Share

Hidup Seorang Figuran

"Namaku Vairell," ucap Raja Spirit, menatap datar gadis yang bersimpuh di hadapannya.

"Senang berkenalan dengan Anda, Raja Spirit Vairell, namaku Zhea--maksudku Azalea Baylass De Lionhart." Azalea menjawab sopan, kepalanya masih menunduk.

Yah, tidak buruk juga berkenalan dengan makhluk terkuat di dunia spirit. Siapa tahu Azalea bisa meminta tolong padanya untuk ikut membasmi iblis di masa depan.

Ehm ... tapi, kenapa tidak ada suara lagi? Azalea terpaksa mendongak setelah menyadari keheningan sudah berlangsung cukup lama. Netra gadis itu melebar saat melihat Raja Spirit Vairell sedang berjongkok tepat di depannya.

"Aah, mengagetkan saja!" Azalea yang hampir berteriak langsung menutup mulut ketika Vairell menatapnya dengan tatapan aneh.

"Sekarang, apa yang bisa kulakukan untukmu?"

Azalea yang sedang sibuk menenangkan jantungnya yang hampir jatuh mengernyitkan kening mendengar pertanyaan Raja Spirit di hadapannya.

"Tidak ada, kok. Tidak ada yang ingin kuminta dari Raja Spirit, jadi Anda bisa pergi dengan tenang."

Setidaknya sekarang. Azalea melanjutkan kata-katanya di dalam hati.

"Baiklah, aku akan kembali. Panggil namaku kalau kau membutuhkan sesuatu, tidak perlu lagi menggambar lingkaran jelek seperti itu. Kau sungguh tidak punya bakat menggambar."

Hah?! Azalea yang tidak mengerti maksud perkataan makhluk di depannya mengerjap. Kenapa dia harus memanggil Vairell jika membutuhkan bantuan Raja Spirit? Bukankah dasar memanggil mereka adalah dengan menggambar lingkaran sihir?

"Aku tidak akan mengganggu Raja Spirit lagi, terima kasih atas tawarannya. Tapi, kalau diperkenankan, saat Anda kembali ke dunia spirit, bisakah perintahkan salah satu spirit kecil untuk menjawab panggilanku?" Azalea tersenyum canggung, menggaruk kepala yang tidak gatal.

"Kau kan, sudah punya aku, kenapa membutuhkan spirit lain?"

A-apa? Azalea menelan ludah gugup, menatap bingung pada Raja Spirit yang sedang tersenyum menakutkan.

"Kita sudah melakukan kontrak beberapa saat lalu. Kau pasti tahu kalau kontrak dengan spirit tidak akan bisa diputus kecuali kau mati, kan?" Vairell tertawa, terlihat senang melihat wajah pucat gadis di hadapannya.

"Kontrak dengan Raja Spirit? Kapan aku melakukannya? Aku tidak pernah--" Azalea menghentikan kalimatnya saat mengingat bahwa dia dan Raja Spirit memang sudah saling bertukar nama beberapa waktu lalu.

Dia pikir hanya ingin berkenalan! Gadis itu tidak pernah berharap memiliki sesuatu yang merepotkan di hidupnya. Padahal dia sudah memutuskan untuk hidup jauh dari perhatian, menjalani hidup seperti layaknya seorang pemeran figuran.

Azalea bahkan harus melupakan dendamnya atas kematian Madelyn demi menjalani kehidupan yang damai, tapi apa-apaan sekarang? Melakukan kotrak dengan Raja Spirit, bukankah itu sama saja bunuh diri?!

"Tenangkan dirimu dan jangan lupa untuk sering-sering memanggilku." Vairell langsung menghilang setelah menyentuhkan jari telunjuknya ke dahi Azalea, bibirnya menyeringai saat gadis itu terhenyak.

"Marry, apa yang sebenarnya baru saja terjadi?" Azalea bertanya dengan nada lemah. Dia merasakan sesuatu yang menyejukkan memasuki tubuhnya saat Raja Spirit Vairell menyentuh dahinya.

"Lu-luar biasa!" Marry berseru setelah sadar dari keterkejutannya. "Apa yang baru saja kusaksikan? Zhea, kau benar-benar berhasil memanggil spirit di percobaan pertama, tapi itu pun bukan spirit biasa melainkan Raja? Keberuntungan macam apa yang ada di tanganmu, Nak?"

Keberuntungan yang bisa membawa pada penderitaan apakah masih layak disebut keberuntungan? Azalea tidak mengatakan apa pun meski kata-kata untuk membantah hampir dimuntahkan dari mulutnya. Dia tidak bisa mengatakan apa-apa saat Marry terlihat sangat senang.

