"Tidak, apakah Julian melakukan ini padaku?" Ia menggeleng kuat, tidak mungkin Julian menjebaknya naik ke atas ranjang dengan cara yang keji.
"Aku tidak akan memaafkan pria itu, bagaimana bisa dia menjebakku seperti ini," geramnya, tubuhnya rasanya remuk, kepalanya pusing dan dia sudah tidak ada harganya sekarang.Suara langkah kaki membuatnya waspada. Elea beringsut, menutup diri dengan selimut dan akan menyemburkan lava nya.Akan tetapi, ia tertegun saat mencium wangi yang sama saat malam tadi, wangi yang memabukkan, matanya menangkap ujung sepatu hitam mengkilat sudah berada di ujung ranjang."Bangunlah, dan bersihkan dirimu," suara bariton yang tidak di kenalnya, Elea mengangkat wajah dan baru bisa melihat dengan jelas siapa pria yang semalam bersamanya, pria dengan wangi memabukkan."Kamu siapa? Kenapa aku berada disini?" Masih mengeratkan selimutnya, ia tampak ragu ingin berteriak karena tatapan intimidasi pria itu membuatnya tidak berkutik.Aldrich menyeringai, "Kita bisa bicarakan ini nanti, sekarang bangun dan bersihkan dirimu!""Tidak, aku ingin tahu sekarang juga, kenapa aku disini, kamu menjebakku? Siapa kamu sebenarnya?" ucapnya terbata dengan mata berembun."Menjebak? aku? haruskan kita lihat bersama siapa yang patut di katakan menjebak? Kamu nona.""Tidaaaak, kamu berbohong!"Aldrich hanya menatapnya datar, kemudian kembali berucap, "Bersihkan dirimu, kenakan pakaian itu dan kita sarapan bersama," ucapnya setelah melempar tote bag di ujung ranjang, kemudian berbalik keluar dari kamar.Elea tertegun beberapa saat, benarkah dia yang dikatakan pria itu? Oh betapa malunya dia kalau itu benar-benar terjadi."Kenapa Julian tidak mencariku, apakah dia tidak tahu aku hilang, atau dia merencanakan ini, dia menjualku?" Semakin kuat Elea menggeleng. Tidak mungkin Julian tidak mencarinya, bisa jadi kekasihnya itu memang mencarinya dan tidak menemukannya."Dimana ponselku?"Eleanora berdecak saat mengingat bahwa ponselnya mungkin saja tertinggal di club saat menunggu Julian.Tidak menunggu lama, Elea turun dari ranjang dengan sangat perlahan, bagian intinya masih sangat sakit dan perih, "El, kau sangat bodoh!"Dengan susah payah, akhirnya Elea sampai di kamar mandi besar dan mewah tentunya."Kamar mandi ini terlalu besar, aku harus melangkah lagi untuk sampai ke shower," keluhnya, bagian bawahnya sangat sakit, wajahnya mendadak memerah, "Pria datar itu menyiksaku," ratapnya lagi.Perasaannya bercampur aduk, antara malu dan juga marah, andai saja, pria datar itu menolaknya, semuanya tidak akan terjadi. Ya, jika memang dialah yang mendatangi pria itu lebih dulu.Sementara Eleanora menyalahkan diri dengan keadaan sambil membersihkan diri di kamar mandi, Aldrich masuk kembali ke dalam kamar, tatapannya jatuh pada noda merah di atas seprai.Menghela napas pelan, ia berjalan ke arah nakas dan mengambil barang miliknya yang tertinggal, setelahnya barulah ia menelepon pihak hotel untuk membersihkan kamarnya sebelum Elea keluar dari kamar mandi."Ini dokumen yang Tuan Aldrich minta, silahkan diperiksa dulu," Jack menyerahkan dokumen berwarna hijau diatas meja.Aldrich meraih dan membacanya dengan seksama. "Kamu sudah membereskan semuanya?" tanya Aldrich menutup dokumennya."Sudah Tuan, semua aman."Aldrich hanya memasang wajah datar seperti biasa, mengetuk-ngetuk lengan sofa seperti memikirkan sesuatu."Kamu kerjakan pekerjaan kita yang lain, yang disini biar aku yang mengurus sisanya," ucapnya tenang dan tetap berkarisma.Bersamaan dengan itu, pelayan pihak hotel datang, dua diantara mereka bertugas membersihkan kamar, sementara yang lain bertugas menghidangkan makanan