Share

Bab 4

Author: Zeya
last update Huling Na-update: 2025-10-06 13:15:54

"Cepetan makannya, bisa kan?" seru Stevano emosi.

Wajah Raisha merengut kesal, "Baru juga sepuluh menit, Kak. Aku bisa tersedak kalau cepat-cepat."

Jam sudah menunjukan pukul setengah tiga pagi hingga restoran tampak sepi. Setelah mereka berkeliling mencari restoran yang masih buka, akhirnya mereka menemukan restoran yang buka selama dua puluh empat jam.

"Lelet banget sih, cepetan atau aku tinggal!" sentak Stevano hingga Raisha terpaksa makam dengan buru-buru.

Sesaat kemudian, Stevano berdiri dan keluar dari restoran, diikuti oleh Raisha di belakangnya. Mereka berjalan menuju parkiran, di mana sebuah motor sport hitam milik Kai terparkir di bawah lampu redup.

Cowok itu meraih helm dan melemparkannya pada istrinya. "Pakai," ucapnya singkat.

Raisha menangkap helm itu dengan sedikit kesal. "Jangan kasar gitu, Kak," gerutunya sambil memasang helm di kepalanya.

Stevano sendiri sudah mengenakan helmnya dan langsung naik ke motor. "Cepetan naik," katanya tanpa menoleh.

Raisha mendengus pelan sebelum akhirnya naik ke jok belakang. Begitu dia memegang bagian belakang motor untuk menjaga keseimbangan, Stevano justru menarik tangannya dan meletakkannya di pinggangnya.

"Pegangan yang benar, jangan bikin repot," katanya dingin.

Raisha cemberut meski begitu dia tetap menurut. Stevano segera menyalakan mesin motor dan tancap gas, melaju cepat di jalanan yang mulai lengang.

Dalam perjalanan pulang, gemuruh petir tiba-tiba muncul dan menggema di langit malam.

"Kak, ada petir!" teriak Raisha dari jok belakang. "Suara petirnya keras banget."

Stevano tak merespon, dia memfokuskan pandangannya ke arah jalan raya. Namun, suara istrinya kembali terdengar.

"Kak, gerimisnya mulai turun."

Benar saja, beberapa detik kemudian hujan deras mulai mengejar mereka di ikuti suara petir yang menggelegar. Raisha semakin mengeratkan pelukannya di perut Stevano, sedangkan cowok itu semakin menambah kecepatan motornya.

Namun, hujan semakin deras mengguyur tubuh mereka. Stevano tidak bisa melanjutkan perjalanan dan menerobos hujan yang semakin lebat. Belum lagi, dia mendengar suara istrinya yang terisak di belakang punggungnya.

"K-kak... perut aku sakit." Cicit Raisha gemetaran.

Stevano langsung mengehentikan motornya secara mendadak di salah satu toko di pinggir jalan yang sudah tutup. Dia turun dari motor dan mengangkat tubuh istrinya dari atas jok motor, lalu mendudukkannya di kursi panjang yang berada di depan toko tersebut.

"Nyusahin banget jadi orang sih, lihat semua ini gara-gara kamu! kalau saja kamu tidak merengek mau makan jam segini, pasti semua ini tidak akan terjadi," bentak Stevano emosi, dia menatap Raisha yang masih menangis.

Stevano mengeluarkan ponsel dan menghubungi supir pribadi keluarganya.

"Pak Darto, jemput saya di Jalan Raya Melati, depan toko yang tutup. Bawa mobil yang ada selimut dan obat," perintah Stevano singkat sebelum menutup telepon.

Raisha masih terisak, memegangi perutnya yang terasa nyeri. Wajahnya pucat, tubuhnya sedikit gemetar karena kedinginan. Cowok itu menghela napas, lalu melepas jaketnya dan menyampirkannya ke bahu istrinya.

"Udah, jangan drama. Sebentar lagi dijemput," katanya, nada suara cowok itu sedikit melembut.

Raisha menggigit bibirnya, menahan tangis yang tersisa. Dia tahu Stevano bukan orang yang pandai menunjukkan kepedulian, tapi setidaknya, dia tidak benar-benar membiarkannya kesakitan di tengah hujan deras.

Beberapa menit kemudian, suara klakson motor terdengar mendekati mereka berdua. Kening Stevano berkerut halus ketika melihat para sahabatnya muncul.

