Share

5| Sean Ingin Mencium Leher Sienna

Sienna berjalan dengan cepat memasuki pintu utama keluarga Kanaka ini. Rumah ini sangat besar dengan gaya victoria yang berdiri di atas lahan yang sangat luas. Meskipun tidak banyak penghuninya, namun Sienna selalu merasa kalau rumah ini sangat hangat. Ia selalu merasa nyaman jika sedang berada di antara keluarga Sean.

Dengan cepat, kakinya yang sudah sangat hapal dengan ruangan yang ada di rumah ini pun melangkah ke arah ruang makan. Ketika ia tiba di ruang makan, ia melihat Sean yang sedang menggendong Blaire.

Ia tersenyum dan berjalan lebih cepat. “Sean?”

Sean yang sedang berusaha untuk menidurkan Blaire pun menoleh dan tersenyum lega. “Maaf aku harus merepotkan kamu.”

Sienna meletakkan tasnya ke atas meja makan dan segera mencuci tangan dengan bersih. Setelah itu, ia mengelap tangannya sampai kering dan berjalan ke arah mereka. “Hi, Bie.”

Bayi berusia satu tahun itu menoleh ke arah Sienna dan mengulas senyuman.

Sienna mengulurkan tangannya. “Mau aku gendong?”

Blaire menunjukkan reaksi kalau ia ingin digendong oleh Sienna. Sienna segera menggendong Blaire dengan sangat hati-hati. Ia sangat menyukai anak kecil dan selalu merasa nyaman setiap kali menggendongnya.

“Aku tidak tahu bagaimana harus menidurkannya,” kata Sean lagi.

“Badannya masih agak anget. Kamu sudah kasih obat?” tanya Sienna. “Tapi dia enggak rewel. Pinter..”

“Susternya sudah kasih obat. Tapi masalahnya, susternya aku suruh pulang,” jawab Sean. “Anaknya kecelakaan.”

Sienna mengelus punggung Blaire dengan lembut dan mendengarkan ucapan Sean dengan baik. “Oh.. jadi kamu cari suster sementara?”

“Mama aku tidak pernah percaya dengan orang baru untuk menjaga Blaire, Sienna.. Kamu tahu kalau semua orang sangat ingin memiliki Blaire.”

Benar, pikir Sienna.

Richard dan juga Jacqueline sering mendapatkan sorotan media karena kesuksesan perusahaan mereka dan kisah cinta mereka yang selalu saja menarik untuk dibahas. Ketika Jacqueline hamil dan melahirkan seorang bayi di usia yang tidak lagi muda, hal itu tentu saja mendapatkan sambutan yang baik.

Blaire menjadi bayi perempuan yang sangat beruntung karena terlahir di orang tua yang sangat harmonis, juga memiliki seorang kakak yang sangat digilai oleh hampir semua wanita. Namun, hal itu justru membuat banyak orang ingin bertemu dengan bayi ini.

“Aku tidak bisa menjaganya setiap waktu, tapi Papa dan Mama aku harus menetap di Spanyol selama seminggu,” kata Sean.

“Aku akan jaga dia. Mama kamu percaya sama aku, kan? Besok aku akan coba bicara dengan residen lain buat gantiin aku. Aku ada libur tiga hari dan kayaknya bisa deh aku minta mereka buat gantiin shift aku selama empat hari,” kata Sienna.

Walaupun setelah itu ia harus menanggung shift tanpa libur untuk mengganti waktu teman-temannya, ia akan melakukan hal itu. Ia juga tidak ingin membiarkan Blaire diasuh oleh orang asing yang mungkin bisa membahayakan bayi kecil ini.

“Sienna..”

“Aku akan tinggal di sini dan jagain Blaire. Ya, Bie?” kata Sienna sambil menatap Blaire yang matanya masih terlihat tidak mengantuk.

Sean tersenyum dan tanpa ia sadari, ia merasa sangat nyaman dengan apa yang sekarang ia lihat.

***

Sudah pukul sebelas malam dan Blaire terlihat sedikit gelisah. Dia pasti mulai mengantuk namun merasa tidak nyaman karena demamnya. Sienna meminta Sean untuk menyiapkan ASI yang ada di pendingin dan dengan sangat sabar, Sienna memberikan instruksi supaya Sean bisa menyiapkan ASI itu dengan benar.

