Kembali Arimbi melirik ke arah Sagara. Dan, kembali hatinya berdenyut nyeri.
Arimbi cemburu. Arimbi terluka.
"Ayolah Arimbi! Jangan seperti anak-anak. Lagi pula mereka lebih dulu bersama. Felicia lebih dulu mengisi hati Sagar, jadi wajar kalau dia terlihat gelisah seperti ini manusiawi!" hibur hati Arimbi.
Tak lama mereka tiba di rumah sakit tempat Felicia di rawat. Sagara mendekatu meja tempat dua orang perawat perempuan sedang berjaga.
"Sus, kamar pasien dengan nama Felicia Handoyo, ada di ruangan mana?"
Perawat itu melihat komputer untuk melihat nama Felicia.
"Kamar kenanga no 3, pak. Bapak terus saja naik lantai dua, di sana nanti ada perawat jaga juga, tanya pada mereka!"
Dengan langkah tergesa-gesa Sagara berjalan menuju tempat yang ditunjukkan oleh perawat tadi. Genggaman di tangan Arimbi semakin ia eratkan.
Arimbi dan Sagara telah sampai pada kamar di mana Felicia dirawat. Sebuah kamar ya
Hans menatap foto yang dikirimkan seseorang padanya. Semua tentang kegiatan Arimbi. Saat wanita itu di kampus, di rumah, pusat perbelanjaan atau pun saat ...."Ha, ha, ha!" Hans tergelak saat melihat Arimbi sedang di sebuah wahana pemainan. Tertawa lepas tanpa beban dan itu --amat--sangat menawan.Tanpa sadar Hans mengusap wajah Arimbi dalam foto secara lembut. Bergetar rasa hatinya."Hai, Hans! Ingat apa misimu? Jangan biarkan perasaanmu mengacaukan misimu!" tegur Hans pada dirinya sendiri. Ia kemudian menasukkan ponsel dalam saku celananya.Hans menatap lurus ke depan. Bersamaan dengan itu Arimbi turun dari sebuah mobil, alvard hitam. Gadis berhijab kuning gading itu berjalan dengan tergesa-gesa, tanpa memperhatikan sekitarnya.Satu, dua, tiga.Hans mulai berjalan juga ke arah Arimbi dengan pura-pura asyik melihat ponsel."Aw! Aduh!!" Arimbi mengaduh kesakitan."Astaga, kamu kan ...!" Hans menjeda kalimatnya
Sagara menggeram ketika Felicia mencoba mempengaruhinya untuk berpikir jelek tentang Arimbi.Felicia mendekat ke arah Sagara. Mencoba memeluknya dari belakang. Menyandarkan kepalanya pada punggung Sagara. Sudah lama ia tak merasakan hangatnya punggung ini. Semenjak ... Arimbi masuk ke kehidupan mereka. Sagaranya seolah hilang ditelan bumi."Apakah kau sama sekali tak merindukanku?" bisik Felicia tepat di telinga Sagara. Wanita itu kemudian berdiri tepat di depan Sagara. Menanggalkan seluruh gaunnya. Keindahan tubuh terpampang di depan mata pria itu. Sebagai seorang pria dewasa bohong bila Sagara tak tergoda. Felicia tersenyum penuh kemenangan saat melihat jakun Sagara turun naik. Susah payah menelan salivanya.Felicia merapatkan pelukan pada tubuh Sagara, membebaskan Sagara menikmati seluruh keindahan tubuhnya. Kerinduan yang selama ini ditahan Felicia tumpah detik ini. Wanita itu menyecap segala pesona Sagara. Menyentuh apa yang selama lima
Di balik selimut dua orang yang sedang dimabuk cinta tengah berpelukan usai penyatuan diri yang menguras tenaga keduanya. Sagara kelelahan, istri kecilnya itu kini benar-benar seperti seorang rubah kecil yang memiliki kekuatan tersembunyi di balik tubuh mungilnya."Apa yang tengah kamu pikirkan, Honey?" tanya Arimbi memecah kesunyian di antara mereka. Suara detak jarum jam terdengar cukup jelas, ditingkahi suara degub jantung keduanya."Aku sedang memikirkan tentang kita, pernikahan kita. Menurutku semua ini laksana mimpi. Beberapa bulan yang lalu kita berdua hanya orang asing yang disatukan oleh pernikahan perjodohan antara orang tua untuk pembayaran hutang. Siapa dapat menduga, gadis cilik pilihan orang tuaku memutar balikkan hidup dan juga hatiku!"Arimbi menyibak selimut, mengamati lekuk tubuh Sagara. Sagara tersenyum melihat hal itu."Apakah kau sedang mengagumi keindahan tubuh suamimu ini?" tanya Sagara, pria itu mencubit
Genap satu bulan percerian Sagara dan Felicia. Dan, selama itu pula Sagara tinggal bersama Sagara di apartmen mereka. Sagara merasa apartmen yang mereka tinggali itu terlalu kecil. Apa lagi kebiasaan Atmaja, sang ayah kerap berkunjung ke Jakarta."Seperti apa rumah impianmu, Sayang?" tanya Sagara, saat mereka sedang bersantai di depan televisi malam itu dengan posisi Arimbi di pangkuan Sagara. Pria itu menatap lekat manik Arimbi yang kini menerawang. Sepertinya tengah membayangkan bagaimana bentuk rumah impiannya."Rumahnya tak terlalu besar. Banyak pepohonan dan bunga. Ada kolam renangnya!" jawab Arimbi. Tangan wanita muda itu menyentuh rahang Sagara. Dan kemudian mengelus pipi. Sagara membebaskan Arimbi sesuka hati menyentuh wajahnya. Ia pun menikmati setiap sentuhan lembut dari sang istri.Sagara membuka mata saat dirasakan tangan Arimbi tak lagi menyentuh wajahnya. Bibir penuh pria itu tersenyum samar ketika melihat Arimbi terlelap. Sagar
