Plak!!!
Azalea menahan napas saat sebuah tamparan dilayangkan pada Madelyn. Dia tidak tahu sejak kapan salah satu Ksatria maju selangkah dan langsung melayangkan pukulan pada Madelyn.Itu adalah Ksatria wanita! Azalea merasakan gemetar di seluruh tubuhnya saat Ksatria itu langsung menarik rambut Madelyn dan menghempaskannya, memaksa wanita itu mencium tanah."Sesali perkataanmu di neraka," ucap Ksatria itu seraya mengeluarkan pedang dari pinggangnya."Dame Ailyn!"Sratt!Pedang mengkilat itu segera dibasahi oleh darah, menutupi teriakan Ksatria lain yang mencoba menghentikan aksi Ksatria bernama Ailyn.Pemandangan di sekitar Azalea berubah gelap saat sebuah tangan menutupinya. Warna merah yang sebelumnya terlihat membasahi tanah dan sepatu para Ksatria juga ikut tertutupi. Azalea gemetar, tubuh kecilnya mengkerut melihat pembunuhan nyata di hadapannya."Nenek?" Azalea memanggil dalam kebingungan saat wanita renta yang sebelumnya menutupi pandangannya menarik tangan gadis itu menjauh dari jendela."Mulai sekarang, siapa pun yang bertanya namamu, bilang kalau kau adalah Zhea dan kau adalah cucuku."Azalea menelan ludah saat memasuki sebuah ruangan, bau menyengat dari berbagai tumbuhan obat dan ramuan di ruangan itu membuatnya mengerutkan hidung."Mereka pasti akan mendatangi setiap rumah untuk memberi peringatan agar tidak mengatakan apa-apa tentang kedatangan mereka ke desa ini," ucap wanita renta yang sibuk membuka lemari dan mengeluarkan sebuah ramuan yang terletak di paling ujung.Azalea mendekat saat wanita itu, Marry, memberi isyarat. "Ini apa, Nek?" tanyanya ketika cairan berwarna biru yang baru saja dikeluarkan Marry menguarkan bau harum yang tidak cocok dengan bau lainnya.Marry tidak segera menjawab, tangannya dengan cekatan meraih sebuah botol kecil dan menuangkan cairan di tangannya."Buka matamu dengan lebar, Zhea."Azalea menurut ketika Marry memegang dagunya. Gadis itu mendongak dan melebarkan mata sesuai instruksi, sedikit terkejut saat cairan dalam botol kecil itu diteteskan ke matanya."Sebisa mungkin tahan untuk tidak menutup matamu," ucap Marry saat melakukan hal yang sama pada mata yang lain. "Nah, sekarang tutup mata sampai aku memintamu untuk membukanya."Azalea memejamkan mata, mengangguk patuh dan tidak membuka matanya meski merasa Marry berjalan menjauh. Gadis itu mendengar sesuatu ditarik dan didekatkan padanya. Sebuah kursi kayu diletakkan di belakang Azalea."Duduklah!" ujar Marry sedikit tergesa.Terdengar ketukan pintu di depan. Azalea yang juga ikut panik langsung duduk dan tidak sempat bertanya saat merasakan sesuatu membasahi rambutnya.Sisa cairan dalam botol kecil yang ada di tangan Marry ditumpahkan seluruhnya pada rambut perak Azalea."Kamu boleh membuka matamu sekarang dan pegang ini! Campuran bunga Arvensis dan rumput Acalypa berguna untuk menghentikan pendarahan, mengobati luka dan bisa digunakan pada pembengkakan."Azalea menatap penumbuk kayu yang disodorkan Marry, terdapat rumput Acalypa dan bunga Arvenis yang belum selesai ditumbuk. Gadis itu langsung melakukan pekerjaannya, membiarkan Marry keluar dari ruangan dengan tergesa dan menyahut panggilan di luar.Rambut panjang Azalea jatuh ke depan saat gadis itu menunduk, netranya melebar saat melihat warna asing pada surainya. Warna perak berkilau itu sudah tidak ada. Azalea hanya melihat warna coklat, warna rambut umum yang dimiliki rakyat kekaisaran Xavierth.Tidak perlu penjelasan detail, Azalea bisa menebak bahwa warna matanya juga pasti berubah. Gadis itu sedang sibuk menatap warna baru rambutnya ketika mendengar beberapa langkah mendekat.Seperti tebakan Marry sebelumnya, dua orang Ksatria Lionhart datang. Azalea sedikit terkejut saat para Ksatria itu bahkan tidak mengetuk pintu saat memasuki ruangan. Cara mereka menerobos sangat kasar.Ada banyak hal tentang dunia ini yang belum Azalea ketahui. Ruang lingkupnya sempit dan sepertinya dia tidak akan punya kesempatan untuk menjelajah, tapi ketidaksopanan para