"Mommy adalah satu-satunya orang di dunia ini yang bisa menggantikan semua orang, tetapi tidak ada yang bisa menggantikan Mommy." - Samuel Watson -
Albert memeriksa pesan dari Chloe yang sebenarnya sudah masuk dalam inboxnya sejak tadi siang. Tapi berhubung dia sangat sibuk dengan casting model-model baru, Albert tidak men-cek hapenya selama berjam-jam. “Hmm, ternyata Chloe sudah menyebar undangan pesta tersebut. Aku akan meng-forward isi pesan ini kepada partner-partner bisnisku.” Albert tersenyum gembira. Dia sudah membayangkan uang milyaran dollar yang akan masuk ke dalam rekening perusahaannya sebentar lagi.“Semoga banyak yang datang pada acara pesta besok. Aku sudah tidak sabar lagi untuk memamerkan calon istriku yang cantik di depan semua klien dan teman-teman seprofesiku.” Albert meng-forward pesan itu kepada kurang lebih dua puluh lima orang.Selain rekan bisnisnya, Albert juga meng-forward pesan tersebut kepada klien-klien barunya. Dia berharap agar klien-kliennya belum memberikan jawaban mereka nanti. Atau mungkin langsung menandatangani kontrak perjanjian dengan perusahaan miliknya.Beberapa dari mereka sudah berja
Merasa kesal karena digantung seperti itu, Albert mencekal tangan Audrey dan mendorong gadis itu di atas sofa sampai ia jatuh terjungkal. "Kau yang memulai semua kegilaan ini! Sekarang, mari kita tuntaskan permainan ini." Sebuah senyum sadis bertengger di wajah mesum Albert. Dia melepas dasinya dengan pelan. Audrey yang tadinya terjungkal di atas sofa, malah tersenyum kesenangan. Dia memang sengaja membuat Albert marah tadi, karena saat marah, permainan Albert akan lebih terasa nikmat dari biasanya. Gadis itu berdiri dengan perlahan dan mulai melepas helai demi helai pakaian di tubuhnya. Albert yang awalnya hanya ingin melampiaskan kemarahan kini terperangkap. Dia sebenarnya sudah tidak mau melayani gadis itu lagi. Albert menelan salivanya beberapa kali. Dia laki-laki normal yang diberikan pemandangan menggoda di depan matanya. Audrey menyeringai dan beranjak dari sofa. Dia berjalan ke arah Albert sambil membelai-belai tubuhnya sendiri di depan pria itu. Albert menegang dan amarah
Camilie tertidur dengan nyenyak di samping Freya. Dia begitu lelah setelah menjaga dan menemani Freya yang beberapa kali menjerit-jerit dalam tidurnya karena mimpi buruk yang datang silih berganti. “Camilie,” panggil Freya lembut berusaha membangunkan sahabatnya yang tertidur lelap di sampingnya. Rupanya Freya sudah sadar. Awalnya dia bingung dan tidak tahu di mana dia berada, tapi melihat ruangan yang serba putih dan aroma khas yang ada, dia langsung sadar bahwa dia sedang berada di rumah sakit. “Hmm,” desah Camilie pelan. Setelah mengerjap-ngerjapkan matanya beberapa kali, Camilie pun terbangun. “Hi, babe,” sapa Camilie sambil menggenggam tangan Freya yang terlihat masih lemah. Beruntungnya selang infus sudah dilepaskan dari tubuh Freya dua jam yang lalu. “Can we go home now? Aku kangen sekali sama Samuel, dan kasihan Chloe yang harus menemaninya.” “Ssshhh…. Don’t think about it. Tadi Chloe sudah menelpon aku pas kamu masih tertidur.” “Apakah Samuel baik-baik saja?” “Samuel i
“Kita akan jebak pria itu. Aku yakin, dia sedang merencanakan sesuatu yang besar untuk menghancurkanmu untuk yang kesekian kalinya.” Freya menatap Chloe dengan mata yang terbelalak. Dia menelan salivanya berkali-kali. “A-aku takut kalau dia sampai tahu bahwa Samuel adalah anaknya,” bisik Freya. Sekarang wajahnya memancarkan sinar ketakutan dan kecemasan yang luar biasa. “Kita akan menyewa pengacara terbaik kalau dia sampai tahu kalau Samuel adalah anaknya. "Dia pasti akan membawa hal ini ke pengadilan. Kita harus ingat, dia adalah pria yang berduit. Dia bisa menyewa pengacara terhebat di kota ini." "Aku mengerti. Tapi aku percaya, kebenaran akan selalu menang, walaupun itu harus melalui berbagai macam hambatan dan rintangan." "Oh, Tuhan. Aku takut! Aku tidak mau kehilangan hak asuhku," isak Freya perlahan. Hatinya tiba-tiba terasa sakit. Chloe menggenggam tangan Freya dengan erat. “Aku janji, tidak akan ada seorang pun yang mengambil Samuel dari kehidupanmu atau pun dari kehi