Sienna pernah menjadi relawan di sebuah panti asuhan dan mendapatkan banyak sekali ilmu yang ternyata bisa ia gunakan di saat seperti ini.

“Apa sudah cukup hangat?” tanya Sean sambil memberikan botol susu kepada Sienna.

Mereka masih berada di dapur, membuat beberapa pelayan yang masih terjaga menawarkan diri untuk membantu. Namun, Sean menolak penawaran itu.

“Mereka kelihatan cocok jadi orang tua, ya?” tanya seorang pelayan pada pelayan lainnya. Tentu saja ia mengatakan itu dengan sangat perlahan.

Sebenarnya, walaupun Sean meminta mereka semua untuk beristirahat, tidak ada yang berani beristirahat ketika melihat tuan muda mereka sedang kesulitan seperti itu.

“Bener, Mba.. saya bingung kenapa mereka enggak saling jatuh cinta, ya? Padahal Non Sienna cantik sekali. Dan Den Sean juga ganteng..”

Sementara di dapur, Sienna mengganggukan kepalanya ketika memastikan kalau susu itu sudah cukup hangat. “Pegang dulu. Aku mau duduk.”

Dengan patuh, Sean kembali mengambil botol susu dan menarik salah satu kursi yang ada di meja makan agar Sienna bisa duduk.

“Sstt.. Bie pusing, ya?” tanya Sienna sambil memposisikan Blaire di dalam gendongannya.

“Ehek.. ehek..” rengek Blaire.

Bayi itu terlihat mencari kenyamanan di tubuh Sienna, sementara Sienna meminta botol susu dan setelah itu memberikannya kepada Blaire. Blaire meminum susunya dan terlihat mulai tenang, membuat Sienna tersenyum.

Sementara Sean terlihat gusar karena adiknya terlihat menderita. “Apa kita harus membawanya ke dokter?”

“Dia cuma demam, Sean. Besok akan aku periksa. Kalau demamnya masih belum turun, kita bawa ke rumah sakit,” jawab Sienna. Lalu, ia kembali menatap Sean karena pria itu masih mondar-mandir. “Bie kayaknya akan tidur. Kamu jangan buat dia ngeliatin kamu dong.”

Sekali lagi, dengan sangat patuh, Sean pun duduk di kursi lain sambil menatap adiknya yang matanya mulai terlihat sayu. Meskipun sesekali ia merengek, namun semakin lama mata Blaire semakin menutup.

Tingkah laku Sean yang tiba-tiba diam seperti patung tentu saja membuat Sienna ingin tertawa. Namun, ia membiarkan Sean melakukan hal itu karena itu lebih baik daripada Sean yang mondar-mandir.

Untuk beberapa menit kemudian, perhatian mereka tertuju pada Blaire yang sudah benar-benar tertidur sekarang. Mereka berdua takjub melihat bayi kecil yang sekarang hanya tidur dan bernapas ini.

“Kayaknya kita bisa tidurin di kasurnya,” kata Sienna sambil berbisik.

Sean menganggukkan kepalanya. “Bie tidur di kamar aku saja. Kita bisa jagain.”

Setelah itu, mereka berdiri dan Sienna mengikuti langkah Sean ke arah kamar pria itu. Sebenarnya, Sienna tidak canggung untuk memasuki kamar Sean. Ia selalu memasuki kamar pria itu selama sepuluh tahun terakhir.

Sean membuka pintu kamar dengan perlahan, membuat Sienna menatapnya dengan tatapan terima kasih. Biasanya, pria itu akan membuka pintu dengan sangat kasar.

“Sst.. sst..” kata Sienna sambil menepuk dada Blaire dengan pelan. Setelah memastikan kalau Blaire tidak akan terjaga, mereka kembali keluar.

“Kamu mau makan?” tanya Sean ketika mereka sudah kembali ke dapur.

Dengan cepat, Sienna menganggukkan kepalanya. “Aku belum makan.”

“Kamu duduk aja. Aku akan panaskan makanan yang sudah disiapkan pelayan di rumah ini,” kata Sean.

Sienna mengikuti ucapan Sean dan menggelung rambutnya. Setelah itu, ia mencari jepit rambut dari dalam tasnya. Ditatapnya Sean yang sedang menunggu di depan microwave.

“Kamu kelihatan gugup,” kata Sienna bingung.

“Aku takut tidak bisa menjaga Bie,” kata Sean jujur.

“Kamu sudah jadi Kakak yang baik kok,” jawab Sienna.