Ksatria yang nampak gagah itu merusak seluruh imajinasinya tentang dunia fantasi."A-ada apa, Nek?" Azalea tergagap saat salah satu Ksatria menghampiri dan melototinya terang-terangan."Bocah, apa kau keluar dari ruangan ini lima belas menit lalu?""Aku tidak keluar lagi sejak kembali dari hutan setelah mengumpulkan akar rumput Acalypa," ucap Azalea gugup, wajahnya memucat seiring dengan tatapan tajam yang dia terima."Hei, sudahlah, berhenti melototi anak kecil! Dia ketakutan!" Ksatria lain menegur sembari menepuk bahu temannya.Azalea menghela napas lega saat dua Ksatria itu pergi. Dia sempat mendengar kata-kata peringatan yang dilontarkan pada Marry tentang kedatangan Ksatria Lionhart hari ini. Entah harus bersyukur karena penduduk desa tidak dibantai demi menutupi tindakan kasar para Ksatria atau harus bersedih karena kehilangan satu-satunya orang yang merawatnya, Azalea tidak tahu.Gadis itu terduduk di lantai dan menyembunyikan di wajah di tekukan lutut, air matanya mengalir tanpa bisa dicegah."Madelyn," panggilnya lirih.Meski selalu melontarkan kata-kata kasar dan memaksanya melakukan pekerjaan berat, Madelyn tidak pernah memukul atau membiarkannya kelaparan. Azalea juga tidak kedinginan saat malam.Madelyn mungkin tidak terlihat seperti wanita yang hangat atau baik hati, tapi ketegasannya mengajarkan Azalea untuk belajar hidup. Dia bahkan sudah tahu bagaimana menghasilkan uang sendiri. Belum lagi uang yang selalu disisihkan sedikit demi sedikit untuk ditabung. Azalea bisa menggunakan uang tabungannya untuk hidup tanpa melakukan apa-apa selama setahun penuh.Tapi, Madelyn tidak mengajarinya untuk bermalas-malasan. Dunia asing yang tidak dipahami oleh Azalea ini terasa semakin menakutkan.Saat hidup sebagai gadis yatim piatu bernama Keana, dia bisa bertahan karena beasiswa yang terus diberikan berkat kecerdasannya. Sekarang, tidak peduli secerdas apa Azalea, status keluarga adalah penentu masa depan.Dia tidak bisa menikmati kehidupan sebagai putri seorang Duke saat ayah kandungnya sendiri yang membuangnya. Sekarang Azalea bahkan tidak bisa mengatakan namanya atau menunjukkan warna mata dan rambutnya."Bangunlah, mereka sudah pergi. Tubuh Madelyn juga sudah dibersihkan. Aku tidak tahu ke mana mereka membuang mayatnya."Suara Marry terdengar seperti angin lalu. Azalea sibuk menangis dan mengasihani hidupnya. Satu-satunya orang yang bisa dia anggap sebagai keluarga sudah tidak ada. Keberadaannya tidak pernah diinginkan siapa pun.Sebenarnya kenapa? Kenapa dia selalu dibuang? Entah di kehidupan ini atau kehidupan sebelumnya, gadis itu selalu sendirian."Nak," Marry memanggil pelan, tangannya mengusap lembut surai gadis kecil yang tengah menangis. "Membalas dendam atas kematian keluarga atau melupakannya dan memilih melanjutkan hidup sambil berpura-pura tidak mengetahui apa pun, kamu memiliki hak untuk menentukan apa yang menurutmu benar untuk dilakukan."Membalas dendam? Azalea mengangkat wajah, menatap raut teduh wanita renta yang menatap hangat padanya."Aku tidak memiliki kekuatan apa pun untuk membalas dendam," lirih gadis itu sembari mengusap pipi, berusaha menghapus cairan bening yang terus jatuh dari matanya. "Tapi, kalau aku melanjutkan hidup sambil berpura-pura tidak tahu apa pun, aku tidak akan berani menemui Nyonya Madelyn setelah mati nanti."Marry tersenyum. "Kalau begitu hiduplah sebagai orang biasa untuk sekarang, sambil belajar dan mengumpulkan kekuatan untuk membalas dendam. Aku akan mengajarimu semua hal yang kutahu. Lalu, kau mungkin belum tahu, tapi sebenarnya para penduduk di desa ini memiliki keahlian yang sangat hebat."Bersamaan dengan itu, Azalea mendengar langkah-langkah mendekat. Beberapa wajah yang dikenalnya sebagai tetangga, para petani dan peternak, pedagang dan pencari kayu bakar seperti dirinya memasuki ruangan."Kita akan memulai pelajaranmu besok," ucap Marry sembari mengusak sayang surai gadis yang kini berhenti menangis."Bagus, Zhea!" Seorang pria bertubuh besar