Sean tiba di rumah keluarganya pada pukul satu dini hari. Ketika ia memasuki pintu rumah, ia segera melepaskan tuksedo dan dasi kupu-kupu yang terasa mencekiknya selama ia mengenakannya. Sean melangkah ke arah ruangan tamu yang lampunya masih menyala dan terdiam ketika ia melihat siapa yang ada di sana. Di salah satu sofa itu, ia melihat Sienna yang sedang bersandar dan sepertinya sudah terlelap. Wanita itu memeluk Blaire yang terlihat sangat nyaman menengkurap di dada Sienna. Sekali lagi, ia merasa hangat pada hatinya ketika melihat pemandangan itu, padahal sebelumnya ia merasa sangat lelah. Sekarang, ia tidak ingin melakukan apapun dan hanya ingin menatap apa yang sekarang sedang ia lihat dengan lebih lama. “Non Bie nya tadi rewel gak bisa tidur, Den,” kata seseorang di belakang Sean. Sean berbalik dan mendapati Mary yang sudah berada di belakangnya. “Bie demam lagi?” “Enggak panas badannya. Tapi kata Non Sienna, dedeknya mau tumbuh gigi lagi, makanya rewel. Terus Non Sienn
Dua hari kemudian, Sienna sedang bersiap karena malam ini ia akan menghadiri pesta ulang tahun ayahnya, meskipun ia datang hanya sebagai karyawan dari rumah sakit. Ia tidak peduli sebagai apa dirinya datang, karena yang paling penting adalah ia bisa melihat ayahnya. Malam ini, Sean menemaninya karena Sean memang selalu mendapatkan undangan acara apapun dari keluarganya. Beruntungnya lagi, malam ini Blaire terlihat tidak rewel dan bisa ditinggal sebentar dengan Mary. “Kamu sudah siap?” tanya Sean setelah ia mengetuk pintu kamar yang Sienna gunakan untuk berganti pakaian. “Iya. kita bisa pergi sekarang,” jawab Sienna. Malam ini, ia mengenakan sebuah gaun pesta keluaran Burberry yang terlihat sangat sempurna di tubuhnya. Tidak ada aksesoris lain yang ia kenakan selain sebuah kalung berlian yang sangat jarang ia pakai karena itu adalah pemberian dari mendiang ibunya. Sean yang seperti biasa mengenakan setelan tuksedo hitam pun mengajak Sienna untuk keluar. “Kamu tahu kan kalau m
Ivanka sudah kembali ke Kyoto dan sedang beristirahat di kamarnya. Ia baru saja melihat foto Sean yang menghadiri pesta ulang tahun Anthony Wangsadharma. Meskipun acara itu diadakan sangat tertutup, namun beberapa temannya mengirimkan foto Sean yang selalu saja terlihat tampan. "Dia sangat tampan," kata Ivanka sambil menatap Vani. "Dia datang dengan Sienna," kata Vani. "aku gak mau mengatakannya. Tapi mereka kelihatan semakin dekat." Benar. Ivanka tahu hal itu. Namun, ia yakin kalau Sean tidak akan berpaling darinya. Mereka sudah berjanji untuk tidak meninggalkan satu sama lain. "Lo enggak bisa terus bertahan di antara cinta semu ini, Ivanka. Semua orang tahu—dan gue yakin kalau lo juga tahu—kalau Sean mencintai siapa," kata Vani lagi. Vani lebih dulu bersahabat dengan Ivanka jauh sebelum ia menjadi manajer wanita ini. Maka, ia tidak akan berpikir dua kali untuk mengatakan apa yang ia rasa benar. "Gue akan bertahan," jawab Ivanka."Ivanka," kata Vani. Ivanka berdiri dan berjala
Tiga hari berikutnya, Sienna sudah kembali bekerja karena waktu satu Minggu untuk menjaga Blaire sudah berakhir. Jacqueline dan Richard Kanaka sudah kembali ke Jakarta, sementara Sean justru meninggalkan kota Jakarta dua hari yang lalu. Setelah pembicaraannya dan Sean di ruang kerja pada malam itu, Sienna terjaga pada esok paginya dan mendapat pesan kalau Sean harus pergi ke Singapura karena urusan pekerjaannya. Sean sama sekali tidak menghubunginya selama dua hari, membuatnya sangat kesal karena mereka harus segera memulai pelajaran berciuman itu. "Selamat pagi," kata Sienn ketika ia memasuki sebuah kamar rawat di rumah sakit ini. Ia tidak bisa lagi bersantai karena harus membayar semua hutangnya selama satu minggu. "Selamat pagi, Dokter," kata seorang wanita yang sedang menunggui seorang pasien. "Saya cuma mau jenguk. Soalnya nanti malam Yulia akan menjalani proses operasi," kata Sienna dengan suara rendah karena Yulia si pasien ternyata sedang terlelap. Yulia adalah seorang p
