Share

Bab 5 Salah Siapa?

Di dalam ruangan Sanjaya, pria itu membuang apapun yang ada disekitarnya dengan marah. Dia yakin tidak salah mengenali orang. Wanita itu memang yang menemaninya kemarin malam. Semua bercak kemerahan itu adalah mahakaryanya. Walau kamar hotel dalam keadaan temaram, Sanjaya tahu setiap inci tubuh wanita yang dia sentuh.

"Aagrhhhh!"

Shandy berlari kencang ketika mendengar suara barang pecah yang begitu nyaring.

Beberapa saat yang lalu Sanjaya meminta dirinya untuk mengosongkan lantai dua yang berdekatan dengan ruangannya setelah Davinka masuk kedalam. 

Kini, saat melihat tanda di pergelangan tangannya berkedip, Sandy langsung bergegas menuju lantai dua dan menunda rapat dadakan dengan para staf lainnya.

"Tuan! Apa yang terjadi?" 

Sandy begitu panik saat melihat keadaan Sanjaya dengan telapak tangan pria itu yang mengeluarkan banyak darah.

Sudah cukup, Tuannya ini sudah begitu menderita selama tiga tahun ini setelah kepergian mendiang istrinya. Sandy sudah tidak tahan melihat pria itu menderita lagi!

"Wanita itu, cari wanita itu dan ikat dia dengan berbagai tuntutan!" teriak Sanjaya marah.

Pria itu terlihat begitu menderita dengan kekacauan yang dia buat sendiri. 

Shandy membantu Sanjaya berjalan ke arah sofa dan memberikan pria itu beberapa tablet yang dia ambil dalam sakunya.

"Dimana dia, Tuan? Di mana wanita itu? Biar saya mencarinya!" desak Shandy.

Ini adalah kali pertama Sanjaya mengilai seorang wanita malam yang dia temui. Biasanya Sanjaya selalu meminta wanita baru saat dirinya minta dilayani. Tapi kali ini sepertinya berada, Tuanya terlihat begitu terobsesi pada Davinka. Wanita cantik yang baru dia temui.

"Saya tidak tahu, San. Dia bilang mau mengundurkan diri! Saya terlalu gegabah dalam bertindak. Tapi jelas wanita itu wanita yang sama di club Madam Gesya!"

Darah semakin banyak menetes dari ujung jari Sanjaya, tapi sepertinya pria itu sama sekali tidak merasakan sakit. Di dalam pikirannya hanya ada Davinka dan bagaimana caranya wanita itu bisa dia miliki.

"Tuan tunggu sebentar, saya akan meminta security untuk menahan kepergian nona Davinka."

Sementara, tubuh Davinka semakin gemetar di dalam kamar mandi. Namun, dia sadar tidak bisa berlama-lama di dalam sana dan mulai merapikan dirinya sambil memikirkan kata-kata yang cocok untuk alasan dibalik kepergiannya.

Saat Davinka masuk kedalam ruangan tim marketing, ruangan itu begitu sepi, tidak ada siapapun. Sepertinya semua orang sudah pergi kelapangan untuk mencapai target hari ini.

Davinka merapikan beberapa barang pentingnya dan memasukkannya dalam kardus. Tekadnya sudah bulat, bertahan disini dengan bos gila seperti itu rasanya tidak mungkin. Lebih baik mengundurkan diri sekarang, sebelum semuanya terlambat.

Saat semuanya sudah rapih Davinka langsung meninggalkan ruangannya. Namun, langkahnya terhenti saat melihat pria yang bernama Sandy.

Sandy terlihat begitu tenang dengan tangan yang diletakkan di atas perut lalu melakukan bow.

"Maaf, Nona Davinka, bisa kita bicara sebentar?" tanya Sandy.

Davinka mendelik tajam dengan bibir melengkung, mengejek pria dihadapannya. "Cih, jika Kamu disuruh oleh Pak Bosmu, bilang sama dia, silahkan layangkan gugatan, saya gak takut!"

Davinka tidak ingin negosiasi, dia ingin segera pergi dari sana. Tapi sepertinya pria yang bernama Sandy lebih keras kepala dari bosnya.

"Pak Sanjaya mengakui telah melakukan kesalahan yang fatal, dia benar-benar tidak bisa menguasai dirinya dan mungkin telah melecehkan Anda. Saya harap Anda tidak melakukan apa yang Anda katakan, untuk mengundurkan diri dari perusahaan ini, " cegah Sandy.

Davinka melebarkan matanya dengan tatapan menantang, "Kenapa? Apa kalian pikir saya tidak akan berani?! Ini sudah menyangkut harga diri. Jadi, saya harap Anda tidak menghalangi saya dan membela Bos berensekmu itu!"