Mereka bertiga menghentikan motor di samping motor Stevano, lalu turun dan ikut berteduh dengan dua sejoli itu.

"Cielah, pasangan baru. Jam segini malah main hujan-hujanan." Seru Axel heboh.

"Halo, Ra... kamu kedinginan, Sayang? mau aku peluk nggak?" tanya Ryker menaik turunkan kedua alisnya.

Stevano mendudukkan diri di ujung kaki Raisha yang di luruskan, cowok itu meraih rokok dari saku celananya lalu menyalakan dan menyesapnya dalam-dalam.

"Kalian berdua ngapain malam-malam di sini, Stev?" tanya Nathan.

"Biar aku tebak, pasti istrimu lagi ngidam, kan?" goda Axel.

"Serius? kamu ngidam apa, Ra? mau jalan-jalan sama aku hm?" goda Ryker, yang langsung mendapat tatapan tajam dari Stevanos.

"Jijik, goblok!" seru Nathan seraya menimpuk kepala Ryker.

"Paling Raisha ngidam berduaan sama suaminya," ujar Axel seraya menatap pasangan suami istri itu.

Raisha benar-benar merasa tidak nyaman dengan keberadaan teman-teman suaminya. Dia belum pernah bertemu dengan para sahabat Stevano, dari ingatan pemilik tubuh juga sama. Tidak ada ingatan tentang kemunculan tiga teman Stevano yang cerewet bin bawel di depannya.

Cewek itu menurunkan kedua kakinya, lalu menggeser posisinya mendekati Stevano dan memeluk tubuh cowok itu.

"Astaga, romantis banget. Jadi pengin nikah juga deh." Goda Ryker heboh.

Nathan menatap wajah Stevano yang tiba-tiba merah, "Wow, apa nih? Stev, wajahmu kayak kepiting rebus tuh."

"Haha, mantap! bucin terus!" heboh Ryker dan Axel bersamaan bersiul.

Stevano membuang puntung rokoknya yang masih tersisa cukup banyak, dia tahu bahaya jika merokok di depan orang hamil. Tangan kirinya bergerak membelai rambut istrinya yang masih menyembunyikan wajahnya di dada bidangnya.

"Kalian pulang aja, berisik." Usir Stevano.

"Ih, kok kita di usir? aku kecewa sama Abang." Rajuk Axel dengan suara di imut-imutkan.

"Kita juga baru balik dari basecamp, Stev. Kebetulan aja ketemu kalian berdua di sini." Seru Ryker apa adanya.

"Aku tidak bertanya tuh," Stevano menjawab enteng.

"Sialan." Umpat ketiga cowok itu bersamaan.

Nathan, Ryker, dan Axel saling bertukar pandang sebelum akhirnya tertawa pelan. Mereka mengetahui bahwa Stevano bukan tipe orang yang gemar berbasa-basi, terutama jika menyangkut privasinya. Namun, justru hal itu yang membuat mereka semakin gemas untuk menggodanya.

Raisha yang masih bersandar di dada Stevano, merasa sedikit canggung, tetapi dia memilih untuk diam. Meskipun tubuhnya merasa nyaman berada di dekat cowok itu, dia masih belum sepenuhnya percaya pada tiga teman suaminya tersebut.

Axel, yang sejak tadi menahan diri, akhirnya kembali bersuara. "Stev, kamu benar-benar berubah setelah menikah. Dulu, mana mungkin kamu bersedia dipeluk seperti ini?"

Ryker mengangguk setuju. "Benar! biasanya kamu yang paling anti-romantis. Sekarang justru terlihat seperti pria yang sangat mencintai istrinya."

Nathan tertawa kecil sebelum menambahkan, "Aku sampai berpikir bahwa ini bukan Stevano yang kita kenal. Apa mungkin kamu terkena guna-guna?"

Stevano mendengus pelan, tetapi tangannya tetap membelai rambut Raisha dengan gerakan lembut.

"Tutup mulutmu, Nath. Jika tidak ingin wajahmu akan remuk," jawabnya santai.

Jawaban itu berhasil membuat ketiga temannya terdiam selama beberapa saat. Raisha sendiri sedikit tersentak mendengarnya. Dia tidak tahu apakah itu hanya jawaban spontan atau memiliki makna yang lebih dalam.