berteriak sembari bertepuk tangan, suara tawanya menggema ke seluruh ruangan.Azalea yang baru selesai mengayunkan pedang langsung menjatuhkan diri, terbentang dengan napas putus-putus. Pedang besar dan berkilat di tangannya terlepas dan menimbulkan bunyi berdebam yang cukup keras. Tangannya sakit, tulang-tulang di tangannya terasa sedang diremas. Gadis bersurai perak itu memejamkan mata sebelum menarik napas dan menghembuskannya perlahan. Azalea melakukannya berulang-ulang, sambil merasakan aura yang menyebar dari jantungnya.Titik aura dari jantungnya perlahan menyebar ke seluruh tubuh. Satu demi satu, rasa sakit dari hasil latihan berpedang selama berjam-jam mulai berkurang. Azalea terus mengatur auranya hingga seluruh rasa sakit di tubuhnya hilang.Gadis itu kembali membuka mata, mengangkat tangan dan melihat luka-luka kecil di sana sudah sembuh dengan sempurna."Tidak ada lagi yang bisa kuajarkan."Azalea langsung bangun dan berlutut de
Dari mana Marry mengetahui informasi penting seperti itu?! Azalea juga tahu tentang orakel yang diturunkan Dewa puluhan tahun lalu karena sudah membaca novelnya, tapi bagaimana Marry bisa mendengarnya?Firman Tuhan hanya diketahui oleh pihak kuil keluarga kekaisaran dan bangsawan tingkat atas. Hal penting seperti ini tidak mungkin diceritakan secara sembarangan."Kau pasti bertanya kenapa aku mengetahuinya? Sebenarnya--""Aku tidak mau mendengarnya lagi!" potong Azalea cepat, merengut saat wanita renta di sampingnya malah tertawa."Tapi, kau tetap harus mengetahui isi orakelnya." Azalea terdiam, tahu kalau keputusan Marry untuk memberitahukan hal sepenting ini juga tidak bisa dicegah. Gadis itu juga tidak bisa bilang bahwa dia mengetahui dengan tepat isi orakelnya.Memilih duduk dan mengangguk setuju, Azalea menatap lingkaran sihir di hadapannya, bersiap mendengarkan."Kau pasti tahu ada banyak makhluk yang hidup di dunia ini." Marry memulai ceritanya. "Tidak hanya para peri yang tin
Azalea meraih pisau kecil yang selalu ada di pinggangnya sebelum menggoreskan benda tajam itu ke tangan, menggores pelan hingga darahnya mulai menetes ke atas lingkaran.Gambarnya tidak terlalu bagus tentu saja, Azalea membentuknya dengan asal. Setelah memastikan darahnya membasahi kertas berisi lingkaran sihir, gadis itu memejamkan mata.Rasakan sebuah keberadaan yang ingin dipanggil. Kata-kata Marry merasuk ke dalam pikiran gadis itu.'Sebuah keberadaan, sesuatu yang bisa membantu bertarung ... hmm ... apa, ya?' Azalea mencoba membayangkan sesuatu yang berhubungan dengan pedangnya.'Kurasa angin cocok, dia bisa membantu tebasan pedangku semakin tajam.' Azalea mengangguk dengan pemikirannya sendiri.'Tapi, bukankah api lebih bagus? Api yang bisa membakar segala hal!'Saat sedang memikirkan api, sebuah adegan dari masa depan yang tertulis dalam novel kembali tergambar di kepala gadis itu. Seluruh daratan ditutupi dengan api. Gadis itu menggeleng. Jangan api, tapi sesuatu yang bisa me
"Namaku Vairell," ucap Raja Spirit, menatap datar gadis yang bersimpuh di hadapannya."Senang berkenalan dengan Anda, Raja Spirit Vairell, namaku Zhea--maksudku Azalea Baylass De Lionhart." Azalea menjawab sopan, kepalanya masih menunduk.Yah, tidak buruk juga berkenalan dengan makhluk terkuat di dunia spirit. Siapa tahu Azalea bisa meminta tolong padanya untuk ikut membasmi iblis di masa depan.Ehm ... tapi, kenapa tidak ada suara lagi? Azalea terpaksa mendongak setelah menyadari keheningan sudah berlangsung cukup lama. Netra gadis itu melebar saat melihat Raja Spirit Vairell sedang berjongkok tepat di depannya."Aah, mengagetkan saja!" Azalea yang hampir berteriak langsung menutup mulut ketika Vairell menatapnya dengan tatapan aneh."Sekarang, apa yang bisa kulakukan untukmu?"Azalea yang sedang sibuk menenangkan jantungnya yang hampir jatuh mengernyitkan kening mendengar pertanyaan Raja Spirit di hadapannya."Tidak ada, kok. Tidak ada yang ingin kuminta dari Raja Spirit, jadi Anda