"Anda benar, Nona. Beliau memang brengsek, tapi ini sepenuhnya bukan salah Pak Sanjaya." Sandy mencoba membujuk Davinka dengan cara halus dan membuat wanita itu luluh.

"Lalu salah siapa? Salah saya?!"

"Salah nasibnya, Pak Sanjaya terlalu mencintai mendiang istrinya sehingga menganggap Nona adalah orang yang sama." Sandy berharap alasan ini dapat membuat wanita ini mengerti.

"Dengan melecehkan saya?" tanya Davinka ketus. 

Sandy hanya diam seolah sedang mencari kata-kata, akhirnya Davinka kembali berkata, "Sudah lahh … saya memang tetap mau berhenti kerja!" 

Sandy tidak bisa berkata apa-apa lagi, melihat kepergian Davinka dengan kardus dalam dekapannya, Sandy hanya berharap orang HRD dapat mencegah pengunduran diri Davinka.

Davinka berjalan dengan langkah cepat, dia tidak ingin Sandy mengejar dan menahannya lagi. Dia tahu belum membuat surat resign untuk diserahkan pada HRD. Namun, Davinka tidak ingin berurusan dengan Sanjaya. Saat keluar Davinka berpapasan dengan Atik, dari tim lending.

"Vie, Lo gak jadi prospek sama Bos?" tanya Atik bingung. 

Davinka adalah salah satu karyawan terbaik, setiap bulanya selalu memenuhi target, bahkan lebih. Wajar jika Sanjaya menginginkan pergi dengan Davinka, daripada dengan yang lain.

"Gak jadi, Bos tiba-tiba kurang enak badan, gue nemuin nasabah sendiri," sahut Davinka dengan cepat.

"Ta—"

"Gue pergi ya, Ka. Bye!" Davinka langsung ngacir. Tidak ingin ada lagi pertanyaan yang akan menahannya.

Di tangga, Sandy tersenyum mendengar alasan Davinka. Ternyata dia wanita yang cerdas. Memberitahu apa yang terjadi sama saja mematahkan kakinya.

**

Ruangan itu sudah lebih rapi dari sebelumnya. Sanjaya tertidur setelah diberi pil penenang.

"Di, Diandra … Di, kenapa kamu pergi Diandra? Di."

Sura igauan Sanjaya terdengar begitu pilu. Pria ini terlihat sangat rapuh jika sudah menyangkut mendiang istrinya.

Sandy ingin membangunkan Tuanya, tapi dia takut Sanjaya akan bertanya mengenai Davinka yang saat ini sedang berada disebuah taman tak jauh dari bank tempat mereka bekerja, duduk termenung seorang diri di tengah taman kota.

Sandy sudah mendapatkan informasi tentang Davinka dengan lengkap, wanita itu baru menikah seminggu yang lalu. Seharusnya minggu ini dia mengambil cuti untuk pergi berbulan madu. Tapi, entah mengapa mengurungkan niatnya, dan alasan Ini yang belum diketahui oleh Sandy.

Sanjaya membuka matanya, dan mencari keberadaan Davinka, berharap Sandy mendapatkan wanita itu.

"Dimana dia, Sandy? Dimana wanita itu?!" Sanjaya tidak bisa menunggu, dia menginginkan wanita itu segera.

"Ada di taman, Tuan … dan Nona Davinka belum menyerahkan berkas pengunduran dirinya," terang Sandy, berharap Tuannya sedikit tenang.

Mendengar penjelasan Sandy, Sanjaya sedikit merasa tenang. "Ikuti dia terus, cari tahu info sedetail mungkin. Cari celah agar wanita itu berada dalam genggamanku."

"Baik Tuan, Anda segera mendapatkan informasinya." 

**

Di taman. Davinka masih duduk diam termenung, memikirkan langkah selanjutnya menghadapi Bos gilanya.

"Aku tidak bisa mengundurkan diri, dimana bisa mencari pekerjaan? Sedangkan Mas Yudah, Mas Yudah membutuhkan banyak biaya." Davinka menghapus jejak air matanya.

Dia merasa dilema, mundur salah maju apalagi. Dia sangat bingung, sementara bos gilanya sangat menakutkan, hampir saja dia jadi korban pemerkosaan.

Di tengah lamunannya, ponsel Davinka berbunyi dan suara ibu mertuanya mengapa begitu keras di gendang telinganya saat tombol hijau sudah digeser.

"Davinka! Cepat pulang, Yudha kritis!"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status