Namun, sebelum suasana menjadi canggung, Axel kembali berbicara dengan nada bercanda. "Kalau begitu, sebaiknya kami pergi. Jangan sampai kami mengganggu momen romantis pasangan muda ini."

Tepat saat itulah, suara klakson mobil milik keluarganya muncul. Mobil hitam berhenti tepat di depan para anak muda tersebut, lalu keluarlah seorang pria yang merupakan supir pribadi keluarga Salvatore.

Pak Darto membawa payung dua buah di tangan dan memberikannya pada Stevano, cowok itu mengambil salah satu payung tersebut lalu memberikannya pada sang istri.

"Kamu pulang bareng supir sana," ujarnya seraya mendorong pelan bahu Raisha.

Namun, bukannya menurut Raisha justru kembali menghadap ke arah suaminya dengan mimik wajah memelas. "Aku mau sama Kakak aja."

"Hujannya deras. Aku pulangnya naik motor, nanti kehujanan." Seru Stevano kesal.

"Stev, jangan galak-galak sama bini sendiri, kasihan." Ujar Ryker tak tega melihat Raisha yang sudah berkaca-kaca.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Terjebak Pernikahan Berduri   Bab 67

    Satu minggu berlalu sejak Raisha dan Lander mendarat di Amerika. Dalam rentang waktu itu, keadaan Stevano justru semakin memburuk. Tidak ada seorang pun yang benar-benar memahami apa yang sedang terjadi dengannya. Bahkan Bianca yang selalu menuntut perhatian penuh mulai kehabisan kesabaran karena lelaki itu tampak seperti kehilangan arah.Pagi itu, suasana kediaman Bianca terasa sunyi, namun bukan sunyi yang menenangkan. Ada sesuatu yang menggantung di udara, seperti ketegangan yang tidak terlihat namun cukup kuat untuk membuat siapa pun enggan bersuara keras. Stevano duduk di ruang tamu, memandangi gelas kopinya yang sudah dingin sejak setengah jam lalu. Tatapannya kosong, seolah pikirannya melayang jauh dari tempat itu. Napasnya naik turun pelan, namun tidak pernah stabil.Bianca melangkah masuk dengan sepatu berhak tinggi yang berderap keras di lantai marmer. Gadis itu berdandan rapi, rambut pirangnya disanggul anggun dan bibirnya dilapisi lipstik merah muda yang biasanya mendapat

  • Terjebak Pernikahan Berduri   Bab 66

    Udara dingin langsung menyergap wajah Raisha begitu pintu pesawat terbuka. Embusan angin asing itu membuatnya merapatkan jaket yang ia kenakan jaket milik Lander, karena ia tidak punya cukup waktu membawa miliknya sendiri.Sedetik setelah kaki mungilnya menginjak lantai bandara, Raisha menutup mata sejenak, menarik napas panjang. Udara Amerika terasa berbeda. Lebih dingin, lebih tajam… dan entah mengapa, terasa lebih bebas."Welcome to New York," gumam Lander rendah sambil berjalan sedikit di depan.Raisha mengikuti dari belakang. Sejak tadi ia terus menatap sekeliling, lampu-lampu bandara, papan petunjuk digital, wajah-wajah asing yang bergerak cepat. Semuanya terasa seperti mimpi panjang yang belum sepenuhnya ia pahami.Ia melarikan diri.Menghilang.Meninggalkan Stevano.Hatinya kembali berdegup cepat.Raisha tidak menyesal telah pergi… tapi ketakutannya tidak berkurang sedikit pun.Lander menoleh. "Kamu baik-baik saja?"Raisha mengangguk pelan. "Iya, Paman. Hanya… belum terbiasa."

  • Terjebak Pernikahan Berduri   Bab 65

    Jam sudah menunjukan pukul dua belas malam ketika Stevano baru saja tiba di apartemennya, pemuda itu mendorong pintu lalu masuk ke dalam apartemen. Saat ia menutup pintu, suasana di apartemen itu sangat sepi. Bi Jumi sudah izin tadi pagi untuk pulang lebih awal karena tidak enak badan, ketika Stevano bertanya di mana Raisha, Bi Jumi menjawab bahwa Raisha sejak tadi pagi belum keluar kamar. Berpikir jika istrinya itu sakit, Stevano hanya menyetujui permintaan Bi Jumi dan melanjutkan perjalanannya menemani Bianca. Ia sama sekali tidak memikirkan istrinya sama sekali, meski seharian tak ada kabar darinya. "Sepi sekali," gumam Stevano. Ia menyalakan lampu apartemen itu, lalu melepas jaket yang sejak tadi ia kenakan. Stevano berjalan menuju dapur dan melirik meja makan yang sudah berisi makanan dingin. "Apa Raisha belum makan?" Stevano membuka tudung saji, dan makanan di sana masih utuh bahkan tidak tersentuh sedikit pun. "Ck, apa dia nungguin aku?" Stevano menutup kembali tudung sa