"Senang melihatmu masih bisa mengingatku, Nak." Madelyn tersenyum, kali ini bukan senyuman angkuh seperti dulu. Azalea menatap wajah yang masih sangat cantik meski tidak lagi muda. Kenapa Madelyn bisa tiba-tiba muncul lagi? Dalam novelnya tidak ada cerita tentang Mawar Emas Kekaisaran. Meski tentu saja tidak ada penjelasan tentang keberadaannya, tetap saja Azalea sudah terlanjur menganggapnya pemeran figuran yang mati bahkan sebelum kisahnya dimulai."Pasti banyak pertanyaan di kepalamu itu, Zhea, tapi kedatanganku hari ini bukan untuk menjelaskan sesuatu." Madelyn menghela napas. "Aku datang untuk memperingatkanmu. Mulai sekarang, meski di depan Marry atau Lock, kau harus tetap menggunakan ramuan pengubah warna."Azalea yang terbiasa mengembalikan warna rambut dan matanya ketika sedang bersama dua orang yang Madelyn sebutkan, mengerutkan kening."Aku mengerti kalau warna rambut dan mataku tidak biasa dan mudah dikenali hingga harus ditutupi, tapi Madelyn ... kenapa kau bisa mengenal
"Wah, hebat!" Azalea bertepuk tangan ketika warna rambutnya berubah secara otomatis menjadi coklat.Dua bulan berlalu sejak kedatangan Madelyn. Sejak itu pula Azalea sibuk membantu Marry menciptakan ramuan baru. Setelah mengatur beberapa bahan, mencoba berulang-ulang, akhirnya hasil yang memuaskan tercapai.Ramuan pengubah warna menjadi coklat bisa bertahan selama enam jam sekarang. Marry membuat ramuan kedua yang harus Azalea gunakan dengan mengurangi jumlah pemakaian hingga waktunya juga turut berkurang."Untuk selanjutnya kau bisa membuatnya sendiri, kan? Aku yakin kau bisa menambah intensitas waktunya seiring waktu berjalan. Selama kau tidak berhenti mempelajarinya, kau akan menjadi apoteker hebat yang akan menjual barang-barang bagus." Kata-kata Marry membuat Azalea yang sedang mengagumi perubahan warna pada rambutnya menoleh. "Aku tidak berniat menjual barang untuk menipu seseorang," ucap gadis itu tegas. "Setidaknya di dunia atas," lanjutnya seraya mengendikkan bahu.Marry ter
Azalea memang tidak peduli pada awalnya. Entah siapa pun yang ingin dikelabui oleh mereka yang membeli ramuan pengubah warna milik Marry, dia tidak akan peduli.Tapi, setelah mendengar penyihir yang dibawa Madelyn menanyakan takaran untuk setiap jam, mau tidak mau Azalea memikirkan seseorang.Kalau pemakaian ramuannya dibalik, apa yang terjadi? Azalea menelan ludah saat membayangkan seseorang menggunakan ramuan pengubah warna yang baru dibuat terlebih dahulu, membuat warna rambutnya berubah menjadi perak dengan bola mata biru khas keluarga Lionhart.Lalu, ramuan pengubah warna coklat akan digunakan setelahnya. Saat seseorang memberinya sihir seperti apa yang terjadi pada Azalea sebelumnya, maka warna coklatnya akan menghilang dan menunjukkan surai perak serta mata sebiru lautan.Satu-satunya orang yang mungkin akan mengharapkan hal itu adalah Duke Lionhart. Jantung Azalea mencelos saat mengingat karakter fisik putri tiri Duke Lionhart yang membuatnya mengorbankan segalanya.Rambut cok
"Apa benar seberguna itu untuk manusia?" Vairell mengangkat alis, menatap heran pada gadis yang sedang berbinar menatap benda berkilau di tangannya. "Satu-satunya yang menganggap rumput itu bagus adalah spirit api, itu pun karena warnanya yang merah."Penjelasan Raja Spirit di hadapannya membuat Azalea mendongak. "Bagaimana cara kalian membuang benda ini ke dunia manusia?" tanyanya antusias."Ehem! Kami tidak membuangnya sembarangan, kok. Biasanya kami memilih tempat yang jauh dari jangkauan manusia dan membuat lubang. Kami menimbunnya dengan baik. Aku bersumpah!" Menimbunnya dengan baik di tempat yang jauh dari jangkauan manusia?! Itukah sebabnya pertambangan Blood Stone hanya ditemukan di pedalaman hutan atau gunung? Azalea mengernyitkan dahi. "Pantas saja sulit ditemukan! Bukan hanya dibuang ke tempat terpencil, kalian bahkan menimbunnya ke dalam tanah." Gadis itu menghela napas dengan informasi yang baru diketahuinya. Jadi, itu bukanlah tambang, melainkan timbunan yang dibuat o