Azalea mengakhiri hari itu dengan helaan napas panjang. Dia kembali ke rumahnya dengan perasaan lesu. Memikirkan kembali kata-kata Marry tentang Azalea yang memiliki keberuntungan membuatnya teringat Madelyn.

Keberuntungan pertama yang gadis itu dapatkan di kehidupan keduanya pasti ketika Madelyn membawanya pergi dari panti asuhan dan merawatnya jauh dari pandangan keluarga Duke Lionhart.

Azalea menatap pada tumpukan buku di atas meja belajarnya. Semua itu adalah buku yang dititipkan oleh Madelyn pada Marry. Seperti sudah bisa menebak bagaimana akhir hidupnya, Madelyn meninggalkan sesuatu untuk Azalea pelajari.

"Buku-buku ini tidak berguna, isinya bahkan lebih tidak berguna lagi." Azalea bergumam, membuka salah satu buku yang lembarannya tampak kusut karena sering dibaca.

Buku di tangannya berisi pelajaran tata krama dasar seorang bangsawan. Madelyn membuat buku yang mudah dipahami dan dipelajari. Azalea yakin banyak yang akan mengantre untuk mendapatkan buku yang ditulis langsung oleh Mawar Emas Kekaisaran.

Satu buku berisi tata krama bangsawan yang mudah dipelajari sendiri, buku lainnya berisi data tentang sejarah keluarga kekaisaran dan Duke Lionhart.

Dalam buku yang lain, Azalea bisa menemukan nama-nama para bangsawan di ibukota yang bisa dimintai tolong, orang-orang berpengaruh yang akan menolong Azalea kapan pun jika gadis itu menunjukkan sebuah kartu berwarna emas milik Madelyn.

Azalea ingin membuang buku-buku yang menurutnya tidak berguna. Meski sudah membaca semuanya berulang-ulang, gadis itu tetap tidak menemukan kegunaan informasi yang didapatnya.

"Aku bahkan belajar cara membuat teh dan membeli bermacam-macam daun teh dalam prosesnya." Azalea menghela napas, menutup kembali bukunya sebelum berbaring di ranjang.

Bunyi berderit dari ranjang yang sudah tua membuat perasaan gadis itu sedikit lebih baik.

"Kalau aku tidur, besok akan lebih baik dari hari ini, kan?" Gadis itu mengatakan penghiburan seperti biasa. Bibirnya membentuk senyum saat mengingat bahwa besok tidak ada pelajaran lagi dari Lock dan Marry.

"Sepertinya besok benar-benar akan lebih mudah," ucap Azalea sembari memejamkan mata dan dengan cepat memasuki alam mimpi.

Paginya, Azalea terbangun dengan perasaan segar dan semangat baru. Gadis itu mencuci muka, membuat sarapan dan memasukkannya ke dalam rantang sebelum bergegas mandi.

Setelah berganti pakaian, Azalea yang merasa harinya akan jauh lebih baik dari kemarin membawa rantang ke luar rumah, tidak lupa meneteskan cairan berwarna biru pada mata dan rambutnya sebelum keluar.

Sebenarnya Azalea bisa mengubah warna mata dan rambutnya menggunakan sihir, tapi Marry tetap memaksanya untuk menggunakan ramuan yang wanita itu buat.

Rambut coklat gadis itu berkibar saat angin pagi bertiup lembut. Senyumnya terpatri sempurna saat melangkah menuju kediaman Marry.

"Marry, selamat pagi! Aku membawa sarapan--" Azalea menghentikan kalimatnya setelah membuka pintu rumah Marry. "Ah, maaf, aku tidak tahu kalau ada tamu!" ujarnya seraya membungkuk beberapa kali.

"Tidak apa-apa, Zhea. Kemarilah, ada yang ingin bicara denganmu."

Azalea mendekat setelah Marry mempersilakannya. Dia sempat melirik pada seseorang yang duduk di hadapan Marry. Penampilannya mencurigakan dengan jubah hitam menutupi seluruh tubuhnya, bahkan wajahnya juga tidak terlihat karena ditutupi oleh tudung.

"Bagaimana kabarmu, Bocah?"

Deg! Suara itu ... Azalea menahan napas saat sosok yang membuka tudung di kepalanya menunjukkan wajah. Senyum angkuh yang dulu sering Azalea lihat dan dia pikir tidak akan pernah melihatnya lagi membuat seluruh tubuhnya menegang.

"Madelyn?!"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status