  • Terjebak Pernikahan Berduri   Bab 64

    Stevano menghela napas berat. "Bia, aku mulai lelah. Bisakah kita keluar dari tempat ini?" Bianca menoleh, ia terlihat tidak setuju dengan saran Stevano. Masih banyak barang yang belum ia beli di toko tersebut, Bianca melipat kedua tangannya di depan dada. "Tidak boleh! kita baru sebentar di sini, masa mau pulang?" Bianca berdecak sebal. "Kamu kenapa sih? biasanya juga tidak pernah protes." "Kita sudah dua jam di sini, dan kamu cuma belanja ini itu. Padahal barang-barang kamu yang bagus masih banyak di rumah," kata Stevano. Bianca mendengus jengkel, ia tak mau mengakui ucapan Stevano karena baginya semua barang dengan keluaran terbaru harus di beli, ia tak mau ketinggalan tren yang sedang muncul. "Memang kenapa? Aku hanya mau yang terbaik untuk diriku. Kamu tidak suka jika pacarmu membeli banyak barang mewah?" jawab Bianca sinis sambil mengangkat dagu. Stevano memejamkan mata sejenak, mencoba menahan emosi yang sudah naik ke ubun-ubun. Ia benar-benar lelah. Kedua tangannya

  • Terjebak Pernikahan Berduri   Bab 63

    Raisha menarik kopernya keluar kamar, suasana di apartemen itu sangat sepi karena Bi Jumi sedang ke pasar dan itu merupakan kesempatan besar baginya keluar tanpa ketahuan. Awalnya Raisha tak berniat pergi diam-diam, namun setelah pertimbangan yang cukup lama akhirnya ia mengambil keputusan ini. "Aku harus cepat," kata Raisha. Ia buru-buru melanjutkan langkahnya menuju pintu apartemen, sebelum ia menutup pintu itu untuk selamanya Raisha kembali menoleh ke belakang dan menatap ruangan yang sudah ia jadikan saksi hubungannya dengan Stevano. Raisha tersenyum pilu. "Selamat tinggal, Kak," Katanya parau. Pintu tertutup rapat dan Raisha berlari menuju lift yang akan membawanya menuju lantai dasar, selama berada di lift Raisha mencoba mengatur pernapasannya yang mendadak sesak. Perpisahan yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya justru terjadi hanya dalam hitungan hari, ia tak sanggup jika terus menerus melihat Stevano dan Bianca bersama sedangkan dirinya masih berstatus sebagai istri

  • Terjebak Pernikahan Berduri   Bab 62

    Hari minggu akhirnya tiba, setelah menghabiskan waktu bersama Stevano dalam kebisuan di kamar hotel mewah akhirnya Raisha kembali pada rutinitasnya di apartemen.Saat ini Raisha sedang membereskan buku pelajarannya, ia memasukan buku-buku itu ke dalam lemari. Seperti biasa Stevano sudah pergi dari apartemen itu, jangan tanya ke mana ia pergi karena tujuan satu-satunya adalah Bianca."Sebentar lagi buku-buku bakal berdebu," gumamnya sendu.Tangannya meraih pigura foto pernikahannya dengan Stevano, Raisha mengusap foto itu perlahan lalu tersenyum tipis. "Sebentar lagi kamu bebas, Kak." Raisha menyeka sudut matanya yang berair, setelah seminggu memikirkannya Raisha akhirnya memilih keputusan terberat dalam hidupnya. Keputusan yang akan mengubah seluruh perjalanan hidup dan pernikahannya, ia meletakan kembali pigura itu dan melangkah menuju lemari pakaian. Raisha mengeluarkan koper berwarna hitam yang berukuran sedang, ia meraih pakaian miliknya lalu memasukan ke dalam koper. Pakaiann

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status