofilano, karena kesal pria itu memperkenalkan dirinya ke teman-temannya sebagai Stevanie Laurencia King, anak Nit King. Dan calon istri ketiganya.Sebab itu beberapa orang tampak terpaksa baik padanya. Seperti perempuan yang saat ini duduk di depannya, Cintya!Viana duduk menyilangkan kaki, tangan kiri terlipat di dada, tangan kanan memegang gelas wine. Dia memutar isi gelas winenya, ketika Cintya mengajaknya berbicara.“Kamu pasti senang saat ini karena akan dinikahi Teofilano.”“Tidak. Aku justru sedih. Karena aku punya suami,” sahut Viana, tenang.Cintya berdecih. “Munafik.”Cintya terpaksa harus menerima Viana sebagai istri ketiga Teofilano. Hanya dengan begitu, Teofilano memperbarui perjanjian nikah mereka. Pria itu akan memperlakukan dirinya sebagaimana layaknya istri, bukan teman bisnis.Hati Cintya sakit, tapi dia harus bertahan demi merebut hati suaminya kembali. Lagi
Viana mematung Teofilano mengeratkan pelukannya. Padahal matanya terpejam.“I miss you, Viana.”“Kamu nggak kangen aku, tapi tubuhku!”“Itulah maksudku.”Viana berdecak, dia lempar lengan Teofilano dari tubuhnya namun pria itu memeluk Viana.“Nasib Fox tergantung sikapmu padaku.”Viana terperangah. Meski ingin mencakar Teofilano sampai dagingnya habis, dia memilih mendengarkan orang gila itu. Dia tidak mau Mr Fox terluka karenanya.Menjelang sore Viana bangun. Kali ini benar-benar bisa bangun karena Teofilano tidak memeluknya lagi.Viana duduk di kursi taman di lantai 3 ini. Dia menikmati pemandangan sembari memperhatikan orang-orang yang memasang meja kursi dan meja prasmanan di taman belakang dekat kolam, sebelum akhirnya membuka olshopnya.Namun, baru membalas beberapa chat pembeli, perut Viana berbunyi, dia lapar karena sudah lebih dari 12 tidak makan.“Keterlaluan!” Viana kesal, entah dimana Teofilano menyembunyikan anak kuncinya. Tanpa pikir panjang, untuk menyelamatkan perutnya
Mr Fox tahu Viana berbohong, selain matanya tidak berani menatap dirinya saat berbicara, tidak ada raut ceria seperti biasanya.“Gimana kabar Mr?”“Seperti yang kamu lihat.”Viana lihat Mr Fox baik-baik saja. “Mr mau minum apa?”Mr Fox menjatuhkan diri di sofa karena kelamaan bila nunggu Viana suruh. Viana semakin malu pria itu memutar kepala memperhatikan kondisi ruko yang seperti kapal pecah. Untung ada 2 Ibu-Ibu datang.“Mr, aku tinggal dulu ya?”“Silahkan.”Viana lega, untuk saat ini lolos dari kenyataan dirinya jorok. Banyak sampah bekas packingan well shop yang belum dia buang. Viana berjalan mendekati calon pembelinya.“Pagi, Bu, silahkan,” sambut Viana, murah senyum dan ramah seolah tidak punya masalah.“Mau lihat-lihat sandal.”“Sebelah sini,” Viana mengarahkan ke display sandal Ibu-Ibu.Pelanggan itu mencoba sandal dan melihat penampilannya di cermin.“Bagus nggak?” tanya seorang ke temannya.“Kurang.”“Kalau mau model yang lebih muda juga ada, sebentar.” Viana berjalan menu