Setelah itu, ia kembali menghadap ke arah meja makan dan mencari ponsel di dalam tasnya. Ia harus mengabari teman-temannya dan meminta mereka untuk menggantikannya selama empat hari ke depan.

“Sienna,” kata Sean.

“Hm?”

“Bahu kamu memar?” tanya Sean.

Pria itu mendekati Sienna dan melihat bahu Sienna yang lebam, yang tidak tertutupi oleh kemeja itu. Sean yakin kalau lebam seperti ini hanya bisa didapatkan jika Sienna menghantam benda tumpul dengan sangat keras.

Sienna yang menyadari lebam apa yang Sean katakan pun menarik bajunya untuk menutupi lebam itu. “Oh.. Ini.. aku jatuh sendiri..”

“Aku tidak bertanya kenapa kamu bisa lebam. Apa ini perbuatan salah satu Kakak kamu?” tanya Sean yang sudah kembali menarik baju Sienna.

Ia merasa sangat marah sekarang. Semakin lama ia menatap lebam itu, ia merasa semakin kesal dengan siapapun yang sudah membuat Sienna harus mendapatkan lebam seperti ini.

“Aku gak apa-apa kok,” kata Sienna.

“Tunggu di sini,” kata Sean.

Sienna menoleh ke arah Sean yang sekarang sudah berjalan menjauh ke arah kotak P3K yang ada di dapur. Setelah mendapatkan kotak itu, Sean kembali, membuat Sienna tertawa. Ia tahu kalau lebam yang ia miliki akibat dari dorongan Theodore ini terlihat sangat menyeramkan, namun ia yakin kalau bahunya tidak apa-apa.

Sean segera membuka kotak P3K yang ia letakkan di atas meja dan mengambil sebuah salep untuk meredakan sakit dari lebam itu.

“Duduk dengan benar, Sienna,” kata Sean.

Sienna menghela napas dan membiarkan Sean mengoleskan salep di belakangnya. Pria keras kepala itu tidak akan berhenti sampai dia bisa mengoleskan salep di lebamnya. Akan tetapi, ia justru meringis ketika jari Sean menyentuh lebam itu.

Ternyata, lebamnya terasa nyeri.

“Sakit?” tanya Sean.

Sienna hanya menganggukkan kepalanya.

Mengetahui kalau lebam itu terasa sakit, Sean berhati-hati ketika mengoleskannya. Ia menarik baju Sienna lebih ke bawah dan mendapati kalau lebam itu lebih besar dari perkiraannya.

"Saudara-saudara kamu sangat kejam. Lebam ini sangat besar, Sienna," kata Sean kaku. Menahan amarahnya.

"Aku bahkan belum sempet ngeliat bentuknya," jawab Sienna.

"kamu bekerja dengan lebam ini?"

Sienna menganggukkan kepala sambil berusaha untuk menahan ringisannya. "Aku ikut dua transplantasi hati, dua operasi pankreas dan beberapa operasi lainnya dengan lebam ini."

Setelah semua permukaan yang lebam sudah disapu dengan salep, Sean kemudian terdiam melihat bahu putih dan leher jenjang Sienna. Entah mengapa, ia merasa kalau malam ini Sienna terlihat begitu seksi dengan leher jenjang, dengan bahu kiri yang terbuka dan dengan anak rambut yang jatuh di lehernya

Ia tidak pernah merasa dorongan seperti ini kepada wanita lain.

Biasanya, ia tidak akan tertarik dengan wanita sebesar ini, dan tidak akan menyentuhnya kecuali wanita itu memohon kepadanya. Namun, Sienna berbeda. Tanpa melakukan apapun, Sienna membuatnya merasakan sebuah dorongan.

Sienna.. Sienna membuatnya ingin mencium leher itu tanpa paksaan.

Ting!

Suara dentingan dari microwave menyadarkan Sean. cepat-cepat, ia berjalan ke arah microwave untuk mengambil makanan yang sudah hangat itu.

"Makanannya sudah siap," kata Sean yang dengan cepat sudah berada di hadapan microwave.

Sienna tidak akan pernah tahu alasan mengapa Sean tidak bisa membiarkan wanita lain menyentuh tubuhnya, alasan dari dirinya yang tidak ingin memiliki hubungan serius dengan wanita lain.

Wanita itu.. tidak akan pernah tahu alasannya.

Bersambung

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status