diatas meja.Beberapa menit kemudian Jack dan juga pelayan sudah keluar bersamaan. Memberikan waktu untuk tuan dan nona muda mereka yang datang tiba-tiba.Aldrich merasakan seseorang melangkah ke arahnya, bahkan wangi harum sampo yang Elea gunakan sangat tercium saking wanginya."Duduklah, kita sarapan bersama."Elea berjalan pelan dan duduk dihadapan Aldrich dengan kepala masih menunduk, membayangkan dia yang mendatangi pria itu, wajahnya langsung memerah karena malu dan juga marah."Aku ingin minta maaf karena masuk kamarmu, tapi kamu juga bersalah karena memanfaatkan keadaanku," ucapnya tidak berani mengangkat wajah, Elea melanjutkan, "Aku di jebak, dan harusnya kamu, menghindar atau menjauhkan diri," protesnya membela diri dengan meremas jarinya sendiri."Sudah?""Belum. Aku ingin protes--," ucapannya terpotong begitu saja, suara bariton dan menggairahkan di depannya ini benar-benar membuatnya mati kutu."Nona, boleh kita sarapan dulu?"Elea mengangguk, dia dengan ragu mengambil sendok dan mulai memakan sarapannya. Enak, tentu saja, sejak semalam dia belum mengisi apapun dalam perutnya selain minuman yang katanya dipesan oleh Julian--kekasihnya.______"Apa? 2 tahun?" Elea menggeleng cepat, setelah sarapan bersama, dia diminta Rich menandatangani sebuah kertas dengan begitu banyak poin di sana."Kamu tidak ada alasan untuk menolak." tegasnya seolah inilah pilihan terakhir Elea.Aldrich sudah menyodorkan pulpen hitam di atas meja, dengan melipat tangan ke dada, masih menunggu Elea menandatangani kertas perjanjian mereka."Kamu ingin menjebakku ya? Bagaimana bisa kamu memintaku menandagani perjanjian yang kamu buat sendiri?" tolaknya menyodorkan kembali kertas ke arah Aldrich.Aldrich memicingkan mata, "Menjebak? Dibagian mana kamu menganggap aku menjebakmu, Nona Eleanora?" Aldrich menekan dan mengeja nama Eleanora dengan pelan dan tegas."Bagaimana kamu tahu namaku?" terkejutnya langsung mundur karena takut."Bukan hal yang sulit untukku. Kamu mendekat maka datamu bersamaku," ucapnya masih dengan wajah datar."Sekarang tanda tangani, dan kamu ikut denganku pulang."Elea meremas gaun berwarna lavender yang Aldrich belikan untuknya, apa yang akan dia lakukan sekarang? Kalau menolak bukti video dari cctv akan tersebar. Tapi kalau menyetujui apakah ini akan baik-baik saja?"Kamu ada waktu setengah jam untuk berpikir. Tapi, aku berharap kamu menandatangani dan menyetujui semuanya."Aldrich berdiri, tidak menoleh sama sekali pada Elea yang masih menimbang keputusan apa yang akan diambilnya.Aldrich keluar meninggalkan hotel dengan langkah tegap dan wajah dinginnya."Oh, apa yang harus aku lakukan sekarang? Dia menjebakku, ya dia menjebakku," Elea mondar mandir dengan langkah pelan, dia masih tidak nyaman dengan dirinya, ingin kabur tetapi pintu terkunci.Tidak lama setelah itu, Elea yang masih bimbang dengan keputusannya mendengar suara pintu terbuka. Ia yang tadi duduk langsung berdiri."Aku--,""Kamu sudah mengambil keputusan Elea?" Menelan ludah susah payah, Elea memberanikan diri untuk berbicara."Sebenarnya aku masih tidak mengerti," ucapnya, lalu melanjutkan, "Baiklah, aku mengakui aku bersalah karena masuk ke kamarmu, sebenarnya kita sama-sama rugi, tapi ... bolehkah tidak ada pernikahan? Aku berjanji akan melupakan malam itu," ucapnya memelas, sebenarnya tidak terima mengakui dirinya bersalah, karena dia dijebak."Bagaimana kalau kamu hamil? Semalam kamu terlalu terburu memaksaku," wajah Elea kembali memerah bak tomat rebus."Aku bisa meminum pil pencegah kehamilan setelah ini, jadi kamu tenang saja, aku tidak akan membuatmu dirugikan."Brak!Meja di geprak kuat hingga