Arimbi tiba lebih cepat di bandara. Ini pertama kali ke dua orang tuanya ke jakarta. Takut Asih dan Joko bingung. Arimbi berpikir biarlah dia yang menunggu saja.Sembari menunggu kedatangan kedua orang tuanya. Wanita muda itu membuka ponsel. Berbalas chat dengab sahabat-sahabatnya semasa di pondok dulu."Lu, di mana?" Pesan dari Letta masuk di ponsel Arimbi."Aku di bandara. Jemput bapak dan ibuku!" Arimbi mengetik pesan balasan."Wah, bonyokmu datang, ya?"tanya Letta lagi pada pesan balasan."Bonyok? Kamu doanya kok jelek si Lett? Harusnya kamu itu ngedoain Ibu dan Bapakku agar baik-baik saja, sehat wal afiat. Bukan malah doain mereka bonyok!" Dengan kesal Arimbi membalas pesan dari Letta.Ting.Letta mengirimkan emoji ketawa ngakak. Setelah itu gambar orang ngakak ampe guling-guling."Ish. Nih anak. Deket tak getok kepalanya!" gerutu Letta dalam hati."Ya, ampyun Imbi! Lo, mikir apa sih waktu gue nu
Felicia membuka satu persatu foto yang dikirimkan oleh orang bayarannya. Luka di hati wanita itu makin menganga saat melihat bagaimana perlakuan Sagara pada Arimbi. Romantis, penuh perhatian. Mata menatap penuh cinta, bibir tersenyum amat manis yang tak pernah dilakukan Sagara selama bersamanya.Kening Felicia mengerut saat melihat sebuah Video yang dikirim oleh orang bayarannya. Di dalam video berdurasi sekitar sepuluh menit itu nampak Arimbi sedang tertawa bersama seorang pria yang tampak tak asing bagi Felicia."Bukankah dia adalah Chef yang bekerja di resto milik Sagara!" gumam Felicia. "Wanita itu mengulas senyum sinis. Melihat dari cara pria ini manatap jalang kecil ini, aku tahu ada rasa yang pria itu simpan. Bukankah ini adalah kabar yang sangat bagus?" Senyum di bibir Felicia makin lebar.Sementara itu Arimbi yang tanpa sengaja bertemu dengan Hans di sebuah toko buku kini tengah menikmati makan siang bersama Hans dan juga Let
Hans terus saja mengikuti setiap kegiatan yang dilakukan Arimbi dan Sagara. Sedangkan Felicia dengan orang suruhannya mengikuti kemana pun Hans pergi.Felicia merasa sudah cukup ia mengumpulkan bukti tentang Hans. Sekarang waktunya bergerak. Ia tahu harus ke mana menemui pria pemilik wajah oriental itu.Di restoran tempat Hans bekerja. Pria itu nampak sedang asyik memasak. Memamerkan bakat memasak yang dimiliki pria itu pada dua orang wanita di pojok resto, yang terus saja mengamati tanpa berkedip.Ke dua wanita itu adalah Letta dan juga Arimbi.Beberapa jam sebelumnya."Hai, Imbi!" sapa Hans pada Arimbi yang tengah asyik memilih buku. Wanita itu sedikit terkejut dengan kehadiran Hans. Terbesit dalam pikirannya, apakah pria ini mengikutinya? Mengapa selalu saja bertemu tanpa sengaja? Namun, Arimbi segera menepis pikiran itu."Hai, Mas Hans!" balas Arimbi tersenyum ramah. Dan, itu cukup membuat deguban di jantung Hans dua kali l
Sagara Atmaja. Itu namaku. Pria dingin, angkuh, dan tak tersentuh. Begitulah orang-orang mengenal bagaimana kepribadianku.Bukan tanpa alasan aku membentuk pribadiku seperti itu. Semua karena aku berusaha membentengi luka dalam hati ku agar tak ada seorang pun yang dapat melihat luka itu.Luka itu pula yang membuat perilaku seks ku jadi menyimpang jauh dari kenormalan. Kepuasan itu kudapatkan apabila pasanganku berteriak kesakitan. Erangan, lolongan rasa sakit itu membuat gairahku tak terbendung. Rintihan dan tangisan pasanganku mengingatkan kenangan burukku yang pernah kualami puluhan tahun lalu."Jangan lakukan itu tante, Saga tidak mau!" Tangis dan ratapanku tak menghentikan wanita itu melakukan aksi bejatnya. Saat itu usiaku sepuluh tahun, entah bagaimana wanita dewasa itu memiliki nafsu menjijikkan pada pemuda seusiaku. Tak hanya berhenti sampai di sana kegiatan laknat itu ia lakukan hingga aku berusia empat belas tahun. Di mana batas ra