Share

6| Sean Membingungkan

Sienna menghabiskan makanannya dengan cepat karena ternyata, ia merasa sangat lapar. Sean yang melihat hal itu hanya menatap dengan heran. Ia sudah berteman dengan Sienna selama sepuluh tahun, dan wanita ini selalu makan dengan sangat banyak. Namun, tubuh Sienna tetap sangat ramping.

Entah kemana larinya semua makanan-makanan itu.

“Aku udah hubungin beberapa temen aku dan mereka setuju. Sisanya akan aku tanya besok,” kata Sienna setelah ia meminum air putih.

“Aku temani kalau begitu.”

Kening Sienna berkerut. “Kamu enggak ke kantor?”

“Besok hari Sabtu, Sienna,” jawab Sean.

“Oh…” Ia lupa kalau besok adalah hari sabtu.

Sienna menyentuh bibir gelasnya dengan jari, sementara Sean masih merasa marah setiap kali memikirkan tentang bahu Sienna yang memar.

Oleh karena rasa marahnya itu, akhirnya Sean berkata, “Siapa yang membuat bahu kamu seperti itu?”

“Aku sendiri. Aku kepeleset..”

“Sienna..”

“Beneran,” jawab Sienna sambil berdecak.

Sienna tidak ingin mengatakan yang sejujurnya, namun dari wajah Sean yang sangat keras kepala, ia tahu kalau Sean tidak akan berhenti sampai pria itu mendapatkan jawaban yang ia inginkan.

“Theodore yang melakukannya?” tanya Sean lagi.

Mendengar nama itu, Sienna terdiam. Di antara semua kakaknya, Theodore adalah yang paling kejam dan yang paling sering melukainya. Ia berusaha untuk menguasai raut wajahnya. Namun, Sean sudah mengetahui jawaban yang bisa pria itu lihat dari wajah Sienna.

“Aku akan memberikan mereka pelajaran, Sienna,” kata Sean kesal.

“Aku enggak apa-apa,” jawab Sienna sambil memajukan bibirnya.

Sean diam, tanda kalau pria itu sedang sangat marah sekarang.

Sienna memilih untuk mengambil piring dan mencucinya. Ia juga merasa kesal karena sejak dulu, Sean akan selalu berusaha untuk menjaganya. Ia kesal karena semakin dewasa, ia memiliki beberapa hal yang tidak ingin dibantu oleh Sean.

“Sienna,” panggil Sean lagi.

“Kenapa sih?” tanya Sienna sambil berbalik. Ia baru saja akan meninggalkan Sean untuk melihat Blaire di kamar.

“Kamu tahu betapa kesalnya aku ketika tahu kalau kamu mendapatkan lebam itu?” tanya Sean.

Sienna mengerutkan keningnya tidak mengerti. “Kenapa kamu harus kesel? Kamu bukan orang istimewa di hati aku. Kita cuma sahabatan. Kenapa kamu harus semarah itu?”

“...” Sean diam.

Benar. Mengapa ia harus sangat marah setiap kali Sienna terluka? Sean tidak tahu jawabannya.

“Jangan bikin aku bingung dong. Hidup aku sendiri pun udah membuat aku bingung,” kata Sienna lagi.

Kemudian, Sienna berbalik dan meninggalkan Sean.

***

Sean baru saja akan memasuki kamarnya ketika tiba-tiba saja, ia mendapatkan sebuah panggilan telepon dari sekretarisnya. Sekarang sudah hampir pukul dua belas malam dan ia tidak pernah membiasakan karyawannya untuk membahas masalah pekerjaan di luar jam kantor.

“Ada apa?” tanya Sean ketika ia menerima panggilan telepon itu.

Elijah yang merupakan sekretaris dari Sean menjawab, “Maaf saya mengganggu, Pak. Tapi ini adalah masalah yang harus segera Anda dengar.”

“Saya mendengarkan,” jawab Sean dan ia berjalan menjauhi kamar karena takut Sienna dan Blaire terganggu dengan pembicaraannya.

“Kapal pengangkut barang mentah milik perusahaan kita sudah tiba di tempat tujuan. Namun, ketika awak kapal memeriksa barang, mereka menemukan hal aneh. Ada beberapa kotak yang tidak mereka ketahui. Setelah melihat isinya, ternyata itu adalah narkotika, seberat lima kilogram. Kita sudah mengamankan kotak itu dan belum menghubungi pihak berwajib, Pak.”

Sean mengerutkan keningnya. “Apa ada orang yang menghubungi terkait barang itu?”

“Ya, Pak. Seseorang bernama Arthur yang berasal dari Italia, tempat kapal kita mengangkut barang. Ia menghubungi dan mengatakan kalau barang mereka tidak sengaja termasuk ke dalam kapal kita,” jawab Elijah.

“Lalu?” tanya Sean.