pulpen hitam diatas meja jatuh dan berguling jauh.Jantung Elea berdegup cepat, apalagi saat wajah tampan di depannya mengetat dengan mata memerah, "Coba katakan sekali lagi?""Ma-maafkan aku," Elea menunduk takut, tangannya sudah basah karena keringat dingin. Pria ini tidak disangkanya akan seberbahaya itu."Jangan berani melakukannya, Elea," ucapnya datar, ia melanjutkan, "Jangan lakukan hal yang membuatmu menyesal," ujarnya lagi."Tapi, aku tidak ingin menikah, semalam anggap saja itu kecelakaan yang tidak bisa dihindari!" Serunya dengan memelas."Kamu tidak ada pilihan lain, atau kamu ingin rekaman cctv kita tersebar?"Menggeleng kuat, "Tidak, jangan lakukan itu. Aku akan sangat malu, dan juga ... kekasihku, dia ... pasti akan memutuskan hubungan kami," menunduk, begitu khawatir. Eleanora yakin ada yang mencampur minumannya dengan sesuatu malam itu."Baiklah kalau begitu, kamu tanda tangani kertasnya, sore nanti kamu ikut bersamaku." Aldrich memberikan pulpen lain yang terselip di kantong jasnya. Ia memberikan setelah membuka tutupnya."Itu, apakah tidak ada cara lain?""Menurutmu, ada cara lain untuk mengembalikan harga diriku?"Mata Elea membola, harga diri bagaimana maksudnya? Jelas yang rugi adalah dirinya disini."Harga diri kita," ralatnya, "Lagipula, kamu sendiri tahu, aku dalam pengaruh obat, kenapa tidak menghindar? Kalau di pikir, akulah korbannya.""Haruskah aku menghindar? Bagaimana kalau kamu melampiaskannya dengan pria lain?"Menelan ludah susah payah, Elea kembali mengangkat wajah, "Bagaimana dengan pekerjaanku? Aku baru saja mendapatkannya dengan susah payah, lagi aku memiliki banyak
Aldrich mengangkat wajah, menatap sang ibu yang sudah terlihat jauh lebih baik dari sebelumnya. "Aku senang mama sudah terlihat sehat," ucapnya, kemudian memandang yang lain, "Apakah kita sudah bisa sarapan sekarang?"Mengangguk serempak seperti sudah melakukan latihan sebelumnya. "Kak, kamu membuat kami takut, ayolah sekali saja jangan kaku," kata Rea mengambil sendok dan langsung mengaduk sup ayam miliknya.Semua orang menoleh pada Rea, kemudian menoleh lagi pada Aldrich, pria satu ini memang sulit sekali ditaklukkan."Sudah, ayo kita mulai sarapannya," ujar nyonya Vianka akhirnya yang yang langsung disetujui oleh mereka semua.Seperti biasa, tidak ada suara di meja makan, semuanya merasa tegang dan tertekan.Selesai dengan sarapan mereka, semua keluarga yang lain sudah berdiri dan meninggalkan ruang makan, menyisakan ibu dan anak yang masih betah disana."Olivia adalah gadis yang baik, Rich."Menghela napas pelan. Pria dengan wajah gagah itu menatap ibunya lamat, "Aku akan mengatak
Hanya deheman yang Elea terima, setelahnya Jack benar-benar meninggalkan lokasi tempat Elea berdiri mematung dengan pikirannya.Seseorang menepuk pundak Elea dengan keras, "Dia siapa?" tanyanya dengan memandang arah yang sama dengan Eleanora."Bukan siapa-siapa," cengengesan menggaruk tengkuknya, menghela napas pelan, ia masuk kembali ke dalam resto dan meminta maaf atas ketidaknyaman yang terjadi karena ulahnya."Maafkan aku," ucapnya membungkuk pada seluruh pengunjung resto.Hanya beberapa saja di antara mereka yang merespon selebihnya menganggap itu hal biasa, sehingga tidak perlu dibesarkan."Kamu kenal dengan pria tadi?" Teman wanita Elea menyenggol punggungnya pelan seperti menggoda."Sepertinya aku pernah melihatnya," jawabnya, tidak mengatakan kebenaran yang lebih."Dia tampan, tubuhnya besar dan berotot, oh ... pasti sangat hangat dalam pelukannya," katanya membayangkan tubuh kekar Jack yang di yakininya hangat."Jangan terlalu banyak menghayalkan pria, otakmu bisa bermasalah.