Pada pukul dua pagi, Sienna akhirnya memiliki waktu untuk menjenguk Sean di ruang rawat pria itu. Bangsal VVIP adalah tempat Sean dirawat. Tentu saja harus di VVIP, karena Sean adalah cucu dari salah satu pemegang saham terbesar di rumah sakit ini. Seharusnya Sienna bisa menjenguk Sean sebelum ia melakukan operasi. Namun, setibanya ia di IGD, ia langsung dipanggil karena ambulan baru saja tiba, yang membawa pasien korban kecelakaan. Akhirnya, selama hampir dua jam ia harus menangani pasien gawat darurat itu. Walaupun baru bisa menemui Sean sekarang, namun ia merasa lega karena dari rekam medis milik Sean yang sudah ia baca, tidak ada hal serius. "Sean?" panggil Sienna ketika ia memasuki ruang rawat pria itu. "Oh.. kamu sudah tidur.." Tentu saja Sean sudah tidur. Sekarang sudah pukul dua pagi. Akan tetapi, perlahan mata pria itu membuka. "Hi," kata Sean dengan suara mengantuk. "Kayaknya aku punya kecenderungan untuk membangunkan pasien," gumam Sienna sambil tersenyum. "Aku meman
"Anthony?" Panggil Ariana ketika ia memasuki ruang kerja pemilik rumah sakit ini. "Aku pikir kamu akan segera menemui cucumu," kata Anthony yang berdiri untuk menyambut Ariana. Anthony dan Ariana adalah teman lama. Anthony mengetahui hampir seluruh kisah Ariana, begitu pula Ariana yang mengetahui kisah cinta Anthony yang terlalu kelam untuk diceritakan kembali. "Sudah ada yang menjaga cucuku," jawab Ariana tersenyum. Mereka duduk di sofa yang ada di ruangan ini. Ariana menatap ke sekitarnya, sementara Anthony meminta sekretarisnya untuk membawakan teh. "Apa Sean baik-baik saja? Aku belum sempat menemuinya," kata Anthony. "Dia seperti ayahnya—dan semua pria yang aku kenali. Tetap saja berusaha bekerja sampai titik darah penghabisan." "Darah orang tuanya mengalir deras di tubuhnya. Richard dan—"Ariana memelototi sahabatnya itu karena tahu nama siapa yang akan diucapkan olehnya. Lalu, Ariana memotong dengan mengucapkan, "Aku melihat ketiga putramu di board meeting tadi. Mereka..
Pada keesokan harinya, Sienna kembali ke kamar Sean. Ia baru saja mendapat telepon dari teman residennya yang juga menangani Sean, yang mengatakan kalau pria itu akan segera pulang. Padahal, dokter menyarankan agar Sean beristirahat setidaknya selama tiga hari. Ia sangat kesal karena tahu alasan dari keinginan Sean untuk pulang. Pria itu pasti ingin bekerja. “Sean. aku enggak akan mengizinkan kamu untuk pulang. Kamu tahu itu, kan?” tanya Sienna sambil membuka pintu. Kemudian, ia terdiam karena melihat seorang wanita yang juga sedang terkejut melihatnya. “Ivanka?”“Hi, Sienna,” jawab Sienna dengan senyumannya. Di hadapan Sienna sekarang, Ivanka terlihat sedang membantu Sean mengenakan dasi pria itu. Sean memang tidak akan pernah melewatkan dasinya. Di mata Sienna, ia melihat dua orang itu adalah pasangan yang sangat serasi dan sempurna. Seketika, ia teringat akan perjanjiannya dengan Sean. Ia menginginkan perjanjian itu, namun ketika melihat wajah Ivanka, ia merasa sangat bersalah
Sienna berjalan keluar dari lobi rumah sakit. Hal yang selalu berbeda dari tampilan Sienna ketika berada di dalam dan di luar rumah sakit adalah pakaiannya. Tanda dirinya akan keluar adalah ketika ia mengenakan pakaian biasa tanpa sepatu karet ataupun pakaian scrub miliknya. Ia sudah menyelesaikan shift ganti untuk teman-temannya dan akhirnya dirinya bebas untuk mendapatkan liburnya lagi. Ia langsung menggunakan libur ini untuk bertemu dengan Sean. Sean sudah berjanji kepadanya untuk mengajarinya. Anehnya, kalau ini ia merasa langkah kakinya berat dan juga ringan dalam waktu yang bersamaan. Berat karena ia terpikir akan Ivanka, namun juga ringan karena dirinya akhirnya akan mendapatkan pelajaran tentang hal yang tidak pernah ia ketahui selama ini. “Dian ke mana sih?” decak Sienna karena sejak tadi, ponsel Sean tidak dapat dihubungi. Karena sudah sangat kesal, ia akhirnya memutuskan untuk menelepon Elijah. “Halo Pak Elijah?” kata Sienna karena panggilan teleponnya langsung diterim