Share

BAB 3 ALDRICH PULANG

Menggeleng kuat, "Tidak, jangan lakukan itu. Aku akan sangat malu, dan juga ... kekasihku, dia ... pasti akan memutuskan hubungan kami," menunduk, begitu khawatir. Eleanora yakin ada yang mencampur minumannya dengan sesuatu malam itu.

"Baiklah kalau begitu, kamu tanda tangani kertasnya, sore nanti kamu ikut bersamaku." Aldrich memberikan pulpen lain yang terselip di kantong jasnya. Ia memberikan setelah membuka tutupnya.

"Itu, apakah tidak ada cara lain?"

"Menurutmu, ada cara lain untuk mengembalikan harga diriku?"

Mata Elea membola, harga diri bagaimana maksudnya? Jelas yang rugi adalah dirinya disini.

"Harga diri kita," ralatnya, "Lagipula, kamu sendiri tahu, aku dalam pengaruh obat, kenapa tidak menghindar? Kalau di pikir, akulah korbannya."

"Haruskah aku menghindar? Bagaimana kalau kamu melampiaskannya dengan pria lain?"

Menelan ludah susah payah, Elea kembali mengangkat wajah, "Bagaimana dengan pekerjaanku? Aku baru saja mendapatkannya dengan susah payah, lagi aku memiliki banyak tanggung jawab," melasnya, semoga setelah mengatakan ini, Aldrich mau melepasnya.

"Aku akan memberikan waktu untukmu selama satu minggu untuk membereskan semuanya, ingat ... kamu tidak akan bisa kabur, atau rekaman cctv itu tersebar," ancamnya dengan wajah datar dan juga dingin.

Eleanora menelan ludah susah payah, ia mengangguk pelan dengan jantung yang berdegup, beberapa menit lagi dia akan terbebas

"Ba-baik, terima kasih." 

Aldrich hanya menatap Elea sesaat, lalu menyodorkan ponsel wanita berambut coklat terang itu tepat di hadapannya.

"Ponselku, dimana kamu menemukannya?" tanyanya dengan cepat meraih ponselnya yang semalam dia ingat sekali terlepas dari tangannya

"Ingat, satu minggu lagi, Jack akan datang menjemputmu, jadi, jangan mencoba kabur atau aku akan--,"

"Baiklah, jangan terlalu sering mengingatkan, kita akan sama-sama malu. Aku tidak akan kabur, tolong jangan mengancam," ibanya, sejak tadi pria misterius ini terus saja ingin menyebar rekaman yang di dalamnya juga terdapat dirijya.

"Aku senang kamu cepat mengerti."

Setelahnya, Eleanora sudah diizinkan untuk kembali ke rumahnya oleh Aldrich, tentu dengan pengawasan yang pria itu berikan secara diam-diam.

"Ah, untung saja aku bisa keluar dari sana," senangnya masuk dalam mobil online yang dipesannya.

Di perjalanan kembali ke kontrakan, Elea terus menggelengkan kuat kepalanya, bayangan bagaimana dia sangat ganas membuatnya bergidik ngeri.

"Tuan, tolong berhenti di ujung sana, aku ingin membeli sesuatu," pesannya pada supir yang membawanya.

Tidak ada jawaban, namun Elea tidak terlalu mempermasalahkan, sampai di tempat yang ingin dikunjungi nya, matanya membola kembali, "Eh, Tuan, Anda melewati tujuanku?" Katanya menoleh kebelakang karena mobil yang membawanya tidak juga berhenti.

"Maafkan saya Nona, tapi, tuan melarang saya singgah di tempat yang nona minta."

"Apa maksudnya? Tu-tuan siapa yang dimaksud?"

"Tuan Aldrich."

Mata Elea semakin terbelalak tidak percaya, siapa pria misterius yang bersamanya melewati malam panas semalam? Pemilik Amerika? Benarkah?

"Jangan bercanda, tidak mungkin pria datar, dingin dan tidak tahu cara tersenyum itu sampai sedetail itu," 

"Wah, apakah aku benar-benar terjebak dengannya? Sebenarnya siapa korban disini, aku atau dia?" Elea menjerit pelan karena pusing memikirkan hidupnya yang tiba-tiba tertekan.

"Nona, Anda baik-baik saja?" Tanya sang supir padanya, namun Elea hanya mengangguk lemah dengan bibir yang mengerucut lucu.

"Aku merasa hidupku hancur dalam semalam," gumamnya menyandarkan kepala di jok mobil, matanya terpejam, sekelebat bayangan bagaimana liarnya dia kembali menyadarkannya dengan cepat.

"Tidaaaak!" Pekiknya tanpa sadar, membuat sang sopir juga sampai terkejut dibuatnya.