Jason berjalan mondar-mandir di balik bilik jeruji besi yang mengurungnya untuk sementara waktu, sampai dia bisa mengambil hari cuti berharga miliknya. Tiga kali dalam sebulan, selama masa percobaan, ternyata tidak cukup baginya. Dia tidak sabar menunggu tiga bulan berikutnya untuk mengajukan proposal penambahan hari cuti. “Kenapa pihak rumah sakit belum menghubungiku juga? Anak itu adalah kunci kebebasanku. Begitu aku mendapatkan bukti bahwa Samuel adalah anakku, maka aku akan segera mengambil alih hak asuh dari Freya. Gadis itu tidak layak mendidik anakku yang cerdas dan tampan,” racau Jason sambil menjambak-jambak rambutnya yang sudah mulai panjang. “Akan aku buat hidupmu menderita karena telah menjebloskan aku dalam bilik brengsek dan pengap ini,” erang Jason penuh dendam. Suasana malam yang sepi tidak membuat Jason mengantuk. Entah kenapa, otaknya berputar-putar memikirkan banyak hal. Dia menggenggam jeruji besi di depannya dan mulai menggoyang-goyangkan jeruji itu dengan kedu
Chloe bergegas berangkat ke rumah Albert begitu menyelesaikan tugas mengajar jam terakhir. Waktu baru menunjukkan pukul dua belas siang. Tak lupa Chloe mengirim pesan untuk Freya sekedar memberitahu gadis itu kalau dia sedang dalam perjalanan menuju rumah Albert. “Aku hanya punya waktu hari ini sebelum tamu-tamu berdatangan dan pesta dimulai,” gumam Chloe sambil mempercepat langkah kakinya. Udara dingin menerpa wajahnya seperti ribuan jarum yang menusuk-nusuk kulitnya. “Bbbrrr, kok bisa dingin sekali hari ini?” gerutu Chloe sambil merapatkan tutupan jaketnya. Dia tiba-tiba ingin minum coklat panas dan meringkuk di bawah selimut kesayangannya. Chloe merapatkan syal yang dikenakannya. Hari ini dia terlihat sangat cantik dan mengenakan gaun yang warnanya hampir menyerupai warna-warna daun musim gugur. “Kenapa kamu tidak membalas pesanku?” ucap seseorang dari arah samping Chloe. Gadis itu hampir melompat kaget dengan kehadiran Mateo yang tiba-tiba. “Ngapain kamu di sini?” sentak C
“Apa rencanamu sekarang, Chloe?” tanya Mateo sambil mengikuti langkah Chloe yang mulai melangkah pelan. Tanpa ragu-ragu, pria itu meraih tangan Chloe dan menggenggamnya. “Apa rencanaku?" tanya Chloe pada dirinya sendiri. “Katakan saja padaku. Aku akan membantumu.” “Baiklah. Kamu bisa membantuku dengan menjadi penonton dari jauh.” “Seberapa jauh?” tantang Mateo. “Kamu boleh ikut ke pesta itu, tapi jadilah penonton setia dan jangan tunjukkan kedekatan kita.” “Itu susah! Bagaimana kalau mereka mencelakaimu? Aku tidak akan pernah memaafkan dirimu sendiri kalau sampai terjadi apa-apa denganmu." “Tidak akan ada yang mencelakakan aku, Mateo.” Mateo mengikuti langkah Chloe dengan gelisah. Jujur, dia tidak mau melakukan permintaan Chloe yang menurutnya.... cukup gila. Tapi kalau itu adalah satu-satunya cara dia bisa bersama Chloe besok malam, maka dengan terpaksa, dia harus menyetujuinya. “Okay. Aku akan mencoba unt…” “Bukan mencoba, tapi kamu harus berjanji dan tidak akan mengingkar
Boom!!! Balon yang ada dalam genggaman tangan Mateo pecah dan berbunyi cukup nyaring. Hal itu membuat Albert yang sedang asik-asiknya mencium Chloe dengan penuh gairah, terkejut. “What the hell?” serunya dengan wajah memerah. Chloe segera bertindak dengan cepat. Dia memegang wajah Albert dengan kedua tangannya dan mengelus wajah pria itu. “Calm down, honey. It was just a balloon." Dengan terpaksa, Chloe mengecup lembut bibir Albert. Pria itu kembali tenang. “Kalian berdua sudah saling kenal atau belum?” tanya Chloe lagi setelah melepas ciumannya. Kedua pria itu berdiri dengan kikuk dan tidak tahu harus menjawab seperti apa. Mateo berdiri dengan tegang. Dia tidak rela Chloe mencium pria jahanam itu. Kalau saja dia tidak mengingat janjinya pada Chloe, hampir saja dia menyeret Chloe dari depan Mateo. “Yaudah, kalau kalian belum saling kenal, ayo aku kenalkan,” celetuk Chloe sambil menggenggam tangan Albert dan berjalan menuju Mateo yang berdiri di dekat sofa panjang. Suasana