Semoga suka 😘😘
'Cara semalem!' Davinka tercengang, dia tahu pasti apa artinya, mentransfer Oba dari mulut ke mulut. Dengan cepat Davinka menolaknya, "Gak mau, Tuan, sa-saya ambil pisau dulu." Davinka hendak berlari mencari dapur, tapi dengan cepat Sanjaya menghentikanya. "Duduk!" titah Sanjaya. Pria itu bangun dari duduknya dan mengambil obat Davinka. "Obatnya mau di potong jadi berapa?" tanya Sanjaya saat tangannya sudah memegang obat. Davinka mendekat, melihat besarnya ukuran obat, menunjuk untuk memberitahu Sanjaya dibagi berapa obat itu. "Ini bagi tiga saja, Tuan ... dan ini dibagi dua bagian. Tapi, apa ini tidak merepotkan, Tuan?" tanya Davinka polos Ini jelas sangat merepotkan Sanjaya. Akan tetapi, dia bisa kembali mengenang kebiasaan mendiang istrinya. "Apa ini perlu ditanyakan? Jelas ini merepotkan saya! Mulai hari ini kamu berhenti jadi marketing!" Ini jelas bukan permintaan, tapi paksaan. Davinka merengut, apa dia dipecat?
Sepanjang hari Davinka dibuat susah oleh Sanjaya. Pria itu banyak meminta hal, mulai dari menyuruhnya membuatkan kopi, sampai menyalin berkas yang sudah tidak dipakai.Pikiran Davinka hanya satu, dia tidak akan mendapatkan bonus bulanannya selama menjadi asisten pria itu. Semakin berusaha, semakin banyak waktu yang dibutuhkan oleh Davinka."Bersiaplah, kita akan keluar kota sore ini," ujar Sanjaya sambil berjalan ke arah Davinka dan mendudukan wanita itu di pangkuannya.Sambil menahan debaran jantungnya, Davinka menyuarakan keberatannya akan aksi pria itu."Tu-tuan …," Davinka bahkan tidak bisa mengucapkan dengan betul saat memanggil Sanjaya. "I-ini di kantor, Tuan…."Bagaimana Davinka bisa bersiap, pria ini mulai menggerayangi tubuhnya. Meremas dadanya tanpa permisi.Sanjaya mengerahkan lidahnya ke daun telinga Davinka hingga membuat wanita itu tersentak. Suaranya yang serak membuat Davinka merinding disko
Sanjaya melakukannya dengan sangat kasar. Merobek pakaian Davinka layaknya mencabik-cabik sarung bantal dan menghamburkan seluruh isinya. Seperti itulah hati Davinka saat ini, hancur dengan serpihan yang tidak bisa disatukan. Punggungnya sakit akibat menghantam meja. Tapi setan! Intinya berkedut tanpa henti, karena Sanjaya kini tengah menyesap puncak dadanya dengan sangat kuat. Devinka harus mengatakannya agar menghentikan kebrutalan pria ini dan mengendalikan tubuh ini yang mulai terbuai oleh sentuhan Sanjaya. Dengan terbata-bata dia mulai mengucapkan kata yang sangat ingin didengar oleh pria itu. "Sa … sanj-ja .. Sanja," panggil Davinka dengan suara yang nyaris seperti bisikin. Tanpa sadar, Davinka cemburu pada wanita itu. Wanita yang selalu disebut namanya oleh Sanjaya. Suara lirih dan pilu Davinka menampar pipi Sanjaya dengan sangat keras. Matanya terbelalak lebar, mahakaryanya yang kemarin saja belum sembuh di dada wanita itu, dan kini Sanjaya telah menambahkan satu lagi t
Anak itu terlonjak dari gendongan Rasty hingga membuat ibunya kewalahan mengendalikan tubuh kecilnya. "Hati-hati, Reno ... nanti kamu jatuh!" ujar Rasty begitu panik. Tanpa sadar suaranya agak sedikit tinggi. "Tuyun, Unda! Tuyun!" Kekeh Reno minta di turunkan. Ada ketertarikan di mata bundar anak itu, semangatnya melebihi anak sehat. Rasty menurunkan Reno, dan anak itu langsung berlari ke arah Sanjaya. Senjaya tersenyum lebar, dirinya sudah bersiap menyambut keponakan tampannya. Namun, dia harus kecewa saat Reno melewatinya begitu saja dan malah memeluk kaki Devinka mesra. 'Ada apa ini? Aku, kan pamannya, kenapa Reno malah peluk Davinka?' Sanjaya, Sandy, Rasty, bahkan Dodi sama terkejutnya dengan Davinka saat bocah itu lebih memilih orang yang baru ditemuinya. 'Eh, anak ini kenapa? Kok, nyamperin gue?' Davinka tercengang. "Mommy Tante, gendong!" pinta Reno tanpa melepaskan pelukannya. Bocah itu memeluk kaki Davinka erat. Semua orang disana masih syok dengan sikap Reno yang ber