“Mereka ingin mengambilnya lagi dan memberikan imbalan. Sebagai gantinya, mereka meminta kita untuk melupakan kecerobohan mereka,” jawab Elijah.

Sean duduk di sebuah kursi yang ada di ruang tamu. Sekarang beberapa lampu sudah dimatikan dan hanya menyisakan cahaya remang dari lampu dinding. Sean berpikir untuk beberapa saat. Bisa saja ia memberikan semua barang itu kepada polisi. Namun sepertinya itu bukanlah hal yang tepat.

“Amankan saja barang itu, Elijah. Jangan sampai rahasia ini bocor,” kata Sean pada akhirnya.

“Apakah Anda akan menemui Arthur dan memberikannya, Pak?” tanya Elijah dengan nada terkejut yang tidak bisa ia sembunyikan.

Di ujung sana, Elijah merasa kalau matanya akan terkeluar karena jawaban Sean sama sekali tidak sesuai dengan pikirannya. Awalnya, ia beranggapan kalau Sean pasti akan memberikan barang itu kepada kepolisian. Namun, bosnya ini justru memilih sebaliknya.

“Ya,” jawab Sean.

“Pak.. tapi hal ini akan menghancurkan perusahaan Anda jika ada yang mengetahuinya,” kata Elijah.

“Jangan sampai orang lain tahu kalau begitu,” jawab Sean.

Kemudian, Sean memutuskan sambungan telepon itu.

***

Esok paginya, Sienna pergi ke rumah sakit untuk bicara secara langsung dengan teman-teman residennya. Seperti janji Sean, pria itu mengantarnya bersama dengan Blaire yang duduk di car seat bayi di kursi belakang.

“Aku turun dulu, ya,” kata Sienna dan ia keluar dengan plastik makanan yang mereka beli di jalan tadi.

Sienna keluar dan berlari kecil menuju ke dalam rumah sakit. Ia langsung menuju ke ruang piket untuk residen bedah umum.

Ia sudah mengabari teman-temannya untuk tidak membeli sarapan karena ia sudah membelikan mereka semua.

“Hi,” kata Sienna sambil masuk. Beberapa orang rekan residen tahun kedua bedah umum tersenyum ke arahnya. Sienna bergegas masuk dan meletakkan makanan yang tadi ia beli. “Maaf banget ya harus ngerepotin kalian..”

“Banyak banget lo beliin kita,” kata Vera, orang yang paling dekat dengan Sienna di rumah sakit ini. “Insentif kita gak banyak, mending lo tabungin aja.”

Sienna tersenyum. “Gue justru pengen beliin yang lebih banyak. Tapi karena kita gak punya uang, jadi cuma bisa beliin ini deh. Gue makasih banget karena kalian sudah setuju bantuin gue.”

Semua orang di ruangan ini tertawa. Lalu, residen lainnya bertanya, “Lo enggak sakit dan harus istirahat atau sebagainya kan?”

Sienna baru saja akan menjawab. Namun, rekannya yang lain yang baru saja memasuki ruang piket berkata, “Dia enggak mungkin sakit. Gue lihat tadi dia turun dari mobil yang disetir oleh Sean.”

“Wha….” kata mereka.

“Yes. Sean Ezra Tanaka.”

Wajah para residen perempuan terlihat takjub. Meskipun mereka sudah sering melihat Sean mengantar dan menjemput Sienna, namun mereka selalu saja takjub setiap kali berpikir kalau Sean menyetir mobil untuk Sienna.

Kemudian, rentetan pertanyaan mulai menyerang Sienna.

“Apa tangannya bener-bener berotot?”

“Apa dia lebih seksi dari yang sering kita lihat di TV dan majalah?”

“Dia pasti lebih ganteng.”

“Lo enggak pernah kepincut sama si prince of bastard?”

Sienna menghela napasnya dan menjawab, “Dia biasa aja kok.”

Kemudian, Vera menatap Sienna dan bertanya, “kalau gitu.. Dia enggak pernah suka sama lo?”

Sienna tertawa mendengar pertanyaan Vera. “Kita enggak kayak gitu. Beda dari yang kalian pikirin deh pokoknya–oh–sorry gue harus pergi. Bie nungguin.”

Setelah itu, Sienna langsung bergegas pergi, meninggalkan teman-temannya yang kebingungan.

“Bie yang Sienna maksud itu Bie adiknya Sean, atau ‘Bie’ itu panggilan dia buat Sean?” tanya Vera bingung. “Tapi.. apa bener mereka enggak ada apa-apa? Gue awalnya mikir kalau enggak ada persahabatan di antara cowok sama cewek.”

“Bener banget. Gue gak percaya lawan jenis bisa pacaran,” kata Setyo.

“Tapi kayaknya itu adalah pengecualian buat mereka berdua,” timpal Tiara.

Bersambung

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status