______

"Tolong biarkan saya menginap satu malam saja, nyonya," iba Elea pada seorang wanita gempal di hadapannya. 

Masih dengan berkacak pinggang, wanita tersebut mendengus, "Kamu sudah saya beri waktu satu minggu, Elea, tapi sampai hari ini, kamu tidak juga membayar sisa kontrakannya!"

"Nyonya, maafkan saya, tetapi saya baru saja bekerja, dan kemungkinan akan menerima upah bulan depan," melasnya, berharap wanita yang memiliki tanda lahir kecil di wajahnya ini, kasihan padanya.

"Hah, kamu tahunya hanya mengeluh saja, saya sudah tidak mau tahu, hari ini juga, kamu tinggalkan kontrakan saya!"

"Nyo ... nya," 

Elea mematung di depan kontrakannya, memandang pias pada wanita cantik yang baru saja mengusirnya berlalu membiarkannya dalam kebimbangan.

"Bagaimana sekarang? Dimana aku kaan tinggal?" Elea masuk kedalam kontrakannya yang sebenarnya tidaklah terlalu besar, bahkan bisa dikatakan sangat sempit. Namun, karena dia hanya memiliki dana seadanya, kontrakan ini cukuplah untuknya.

Elea mengemas semuanya dengan rapi, hanya sedikit saja barang penting miliknya. 

"Apa kau hubungi Julian saja?" Batinnya.

Menggeleng, "Tidak, aku tidak akan merepotkannya, sudah membantuku mendapatkan kontrakan saja, aku bersyukur."

Menghela napas berulang kali, Elea meninggalkan kontrakan dengan membawa 1 buah koper saja.

"Aku harus kemana sekarang?"

______

"Lakukan saja tugasmu dengan baik," ucap Aldrich membelakangi asisten pribadinya--Jack.

"Baik Tuan." Jack undur diri, tugasnya kali ini sedikit berat karena dia yang bertugas turun langsung mengawasi.

Sementata Aldrich, dia hanya menghela napas pelan, ia merogoh ponselnya dan mengangkat panggilan yang baru saja di terimanya.

Alisnya sedikit mengerut, dia yang sudah panik langsung berlari meninggalkan hotel dan melakukan sendiri mobilnya.

Beberapa jam diperjalanan, Aldrich memutuskan menggunakan hely miliknya agar sampai lebih cepat.

Langkahnya lebar memasuki mansion utama, semua orang menatap lurus pada pria gagah tinggi tegap yang sekarang sudah duduk di pinggir ranjang menggenggam tangan renta.

"Ma ...."

"Kamu akhirnya pulang juga, nak?" katanya mencoba bangun dari pembaringan nya.

"Mama berbohong?"

Dengan senyum kecil, nyonya Vianka menggenggam tangan putranya, "Mama tidak berbobong, mama memang sakit karena sangat merindukanmu,"

Aldrich mendesah, "Ma, kalau tujuan mama melakukan ini untuk niat mama, aku tetap tidak setuju." 

"Kamu belum bertemu dengannya, Rich, ayolah ... sudah waktunya kamu membuka hati," ucapnya menahan tangan anaknya yang sudah berdiri ingin berlalu.

"Aku yang akan memutuskan sendiri dengan siapa aku menikah, Ma," putusnya.

"Kapan? Kamu ingin menunggu mama mati dulu?"

Nyonya Vianka meminta anaknya duduk, yang langsungsung di turuti oleh Aldrich, "Mama sudah tua, kamu satu-satunya harapan mama Rich," desaknya lagi dengan kalimat lebih lembut.

Aldrich hanya diam, wajah datar dan dingin selalu menghiasi dirinya, tidak satupun dari mereka yang berada disana berani untuk ikut bicara ataupun mendekat.

"Aku harus kembali ke kamar, mama istirahatlah," setelahnya Aldrich langsung berdiri dan meninggalkan kamar pribadi ibunya, melewati mereka semua yang berada di sana.

Di dalam kamar, Aldrich kembali menghubungi Jack yang ia tinggalkan di luar kota. Mendengarkan semua yang dilaporkannya secara rinci dan jelas.

"[Lakukan tugasmu dengan baik,]" setelahnya, pria tampan itu masuk ke dalam kamar mandi, membersihkan diri dan memikirkan semua rencananya dengan matang.

Keesokan harinya, di ruang makan, semua tampak sunyi walau banyak manusia di sana. Awalnya masih terdengar suara kekehan dan ocehan, namun setelah pemilik asli perusahaan Zeus itu muncul, ruang makan mendadak sunyi.

"Nak, Olivia--,"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status