Devinka berjalan dengan sangat hati-hati, takut anak di dalam gendongannya terjatuh. Ini hal baru baginya, dia begitu antusias. "Apa anak-anak selalu seperti ini, emm … Nona—" Devinka menghentikan pertanyaannya karena tidak tahu nama ibu dari anak yang sedang digendong. "Rasty, panggil saya Rasty. Sepertinya usia kita tidak jauh berbeda," jelas Rasti yang tahu mengapa wanita ini menghentikan ucapannya. "Tidak semua anak-anak, Rino memang sangat spesial. Banyak perjuangan untuk mendapatkannya," jawab Rasty tersenyum tipis. Davinka melihat keengganan Rasty saat mengenang kelahiran putranya. Devinka duduk dengan sangat hati-hati dibantu oleh Rasty dan Sanjaya. Kemudian pria itu duduk di seberang kursi yang lainnya. Menatap Reno dan wanitanya yang begitu intim, seperti melihat ibu dan putranya. "Sandy, pergilah istirahat, besok pagi kita mengunjungi pabrik," pinta Sanjaya. Ini sudah diluar jam kerja sekretarisnya. Sandy sedikit membungkuk, "Baik, Tuan. Panggil saya jika butuh sesu
Sanjaya kembali bangun dari duduknya dan mengangkat Reno dalam gendongan Davinka, dengan hati-hati dia memberikannya pada Rasty. "Tidak sekarang Reno kecil bersama Davinka," ucap pria itu dengan suara yang sangat pelan. "Tap—" perkataan dua wanita cantik itu langsung terputus saat Sanjaya memberi instruksi agar diam, dan tidak membangunkan Reno. "Rasty, jaga anakmu, dia wanitaku!" tegas Sanjaya dingin. Dia tidak suka jika Davinka dekat dengan Reno. Walaupun Reno anak kecil, sepertinya dia memiliki insting yang sangat bagus. Udara disana untuk sesaat membeku, secara tidak langsung Sanjaya telah mengumumkan pada publik Davinka adalah miliknya yang tidak ingin dibagi dengan siapapun. Rasty ternganga. 'Apa kebiasaan buruk kakakku sudah sembuh?' dalam hatinya dia bersorak. Setelah memastikan Reno masih tidur pulas, Sanjaya menarik lengan Davinka dan memintanya bangun. "Kita masih ada urusan yang mau dikerjakan. Malam ini kamu lembur!" bisiknya di telinga wanita itu yang mampu membu
'Eh! Kenapa jadi gue yang goda dia?' tanyanya pada dirinya sendiri. Wanita itu terlihat frustasi dengan wajah yang merah padam. Jelas ini bukan maunya Davinka. Memakai handuk kecil yang pas membalut tubuhnya adalah ketidakberdayaannya. Daripada menjadi tersangka, Davinka memilih menjadi pelaku kejadian. Dia mengangkat wajahnya tinggi, menggenggam simpul handuknya seolah takut jatuh, mulai berjalan dengan lengokan bak peragawati dengan gerakan slow motion. Sanjaya yang melihatnya sampai terperangah, pria itu sampai sulit menelan ludahnya sendiri, 'Apa dia benar-benar menggodaku? Sial, jika begini mana bisa aku menahannya!' Sanjaya sudah terjebak dengan godaannya sendiri. Kini wajah Sanjaya terlihat lebih menderita dari Davinka. Sanjaya benar-benar terjebak antara gairah dan perkataan dokter. Dia tidak sekejam itu untuk menghancurkan rahim seseorang. Menolaknya sama saja dengan menghianati juniornya. Ahhh, bagaimana i
Sandy menatap Rasty iba, dia pun sempat berpikir hal yang sama, Tuannya sudah pulih dari depresi. Buktinya, Tuanya hanya menginginkan tubuh Davinka, bukan wanita lain. "Pasti ada yang memicu amarahnya, Nona. Saya akan melihatnya," ujar Sandy menangkan. Sandy tidak ingin Rasty masuk dan membuat Tuannya semakin marah, yang mungkin akan melukai wanita itu. Pria itu mulai melangkah masuk saat suara benda jatuh kembali terdengar. "Tunggu Kak Sandy," Rasty menghentikan pergerakan Sandy. Saat pria itu menoleh, Rasty melanjutkan kata-katanya, "Biarkan Reno yang masuk, Kakak pasti luluh oleh Reno." Setelah mengatakan itu, Rasty langsung berbalik dan bergeser ke kamarnya. Sandy panik. Bagaimana bisa Reno masuk di saat seperti ini. Sanjaya pasti akan terlihat buruk di depan anak itu. Bagaimana jika Reno yang ketakutan. "Nona, tunggu!" teriaknya menghentikan Rasty. "Ada apa, Kak. Kita harus cepat, mungkin saja Kak Jay terluka!" Rasty semakin panik. Wanita itu kembali berbalik, tapi ucapan S