Setelah beberapa menit Elea berpikir akhirnya dia mengangguk. "Baik Tuan," katanya menyendok sedikit demi sedikit makanan yang masih tersisa di mangkoknya."Heum, istirahatlah, kita akan berangkat pagi besok."Menghela napas berat, Elea hanya menatap pasrah pada punggung lebar yang berlalu meninggalkan kamar.Dengan sangat hati-hati ia menyingkirkan mangkuk yang terlihat mahal ke atas nakas, meminum vitamin yang diberikan tadi, kemudian membaringkan tubuhnya dengan hati-hati."Apakah ini memang sudah benar? Aku tidak mengenalnya. Bagaimana kalau dia berniat menjualku di kota?" Mata yang mengantuk kembali terbuka. Elea membangunkan diri dengan paksa dengan kondisi tubuh yang masih lemah.Elea turun dari ranjang, mengenakan sandal bulu yang terasa nyaman di kakinya. Perlahan ia melangkah ke arah pintu, membukanya dan melongokkan kepala keluar."Dia kemana?" batinnya masih menoleh ke kiri dan kekanan. Elea keluar kamar, berjalan keluar dan melihat ke lantai bawah. Sangat sunyi.Menelan l
Mata Elea terbelalak saat sudah berada di halaman super besar, mobil mewah berjejer dengan rapi, bukan hanya itu, beberapa orang berpakaian hitam juga berada di setiap sudut halaman.Ini sudah malam, tetapi halaman rumah. Ah, tidak bisa dikatakan rumah karena ini sangat besar dan megah terlihat terang benderang dengan lampu yang Elea tidak tahu berapa harga listriknya."Jack, minta pengawal membawa barang Elea masuk, aku akan membawa Elea masuk," ucapnya berjalan lebih dulu dan diikuti Elea yang masih tidak percaya dengan apa yang dilihatnya.Sesampainya di dalam mansion, Elea semakin takjub dibuatnya. 'Apakah aku bermimpi? Ini seperti di film yang pernah ku lihat,' batinnya masih memperhatikan setiap detail isi di dalam mansion utama keluarga Alvaro.Tidak lama, suara heel terdengar mendekat ke arah mereka, Elea melirik ke arah Aldrich yang tetap saja memasang wajah datar seperti biasanya."Sayang, akhirnya kamu kembali," ucap wanita paruh baya namun masih terlihat cantik dan sehat.
Elea membola saat Aldrich mengambil ponselnya dan langsung mematikannya di hadapan sang pemilik asli. "Tuan ponselku!" minta Elea karena dia senang akhirnya Julian bisa di hubungi kembali."Ini sudah malam, kamu harus segera istirahat, Nona Eleanora!" seru Aldrich."Tuan keka--," Elea menghembuskan napas pelan kemudian memberanikan diri untuk menatap Aldrich, ia melanjutkan, "Kekasihku, dia sudah bisa di hubungi, tolong beri aku waktu untuk bicara padanya," pintanya masih menatap nanar pada ponselnya yang di genggaman Aldrich.Mereka saat ini sudah berada di kediaman Aldrich, setelah makan malam Aldrich langsung membawa Elea kembali, tidak memedulikan permintaan ibunya."Hanya 10 menit, setelah itu tidurlah!"Mengangguk semangat Elea meraih kembali ponselnya dan menghubungi Julian setelah kepergian Aldrich.Dua menit berlalu dan ponsel Julian tidak bisa lagi dihubungi. "Kemana dia? Apakah dia marah? Ya ampun ini semua karena si tuan datar itu," kesal sekali Elea karena kembali kehilan
Karyawan butik berdecak, ingin mengatakan sesuatu tetapi sebuah mobil mewah telah terparkir di halaman butiknya..Elea menoleh karena melihat wajah terpaku si wanita. Gadis berusia 22 tahu itu menghela napas dan berjalan mendekat. "Tuan Jack, Anda di sini?" tanya Elea masih menampilkan senyumnya. "Tuan meminta saya membawa Anda kembali ke rumah," kata Jack masih memasang wajah ramah, asisten Aldrich itu melirik pada wanita yang masih terpaku dengan wajah terkejutnya."Nona, Sashi Matsuda." Si karyawan wanita menunduk hormat."Maafkan saya Tuan," katanya merasa ada yang salah dengan tatapan Jack padanya."Lain kali perlakukan pelanggan Anda dengan baik. Ingat, Anda bekerja disini karena siapa!" Shasi yang di ingatkan itu jelas saja merasa kesal namun tidak akan bisa melakukan apapun."Maafkan saya Tuan."Eleanora memperhatikan wajah karyawan butik tadi yang ia tahu bernama Sashi itu dari tag name di baju, merasa iba karena Jack ini tidak bisa menjaga ucapannya."Tuan, tidak mengapa, te
Beberapa saat hening, Elea masih menunggu jawaban dari Julian dari balik telepon. Ia hanya ingin tahu kenapa ia di panggil ke klub tetapi Julian tidak kesana malam itu."Julian?""[Heum, El, aku mencarimu, apakah kau ke klub?"Kening Elea mengkerut, jika Julian ke klub mencarinya, artinya ada yang menjebaknya. "Ya, bukankah kau yang memesankan minuman padaku, Julian?"Sekali lagi hening, suara derap langkah di belakang Elea membuat sang gadis berbalik dan sedikit menjauh agar Aldrich tidak mendengarkan percakapan mereka."[Minuman apa? Aku memang memintamu ke klub tapi belum memesankan minuman.]Jantung Elea berdegup kencang, artinya malam itu memang ada yang mengerjainya. Ada yang menyimpan sesuatu ke minumannya. Dan ia berakhir satu rumah dengan pria asing."Julian, kau tidak berbohong kan?" Elea bertanya dengan nada sedikit ragu. Tatapannya masih lurus pada Aldrich yang membelakanginya masih mematut diri di depan cermin."[Tentu saja sayang, ada apa sebenarnya? Minuman apa yang kau